Mohon tunggu...
M. ERIK IBRAHIM
M. ERIK IBRAHIM Mohon Tunggu... Freelancer - 🐇🦢🌱Berakit Rakit Ke hulu, Berenang renang ketepian, aku bersungguh sungguh untuk kamu, TAPI, kamu malah demikian🌴🌿
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

🐇🦢 Terbentur----TeRBENTUR----TerbENTUR----TERBENTUK🐇🦢

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Payung Teduh

14 Juni 2022   09:29 Diperbarui: 23 Juni 2022   17:14 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari pixabay / Pexels

Asri---Seorang hamba sahaya belia yang harus berjuang tangguh menghadapi kehidupan nya, tak lupa, sebuah payung ia bawa untuk menemaninya. 

Sebatang kara---Asri tidak tahu menahu, Dimanakah keluarga nya terkungkung dan terbungkam oleh zaman itu, apakah memang sudah meninggal atau melanglang buana entah kemana, hingga Asri sedikit terbesit, 

" Sebenarnya, keluarga ku ada dimana dan apakah ini merupakan suatu anugrah juga untuk ku, Tuhan? "

Ujarnya dengan berjalan tertatih tatih karena kaki mungil berkulit sawo matang itu telah terkilir, dan ia harus menempuh kehidupan ini untuk mencari sesuap nasi untuk bertahan hidup. 

Hidup secara sederhana dan pendidikan yang tak cukup, membuat ia harus menengadahkan tangannya untuk terpaksa ia meminta minta. 

Bimbang---jikalau lanjut sekolah, ijazah masih terenggut oleh penjara sekolah nya, dijaga ketat hingga asri tak berani mengambilnya dan meratap. 

Bekerja--- Sertifikat demi sertifikat dan berkas penting, Asri tak mempunyai semua itu. Entah hanyut dibawa kejamnya dunia atau hilang ditelan bumi. benar-benar tidak tahu. 

Seperti hari ini, Asri terpaksa meminta minta dan mengetuk pintu dari rumah ke rumah dengan tangan mungil yang selalu tertengadah, tak lupa ia selalu menyisipkan doa kepada orang yang telah menghibahkan sedikit rezekinya untuk nya, 

"Terimakasih, semoga Tuhan selalu melimpahkan rezeki yang banyak untuk mu dan berkah untuk seluruh keluarga mu" 

Meminta---ia hanya membayangkan, apakah nanti ada yang iba kepada nya atau acuh tak acuh bagai mengetuk hati satu persatu. 

Sembari melanjutkan perjalanan, mentari siang sudah mulai memanggang jiwa dan raga, payung yang ia bawa, dipakai olehnya. 

Tidak mengapa...! Meskipun payung yang ia bawa sudah lusuh, berlumut hingga berlubang, tak sungkan ia memakainya, tak perduli lagi apa kata orang nanti nya. 

Cemooh , hujatan, cercaan sebenarnya asri sudah mengenal nya sejak dahulu kala hingga akrab dan menjadi terbiasa. 

Tidak terasa, mentari sudah ingin beranjak untuk terbenam, saatnya Asri menepi di sebuah masjid dan mengistirahatkan sanubari nya untuk beribadah dan bermunajat kepada sang Pencipta. 

Segala isi curahan hati, permohonan dan penuh pinta, ia utarakan dan tak lupa ia tutup dengan untaian kalimat rasa syukur dan kalimat ketegaran untuk menghibur dirinya, 

"Ya Tuhan,jadikanlah aku tetap dalam perlindungan mu,rasa syukur dan berjuta juta kenikmatan yang engkau beri dan jauhkanlah hamba dari rasa kufur nikmat yang bisa saja mengancam hamba,ya Tuhan "

Dengan segala kesederhanaannya, termasuk doa sekalipun, yang ia pinta hanya itu termasuk doa yang ia panjatkan. 

Sesekali ia berusaha menyembunyikan kesedihan dan menyeka air mata yang tumpah mengelilingi pipinya, Tapi ia berhasil melakukan nya dan tak ada seorangpun yang tahu, kecuali Tuhan-nya.

Baiklah...! Petang sudah berganti malam gelap gulita, Asri harus segera berpindah untuk mencari tempat bermalam. 

Risau, takut, khawatir--- ia terus rasakan selama menapaki perjalanan, hingga Poros waktu berputar sekian kalinya. 

Detik waktu senantiasa berjalan, ia tak kunjung menemukan tempat beristirahat yang tak seperti biasanya ia selalu mudah menemuinya. 

Tidak kenal menyerah---ia tetap melanjutkan perjalanan sesekali berdoa dan bermunajat kepada Tuhan untuk mengatasi rasa risau nya. 

Tidak kunjung bertemu...! Kaki asri sudah mulai letih dan tak kuat berjalan lagi, hingga asri harus menepi di pinggir jalan raya yang saat itu gelap tanpa cahaya. 

Selang beberapa lama, hujan disertai petir membasahi jalanan yang ditempati Asri. 

Tapi...! Asri sudah berjaga jaga dan mengenakan payung yang ia senantiasa bawa untuk melindungi dari deras dan dinginnya air. 

Berlubang---meskipun payung nya berlubang, ia tak ingin mengeluh dan berputus asa. Justru prasangka baik lah yang ia utarakan kepada Tuhan nya, dan ia berkata... 

"Tuhan,terimakasih sudah memberikan sebuah payung ini untukku,engkau Maha Baik "

Ujarnya sembari berteduh dan mengisi waktu sambil menunggu hujan reda.... 

~~~~~Rabu, 15.06.2022~~~~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun