Mohon tunggu...
E
E Mohon Tunggu... Editor - Aku Papua

I'm Papuan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

ULMWP, Jawaban Penderitaan dan Sejarah Perjuangan Bangsa Papua

22 Juni 2018   10:07 Diperbarui: 25 Juni 2018   17:50 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua kelompok kemudian ke Vanuatu dan pada tanggal 1 Juli 1985 dilakukan perdamaian di Port-Vila, Vanuatu. Di mana tuan Zeth Rumkorem dan tuan Yakob Pray menanda tangani Perjanjian Port-Vila yang disaksikan oleh pemerintah Vanuatu. Tetapi, perdamaian itu tidak dapat dipertahankan oleh kedua kubu dan kemudian kembali terpecah lagi maka diperpanjang penderitaan dan penjajahan terhadap bangsa Papua.

Dukungan Internasional dan Perpecahan

Dalam periode-periode ini Indonesia melancarkan berbagai operasi militer dan bumi hangus di seluruh Papua dan sebagai akibatnya gelombong mengungsi meningkat untuk melintasi perbatasan dan masuk ke Papua New Guinea. Mereka ditempati di berbagai cemp pengungsian baik di Selatan, utara dan juga di dataran central.

Para pemimpin OPM-TPN dan anggota mereka setelah konflik tersebut mulai tersebar dan mencari jalan masing-masing. Mereka kemudian ke Belanda, Zwisland, Australia dan Afrika. Di mana negara-negara Afrika yang menolak resolusi atau hasil PEPERA di United Nations tahun 1969 telah menyediakan kedutaan Papua dan fasilitas untuk mendukung kerja-kerja diplomasi para petinggi OPM di luar negeri.

Misalnya di Dakkar-Senegal pada tahun 1976 sampai 1984 atas berkat dukungan Presiden Senghor dari Sinegal. Di mana tuan Tangahma ditugaskan di sana dan didukung oleh pemerintah untuk diplomasi internasional. Tuan Tangahma adalah ayah dari Leonie Tangahma salah satu pejuang bangsa Papua saat ini dan anggota ULMWP periode lalu. Tetapi, misi ini pun kemudian berakhir dan gagal dengan alasan tertentu. Kemudian para diplomat Papua itu dikirim ke Belanda untuk mencari kehidupan baru di sana.

Di tempat-tempat pengungsian di Papua New Guinea telah ditangkap para pemimpin OPM-TPN atas sokongan pemerintah Indonesia. Mereka kemudian dipenjarakan di sana oleh otoritas setempat. Para pengungsi dan tahanan itu dikunjungi United Nations Security Force (UNSF) yang menangani kemanusian, keamanan dan perdamaian. Lembaga ini dipimpin oleh Adijaja Adibumi, seorang pejabat United Nations dari Gana.

Adibumi kemudian meminta kepada pemerintah Papua New Guinea bahwa para tahanan pejuang Papua itu dikirim ke Gana sebagai diplomat. Pada tanggal 28 Agustus 1986 mereka dikirim ke Gana melalui Bombai, Abigan dan Gana. Mereka tinggal 4 tahun di Gana dan tahun 1990 mereka dikirim ke Belanda dan misi OPM di Gana ditutup oleh pemerintah setempat. Misi ini ditutup karena seorang diplomat OPM dipukul temannya, Alexsander Tekege dan Tekege harus menjalani opnama 3 bulan kemudian mati.

Di Belanda pun perbedaan itu masih tetap terpelihara dan tidak berhasil untuk dipersatukan. Di mana kelompok Kasiepo dan kelompok Jouwe masih tetap berselisih sampai Nicolas Jouwe ke Indonesia dan meninggal di Jakarta. Perselisihan dan persaingan tidak sehat itu sudah dimulai pada tahun 1960 masa pemilihan Parlemen Papua dan terus dipelihara sampai di Belanda. Seterusnya, di Belanda telah dibentuk sejumlah kelompok yang berbasis pada primordialisme dan etniksitas maka kekuatan untuk persatuan telah terbagi dan tidak terkonsetrasi pada satu agenda bersama.

Perselihan-perselisihan ini terjadi karena sentimen, egoisme, dan ambisi berdasarkan dikotomisasi dan pandangan subjektif tersebut. Karakter psikologis ini merupakan dasar perselisihan dan perpecahan dalam perjuangan bangsa Papua selama 56 tahun. Sifat ini harus menjadikan musuh kita bersama untuk mencapai tujuan kita bersama di masa depan.

Arnold Ap dan Mambesak

Di Universitas Cenderawasih dibangun suatu kelompok musik dan lagu-lagu yang dipimpim Arnold C. Ap dan teman-temannya. Arnold C. Ap adalah seorang antropolog dan kepala Korator Museum Unversitas Cenderawasih, di mana saat ini disebut Loko-Budaya Uncen, Nama Mambesak diambil dari istilah Biak yang berarti burung kuning atau cenderawasih. Lagu-lagu dikumpulkan dari berbagai etnik di seluruh tanah Papua dan disesuaikan dengan irama musuk khas mereka.

Kelompok Mambesak dibentuk pada tanggal 15 Agustus 1978 yang dipimpin langsung oleh Arnold C. Ap, antropolog besar bangsa Papua ini. Para anggota terdiri Marthin Sawaky, Sam Kapisa, Yowel Kafiar, Enos Rumansara, Frans Rumbrawer Eduard Mufu dan lainyan yang waktu itu menjadi mahasiswa. Mambesak dengan visinya untuk dikembangkan kebudayaan Papua yang sedang dilumpuhkan oleh kolonial Indonesia sejak invansi.

Di sisi lain, dengan iringan musik dan lagu-lagu ini memberikan hiburan, pencerahan dan motivasi kepada para perjuangan Tentara Pembebasan Nasional/ OPM di hutan dan seluruh masyarakat di tanah Papua. Melalui musik dan lagu-lagu ini dibangkitkan semangat dan Nasionalisme Papua Barat. Karena itu, Mambesak mendapat pengaruh yang luas dalam masyarakat Papua.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun