Mohon tunggu...
M. ERIK IBRAHIM
M. ERIK IBRAHIM Mohon Tunggu... Freelancer - 🐇🦢🌱Berakit Rakit Ke hulu, Berenang renang ketepian, aku bersungguh sungguh untuk kamu, TAPI, kamu malah demikian🌴🌿
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

🐇🦢 Terbentur----TeRBENTUR----TerbENTUR----TERBENTUK🐇🦢

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: 7 Pesan yang Tertukar

9 Juni 2022   19:44 Diperbarui: 10 Juni 2022   20:28 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasi sudah menjadi bubur, bagai Sudah jatuh tertimpa tangga, nasib tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak? Apakah seperti ini kisahku? 

Entah berapa lama aku duduk dan berbaring sepanjang malam dimalam kelabu yang tak menentu ini. 

Kalbu, hati dan akal harus senantiasa ku jalin silaturahmi agar dapat berpikir secara matang dan lebih mendalam. 

Bacaan lain

Silakan bisa membaca cerpen: mengapa harus aku, semoga dapat menghibur- M. Erik Ibrahim

Seperti hari ini. Sudah ku goreskan tinta kedalam kertas putih yang berbeda isinya sekaligus ku layangkan kepada dia yang akan menerimanya. 

Mengapa...! Iya, karena aku ini sudah bagai nasib menjadi bubur yang membuat kesalahan, ketidaknyamanan dan di sisanya untuk memberi rasa penuh peduli dan cinta, ini adalah ungkapan nya... 

Ungkapan Maaf.... 

Ungkapan Terimakasih... 

Ungkapan Rindu... 

Ungkapan Minta Tolong... 

Ungkapan Rasa Tidak Suka... 

Ungkapan Curhat... 

Ungkapan Suka Cita... 

Matahari sudah semakin menyongsong ke atas. Ku mulai baris kan satu persatu kertas putih ku dan mulai ku tandas kan sebuah pena yang sudah ku beri ramuan dan jampi jampi bermakna. 

Tak lupa sekotak Pensil sembari ku raut manakala sang pena sudah tidak kuat akan curahan hati yang ingin ku ulurkan. 

Krayon...! Iya, aku juga menyediakan sekotak krayon yang berisi warna warna indah menyejukkan hati. 

Rehat sejenak dahulu kerana adzan dzuhur sudah menggema dan segera ingin ku singkirkan lembaran kertas putih yang berjejer rapi beserta printilan printilan alat tulis tadi. 

Penat,.... Hari sudah mulai panas menyengat ku harus bergegas selesaikan semuanya dengan semangat empat lima. 

Ungkapan penuh kasih, peduli hingga cinta ku berikan tulisan dan warna warna keceriaan, tak lupa ku sertai gambar awan, mentari hingga rembulan sebagai pelengkapnya. 

Ungkapan permohonan maaf, ku goreskan sebuah pena secara hati hati, dengan garis tegak lurus dan jangan sampai ada peluh keringat menetes deras dikertas perantara maaf ku ini. 

Tidak lupa ku bingkai dengan gambar dan ungkapan permohonan maaf setulus hati untuk dia dengan berharap dan asam ku, hatinya bisa luluh dan terketuk oleh pesan makna dariku. 

Jika menetes...! Entahlah apa yang terjadi

Ungkapan rasa tidak suka ku tuliskan dengan untaian kata, namun tidak menyakitinya. Ku pilah pilah kata kata mutiara, agar hatinya bisa menerima dengan lapang dada

Ungkapan Curhat ( Curahan Hati) , sebisa mungkin ku meringkas kalimat yang penting dan bermakna yang ingin ku tujukan kepada dia. 

Keluh kesah, rintihan tangis, ungkapan batin, kepiluan ku jadikan Garda terdepan di untaian kata pada secarik kertas ku. 

Tidak terasa, matahari sudah semakin terbenam dan satu persatu kertas putih dengan maksud dan makna tertentu sudah jadi sedemikian rupa

Tak lupa ,aku masukan ke dalam amplop amplop keabadian yang sudah lama ku semedi kan sejak beribu ribu tahun yang lalu agar harapan dan ekspektasi ku sesuai. 

Seperti hari ini. Ku mulai mendengungkan suara ke telepon canggih sahabat karibku tuk mengambil kertas yang sudah ku siapkan ke tanah lapang yang tandus dan ku meminta nya untuk segera mengambilnya dengan berdalih sebuah kado dan kejutan. 

Namun malang tak dapat diraih, nasib tak dapat ditolak, harapanku penuh adalah agar temanku berbondong-bondong datang secara berjamaah. 

Akan tetapi sirna sudah harapan ku. Temanku datang di detik Poros waktu yang berbeda sedangkan kertas sudah terlanjur terbaris rapi dengan ungkapan makna berbeda. 

Bagai sudah jatuh tertimpa tangga...! Ku lupa menandaskan sebuah simbol sebagai tanda penerimanya.. 

Bagaimana ini...! 

Aku harus bagaimana..! 

Bergelayut takut dibawah pohon yang teduh dan rindang sembari mengintai sahabat yang sudah terlanjur mengambilnya. 

Di setapak jalan...! Pulang dengan jantung berdetak kencang, penuh takut dan kekhawatiran. 

Penyesalan...! Mengapa ku tak menorehkan sebuah simbol sebagai pertanda di amplop tadi. 

Apa nanti reaksi dari teman temanku? Bertanya ulang pada diri sendiri sembari menahan jantung yang berdegup kencang.... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun