Anggota partai ini ialah orang-orang dari Biak dan Serui yang dianggap lebih maju. Di Manokwari dibentuk cabang Parna tetapi ada perbedaan yang tajam antara orang pesisir dan pegunungan Arfak yang dianggap masih terbelakang. Raja Rumbati, Haji Ibrahim mendirikan partai Islam dengan nama Partai King.
Pada 13 September 1960 didirikan Partai Orang New Guinea (Pong) oleh Ariks, dan para pengikutnya adalah penduduk dari pesisir di daerah itu. Satu minggu kemudian Mandatjan dan Gosewich mendirikan satu partai politik sendiri, Einheidspartij Nieuw-Guinea (Epang), berart partai kemerdekaan New Guinea. Partai ini dibentuk karena kekuatiran orang pegunungan Arfak bahwa orang-orang pesisir lebih maju dan terbuka maka mereka bisa mengarahkan segalannya untuk pro Indonesia.
Di Manokwari dibentuk satu partai yang lain, Partai Serikat Pemuda Pemudi Papua (Parsepp). Di Enarotali yang baru dibuka dibentuk Partai Kena U Embay (KUE), partai ini masih kuat di daerah ini karena hanya satu partai politik. Dalam tahun yang sama dibentuk Partai politik di Sorong, yaitu: Partai Persatuan Kristen Islam Raja Ampat (Perchrira), dan Partai Sama-Sama Manusia (PSM).
Pembentukan Negara Papua Barat
Setelah pemilihan Parlemen dan pembentukan partai-partai politik dipersiapkan perangkat negara lain untuk dilakukan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat. Perangkat-perangkat negara itu adalah lambang-lambang dan jati diri negara dan bangsa Papua, dan untuk mempersiapkan ini diperlukan suatu panitia khusus. Dalam panitia ini diajukan lambang-lambang negara dan jati diri bangsa itu, disetujui dan ditetapkan secara bersama. Dengan tujuan itu dibentuk Komite Nasional Papua, di mana dalam komite ini pun ditetapkan hari dan tanggal manifesto kemerdekaan dan mengibarkan bendera nasional.
Pada tahun 1961 Nicolas Jouwe sudah menyiapkan satu rencangan untuk sebuah bendera baru. Bendera terdiri atas satu segi empat, di latar depannya satu segi tiga merah, di mana terpancang gambar sampari, bintang kejora, yang mengambarkan lambang harapan. Di atas segi tiga merah terdapat tujuh lajur horizontal biru, yang menunjukkan enam residensi dan daerah ekplorasi pegunungan tengah.
Ketika Jouwe di Belanda, dia diskusi rencangan bendera itu dengan Kirihiyo. Kirihiyo sedikit keberatan dari segi estetikanya, maka diusulkan segi tiga merah diubah menjadi segi empat. Maka telah menjadi bentuknya seperti yang kita lihat Bendera Bintang Fajar /Bintang Kejora sekarang ini.
Setelah kembali dari Belanda, Jouwe, Kirihiyo, bersama Tangahma dan Torey dilakukan suatu pertemuan pada malam 19 Oktober 1961 di Holandia dengan sejumlah tokoh terkemuka dari seluruh Papua. Kelompok terdiri atas 72 orang, diantaranya anggota-anggota Parlemen, wakil-wakil partai politik dan tokok-tokoh suku penting lain.
Berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan ini dibentuk Komite Nasional Papua (KNP) yang terdiri dari 17 orang, di mana Wilem Inuri ditunjuk sebagai ketua. Anggota dalam komte ini antara lain, Jouwe, Kaisiepo, Bonay, Tangahma, Torey, Mori Huzendi, Rumainum dan Wellem Songgonau. Di mana komite ini telah dihidupkan kembali pada tanggal 19 November 2008 dengan penambahan kata barat di bagian akhir kalimat, maka menjadi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menjadi media rakyat Papua saat ini.
Rapat pertama Komite Nasional Papua dilakukan pada tanggal 21 Oktober, dan dalam rapat ini diputuskan lambang-lambang yang akan menjadi simbol dan jati diri negara dan bangsa Papua Barat. Di mana mereka menetapkan bendera, nama, lagu dan simbol negara. Bendera ada tiga rancangan tetapi rencangan Jouwe mendapat perioritas dan ditetapkan sebagai bendera nasional yaitu Bintang Kejora.