Akhirnya tidak lagi mengherankan sikap acuh tak acuh parlemen terhadap problematika laten sosial memuakkan seperti aksi-aksi intoleransi yang tampak terus leluasa oleh para oknum tokoh dan ormas di berbagai tempat di tengah masyarakat plural kita.
Muakkah kita?
Wajar, telah sampai ke level ekstra muak malah.
Amat berkontradiksi jika sejenak kita mereview sejenak jauh ke belakang, yakni pada Desember 1912 di Bandung,Â
berdirinya partai politik pioner di tanah air bernama Indische Partij oleh tiga orang tokoh nasionalisme tulen bangsa:
Ernest Douwes Dekker (Setia Budi), dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Suwardi Suryaningrat.
Berdiri atas misi utama:
Mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang kala itu masih dalam penjajahan Belanda.
Senantiasa menggugah rasa patriotisme bagi semua golongan rakyat bangsa kita terhadap tanah air kita. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat berbagai bentuk upaya kongkrit yang dilakukan oleh Indische Partij, yaitu:
- Memberantas agitasi kebencian antar agama
- Meningkatkan pengaruh pro tanah air di pemerintahan
- Memperjuangkan hak pribumi, dan memberantas kesombongan sosial
Tanpa mengurangi rasa hormat, tampak jelas perbedaan signifikan dari nilai-nilai perjuangan yang ingin dicapai oleh Indische Partij jika dibandingkan dengan eksistensi notabene parpol saat ini.
Mereka sungguh berasal dari semesta rakyat yang bermanifestasi dalam sebuah parpol, sungguh-sungguh mengupayakan perjuangan kongkrit demi kemaslahatan semesta rakyat serta bangsa Indonesia pada era hampir mustahil kala itu yakni era penjajahan Belanda.