Mohon tunggu...
ERICO ANUGERAH PERDANA
ERICO ANUGERAH PERDANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Terbuka dan Aktivis

Percayalah jika berjuang dengan sungguh-sungguh akan mendapatkan hasil yang baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wacana Perguruan Tinggi Mengelola Tambang: Solusi atau Masalah Baru?

25 Januari 2025   11:14 Diperbarui: 25 Januari 2025   11:14 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wacana Perguruan Tinggi Mengelola Tambang (sumber: foto oleh AI)

Kamis, 23 Januari 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) sebagai inisiatif legislatif. Langkah ini menuai berbagai kritik dari masyarakat dan pakar, terutama terkait klausul yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengklaim bahwa pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi bertujuan untuk membantu pendanaan pendidikan. Ia menyebutkan bahwa mekanisme pelaksanaan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi masih dapat diatur lebih lanjut. Namun, wacana ini memicu perdebatan, terutama karena potensi dampak negatif yang bisa timbul bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum.

Artikel ini akan mengupas secara komprehensif wacana perguruan tinggi mengelola tambang, mulai dari latar belakang hukum, dampak sosial-ekonomi, hingga pandangan para ahli dan solusi alternatif. Dengan penjabaran ini, diharapkan pembaca dapat memahami isu ini secara mendalam.

Latar Belakang Hukum dan Kebijakan

Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba)

RUU Minerba yang diajukan DPR RI bertujuan untuk memperbaiki regulasi dalam sektor pertambangan di Indonesia. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan untuk memberikan perguruan tinggi hak mengelola tambang. Dasco menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk inovasi untuk mendanai operasional perguruan tinggi dan membantu meringankan beban mahasiswa melalui subsidi dari pendapatan tambang.

Namun, dalam praktiknya, kebijakan semacam ini memerlukan pengawasan ketat. Perguruan tinggi harus memiliki kapasitas hukum, teknis, dan administratif untuk mengelola tambang dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa persiapan yang matang, kebijakan ini berpotensi menimbulkan lebih banyak masalah daripada manfaat.

UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, perguruan tinggi diizinkan untuk melakukan kegiatan bisnis guna menunjang kegiatan akademik. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa penerapan kebijakan ini sering kali tidak berdampak langsung pada penurunan biaya pendidikan. Sebaliknya, biaya pendidikan justru terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi salah satu argumen kuat bagi para pengkritik wacana pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi.

Kritik dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan bahwa wacana ini berpotensi merugikan mahasiswa. Ia berpendapat bahwa keuntungan dari pengelolaan tambang kemungkinan besar hanya akan dinikmati oleh pihak kampus tanpa memberikan dampak langsung kepada mahasiswa. Ubaid juga mempertanyakan siapa yang akan menanggung kerugian jika pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi gagal.

Ubaid mengaitkan wacana ini dengan kebijakan sebelumnya yang memperbolehkan perguruan tinggi berbisnis. Ia menyoroti bahwa argumen serupa pernah digunakan untuk melegitimasi kebijakan tersebut, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan. Biaya pendidikan tetap meningkat, sementara akses pendidikan berkualitas menjadi semakin sulit bagi kalangan menengah ke bawah.

Sebagai contoh, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, UKT untuk Program Sarjana Agronomi tahun 2015/2016 berada pada rentang Rp 500 ribu hingga Rp 9 juta. Tahun akademik 2023/2024, biaya maksimalnya meningkat menjadi Rp 10 juta, meskipun terdapat opsi pendidikan gratis untuk kategori tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa harapan penurunan biaya pendidikan melalui aktivitas bisnis perguruan tinggi belum terealisasi.

Pandangan Mahasiswa terhadap RUU Minerba

Erico Anugerah Perdana, seorang mahasiswa S1-Matematika Universitas Terbuka sekaligus pemilih Prabowo-Gibran, menyarankan agar wacana ini dikaji lebih dalam dengan melibatkan pakar. Menurutnya, perguruan tinggi harus mempersiapkan diri dengan matang jika ingin terjun ke dunia pertambangan. Persiapan tersebut meliputi pembenahan sistem di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), pendanaan dari kampus yang memadai untuk menyiapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, serta analisis dampak lingkungan.

Erico juga menyoroti pentingnya mencegah konflik kepentingan yang dapat merugikan perguruan tinggi dan negara. Ia mengingatkan bahwa keputusan yang diambil harus selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, yakni menciptakan generasi unggul yang mampu bersaing secara global.

Potensi Dampak Positif dan Negatif

Seperti halnya kebijakan lainnya, wacana ini memiliki potensi dampak positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan secara mendalam:

Dampak Positif

a. Pendanaan Alternatif: Perguruan tinggi dapat memiliki sumber pendanaan tambahan untuk mendukung penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengembangan fasilitas pendidikan.

b. Pengembangan SDM: Pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dapat menjadi wadah pembelajaran bagi mahasiswa di bidang teknik, geologi, dan lingkungan.

c. Lapangan Kerja: Aktivitas tambang dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar, terutama jika kampus memprioritaskan perekrutan tenaga kerja lokal.

Dampak Negatif

a. Degradasi Lingkungan: Aktivitas pertambangan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk deforestasi, pencemaran air, dan perubahan iklim yang berdampak hilangnya habitat.

b. Potensi Korupsi: Keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis tambang dapat menimbulkan konflik kepentingan yang berujung pada penyalahgunaan wewenang.

c. Fokus Pendidikan Terganggu: Perguruan tinggi mungkin kehilangan fokus pada Tri Dharma Pendidikan jika lebih mementingkan aspek bisnis.

Wacana perguruan tinggi mengelola tambang perlu dikaji lebih lanjut dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil. Kebijakan ini harus dirancang sedemikian rupa agar tidak mengorbankan kualitas pendidikan maupun lingkungan hidup. Selain itu, pemerintah dan DPR RI perlu memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan tambang benar-benar digunakan untuk menurunkan biaya pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan mahasiswa serta dosen.

Keputusan terkait RUU Minerba haruslah menjadi keputusan yang strategis dan berorientasi jangka panjang, sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045. Perguruan tinggi memiliki peran besar dalam mencetak generasi penerus bangsa, sehingga setiap kebijakan yang melibatkan mereka haruslah memprioritaskan kepentingan pendidikan di atas segala hal lainnya.

Sumber:
https://tirto.id/logika-keliru-kampus-kelola-tambang-demi-bantu-biaya-pendidikan-g7HV

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun