Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #7

15 Januari 2024   11:04 Diperbarui: 15 Januari 2024   11:58 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agnes bertepuk tangan kegirangan, potongan rambut pixie-nya menari mengikuti gerakan. "Fantastis! Petualangan menanti kita!"

Saat mereka keluar dari kafe, malam menyambut mereka dengan angin sejuk, membisikkan kisah-kisah yang tidak diketahui. Pikiran Aditya berputar-putar seperti krim dalam kopi, memadukan ketidakpastian dengan kegembiraan. Malam ini, dia akan menyesap secangkir kehidupan yang berbeda, mencicipi berbagai kemungkinannya.

Kedai kopi yang terletak di jantung pusat kota itu menjadi simfoni aroma dan suara yang menyapa Aditya saat ia menerobos pintu, mengikuti langkah Agnes yang penuh percaya diri dan langkah Fajar yang penuh semangat. Senandung percakapan bercampur dengan dentingan lembut cangkir, dan udara dipenuhi aroma biji kopi yang baru digiling---permadani bernuansa tanah dan aksen pedas yang menyelimuti dirinya seperti selimut hangat.

"Bukankah tempat ini hidup?" Agnes merenung, suaranya terdengar bersemangat di tengah obrolan di sekitar. Dia membawa mereka ke sudut yang nyaman di mana dindingnya dihiasi lukisan abstrak yang seolah memiliki makna tersembunyi.

"Pasti punya karakter," sela Fajar, matanya mengamati ruangan dengan ketelitian seorang penilai. "Rasanya setiap sudut menyimpan cerita."

Aditya mengangguk dalam diam, mengamati beragam pengunjung---seniman yang membuat sketsa di atas serbet, siswa yang terkubur dalam buku, dan teman-teman berbagi tawa sambil menikmati mug yang mengepul. Dia merasakan ikatan dengan tempat ini, dengan orang-orang ini, semua pencari kepuasan yang sulit didapat dari secangkir kopi mereka.

"Seni itu seperti kopi, bukan?" Ucap Agnes, tatapannya mengikuti tatapan Aditya. "Keduanya bisa berani atau halus, rumit atau lugas. Keduanya membangkitkan emosi, menggugah pikiran, membangkitkan indra."

"Benar," Aditya menyetujui, pikirannya menggambar kesejajaran antara lapisan rasa dalam campuran kopi dan kedalaman ekspresi dalam sebuah lukisan. "Dan keduanya membutuhkan... keterbukaan tertentu untuk mengapresiasi sepenuhnya."

"Keterbukaan," sahut Fajar sambil berpikir. "Itu satu hal yang kamu punya banyak, Agnes."

Percakapan mereka mengalir tanpa susah payah dari sana, menyelami mimpi-mimpi yang dilukis dengan garis-garis aspirasi yang luas dan diwarnai dengan rona kebenaran pribadi. Aditya mendapati dirinya berbagi visinya sendiri untuk masa depan, kata-katanya terucap dengan keterusterangan yang bahkan mengejutkannya.

"Omong-omong soal keterbukaan," kata Agnes, matanya berbinar, "ada kopi di sini yang memberikan pengalaman tersendiri. Namanya 'Journeyman's Brew'---perpaduan antara kopi Robusta Indonesia dan Arabika Etiopia, dengan sentuhan coklat dan jeruk."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun