Platform media sosial memperkuat kecenderungan narsistik individu-individu ini dengan memberi mereka ruang untuk menciptakan potret diri yang luar biasa dan menyebarkannya kepada masyarakat luas.
Memberikan mikrofon kepada seorang diva di atas panggung adalah impian mereka yang akhirnya terwujud. Semua suka, komentar, atau berbagi menjadi tepuk tangan yang membangkitkan ego mereka dan mendorong mereka untuk tetap diperhatikan.Â
Aturan tak tertulis "lihatlah saya, lihatlah apa yang sedang saya lakukan" di era digital secara langsung mendukung individu yang memiliki kecenderungan narsistik, memungkinkan mereka untuk berkembang tanpa hambatan.Â
Kita baru saja mulai memahami efeknya, karena ini merupakan permainan yang kompleks antara masyarakat, teknologi, dan psikologi.
Pencitraan Diri di Media Sosial
Kita memiliki kemampuan untuk mengubah citra publik kita di media sosial. Ketika pengguna mulai bergantung pada citra virtual mereka, ini menjadi mudah, menyebabkan siklus tak berujung dari promosi diri.Â
Dalam dunia media sosial, penerimaan sosial diukur dengan jumlah likes, komentar, dan bagikan yang Anda peroleh. Bagi individu yang bersifat narsistik, metrik-metrik ini adalah pernyataan yang didorong oleh dopamine, yang meningkatkan rasa percaya diri mereka terhadap diri mereka sendiri.Â
Mereka mempersiapkan keberadaan online mereka dengan cermat, menampilkan "diri terbaik" mereka untuk menarik perhatian dan tepuk tangan sambil mempertahankan tingkat ego mereka. Mereka dapat menarik banyak perhatian karena fokus di media sosial menjadi alat yang kuat dalam diri mereka.
Bahayanya tidak terletak pada pencitraan diri; sebaliknya, kebutuhan terus-menerus akan promosi dan gambaran diri yang tidak realistis yang dimanipulasi untuk menyenagkan publik.
Bagaimana Media Sosial Memfasilitasi Perilaku untuk Mencari Perhatian
Mereka yang narsistik memiliki keinginan alami untuk mendapatkan perhatian orang lain. Selain itu, platform apa yang dapat diandalkan untuk melakukannya selain platform media sosial?Â