Dialog 'Symposium' karya Plato merupakan salah satu karya filsafat yang memiliki pengaruh besar terhadap pemahaman mengenai cinta. Dialog ini menggambarkan serangkaian pidato yang disampaikan oleh beberapa tokoh penting dalam sebuah perjamuan, yang masing-masing memberi pandangannya tentang cinta atau eros. Cinta, dalam konteks ini, dieksplorasi melalui beragam perspektif yang menawarkan kedalaman dan kompleksitas konsep tersebut.
Melalui narasi tokoh-tokoh seperti Socrates, Aristophanes, dan Agathon, Plato menyajikan pemikiran yang bervariasi mengenai cinta. Setiap pidato menawarkan salah satu aspek dari cinta, mulai dari pandangan yang lebih jasmaniah hingga pandangan yang lebih rohaniah. Ini memungkinkan pembaca untuk memahami cinta bukan hanya sebagai hasrat atau ketertarikan fisik, tetapi juga sebagai dorongan spiritual yang mendalam.
Dengan menggabungkan berbagai pandangan tersebut, Plato tidak hanya membangun definisi yang komprehensif mengenai cinta, tetapi juga menempatkan cinta sebagai elemen yang fundamental dalam pencapaian kebijaksanaan dan kebaikan. Dialog ini mengajak pembaca untuk merefleksikan hubungan antara cinta dan kebahagiaan manusia serta bagaimana cinta dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keutamaan.
2.1 Definisi Cinta oleh Socrates
Dalam dialog 'Symposium', Socrates menyampaikan pandangannya tentang cinta melalui cerita yang diinspirasikan oleh Diotima, seorang perempuan bijaksana dari Mantineia. Menurut Socrates, cinta (Eros) bukanlah dewa, melainkan roh yang berada di antara manusia dan yang ilahi. Ia menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang selalu menginginkan apa yang tidak dimiliki, mencerminkan hasrat untuk mencapai keindahan dan kebajikan yang lebih tinggi.
Socrates berargumen bahwa cinta adalah kekuatan yang mendorong manusia untuk mencari keindahan sejati yang tidak hanya terletak pada tubuh, tetapi juga jiwa. Cinta, sebagaimana dipahami oleh Socrates, bertujuan untuk melahirkan kebijaksanaan dan kebahagiaan melalui proses yang dikenal sebagai 'Ladder of Love' atau tangga cinta, di mana seseorang akan mulai dari kecintaan pada bentuk jasmaniah dan berkembang menuju apresiasi terhadap keindahan rohaniah dan universal.
Cinta menurut Socrates bersifat dinamis dan mengarah kepada transformasi diri. Cinta menggerakkan seseorang untuk melampaui batasan-batasan fisik dan material dalam pencapaian pengetahuan dan kebenaran yang lebih tinggi.
2.2 Persepsi Cinta dari Peserta Dialog Lainnya
Dalam dialog 'Symposium' karya Plato, masing-masing peserta memberikan pandangan unik tentang cinta, mencerminkan keragaman pemikiran pada masa itu. Phaedrus, misalnya, menganggap cinta sebagai kekuatan yang besar dan mampu mendorong individu untuk bertindak heroik demi kekasihnya. Ia percaya bahwa cinta adalah sumber keberanian dan kehormatan.
Pausanias membedakan antara cinta yang bersifat jasmaniah dan rohaniah. Ia menjelaskan bahwa ada 'Cinta Umum' yang hanya mencari kepuasan fisik dan 'Cinta Surgawi' yang lebih mulia, mencari keunggulan intelektual dan moral dari kekasih. Menurut Pausanias, cinta yang sesungguhnya harus diarahkan pada pencapaian kebajikan dan tidak semata-mata didasarkan pada hasrat fisik.
Aristophanes menawarkan pandangan mitologis dengan menceritakan asal-usul manusia yang terbagi menjadi dua oleh para dewa. Ia berpendapat bahwa cinta adalah usaha untuk menemukan kembali separuh jiwa yang hilang, dan melalui perbuatan ini, manusia merasa utuh kembali.