Mohon tunggu...
Fajar Perada
Fajar Perada Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang jurnalis independen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pernah bekerja di perusahaan surat kabar di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Yaqowiyu Ki Ageng Gribig Terus Dilestarikan Airlangga Hartarto

25 Januari 2021   12:12 Diperbarui: 25 Januari 2021   12:23 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi yaqowiyu di Jatinom sudah berlangsung ratusan tahun. (foto: Dinas Pariwisata Klaten)

Pada setiap tanggal 15 Safar (bulan kedua dalam penanggalan Jawa), sebuah tradisi turun temurun terus dilakukan, dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jatinom, Klaten. Tradisi ini dikenal sebagai tradisi Yaqowiyu. Namun bagi masyarakat sekitar lebih dikenal sebagai acara Saparan.

Tradisi yang sudah bertahan lebih dari lima ratus tahun itu pertama kali diperkenalkan oleh Ki Ageng Gribig. Beliau adalah ulama terkenal di daerah Klaten dan sekitarnya yang menyebarkan agama Islam di daerah itu.

Carita Yaqowiyu bermula dari kembalinya Ki Ageng Gribig dari menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah. Ki Ageng Gribig yang membawa buah tangan berupa kue apem hendak dibagikan kepada saudara, murid maupun tetangga. Tapi karena tidak cukup, Ki Ageng Gribig kemudian meminta kepada keluarganya untuk dibuatkan kue apem. Apem yang berasal dari kata affum dan artinya maaf itu kemudian disebut apem Yaqowiyu.

Ciri khas Yaqowiyu adalah penyebaran kue apem, penganan khas Jawa yang bundar terbuat dari tepung beras. Apem diberikan atau disebar kepada ribuan warga yang saling memperebutkannya.

Sejak tahun 1589 Masehi atau 1511 Saka, Ki Ageng Gribig selalu melakukan hal ini. Ia mengamanatkan kepada masyarakat Jatinom saat itu, agar di setiap Bulan Safar, memasak sesuatu untuk disedekahkan kepada mereka yang membutuhkan. Amanat inilah yang mentradisi hingga kini di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, yang kemudian dikenal dengan "Yaqowiyu".

Nama "yaqowiyu" berasal dari penyingkatan bacaan doa bagian akhir dalam bahasa Arab sebelum apem dibagikan: yaa qowiyyu, yaa aziz, qowwina wal muslimiin, yaa qowiyyu warzuqna wal muslimiin, yang merupakan doa memohon kekuatan.

Ribuan apem disebarkan dari panggung permanen di selatan masjid yang berlokasi di kompleks pemakaman Ki Ageng Gribig. Masyarakat memercayai bahwa apem tersebut membawa kesejahteraan bagi mereka yang berhasil mendapatkannya.

Tradisi itu kini menjadi sebuah festival yang menjadi unggulan dari Klaten. Tak heran jika masyarakat dari daerah sekitar, Boyolali, Solo, Yogyakarta datang ke Jatinom, Klaten untuk mengikuti festival ini.

Acara festival tersebut dimulai pada malam hari, saat masyarakat Jatinom dari berbagai desa membawa kue apem ke Masjid Agung Jatinom. Masjid berdekatan dengan bangsa pemakaman Ke Ageng Gribig.

Dari ratusan bahkan jutaan kue apem yang sudah didoakan di masjid, kemudian disusun dalam bentuk Gunung.

Selepas acara sholat ashar keesokan harinya, apem disebar kepada pengunjung yang berharap mendapatkan apem tersebut. Tak heran mereka saling berebut untuk mendapatkan apem yang dilemparkan dari panggung di halaman masjid.

Airlangga Hartarto saat masih menjabat Menteri Perindustrain meresmikan renovasi makam Ki Ageng Gribig. (foto: republika.co.id)
Airlangga Hartarto saat masih menjabat Menteri Perindustrain meresmikan renovasi makam Ki Ageng Gribig. (foto: republika.co.id)

Pelestari Festival Yaqowiyu

Hingga kini keturunan dari Ki Ageng Gribig, terus melestarikan dan menjadi panitia Festival Yaqowiyu tersebut. Salah satu keturunan Ke Agung Gribig yang sukses menjadi pejabat di republik ini adalah Ir. R. Hartarto Sastrosoenarto.

Beliau adalah  keturunan asli yang lahir di Klaten, Jawa Tengah, 30 Mei 1932. R. Hartarto  pernah menjadi Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993).

Ia juga Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi (Menko Prodis) pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) dan Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara (Menko Wasbangpan) pada Kabinet Pembangunan VII (1998-1999).

R. Hartarto, juga ikut melestarikan Festival Yaqowiyu secara aktif. Beliau sempat melakukan renovasi bangsal di pemakaman Ki Ageng Gribig pada tahun 1992. Ini merupakan bentuk penghormatan sekaligus melestarikan budaya yang dilakukan Sang Menteri bersuara bariton itu untuk leluhurnya, sang penyebar agama Islam di Jawa.

Hingga kini keturunan R. Hartarto masih ikut melestarikan dan memugar makam Ki Ageng Gribig. Airlangga Hartarto, putra kedua dari  R. Hartarto juga terpanggil untuk merenovasi pemakaman yang usianya sudah ratusan tahun itu.

Pada tahun 2018, Airlangga yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian merenovasi makam Ki Ageng Gribig. Ketua Umum Partai Golkar itu menyatakan jika renovasi yang dilakukannya hanya meneruskan upaya dari sang ayah untuk terus merawat makam leluhur mereka.

"Ini amanat dari almarhum ayah saya untuk merapikan," tuturnya dari keterangan pers yang diterima Republika, Kamis  (25/10/2018). Airlangga mengaku melengkapi renovasi tersebut dengan merapikan bangunan dan lantai yang ada di dalamnya.

Selain lantai, Airlangga Hartarto juga memperbaiki gerbang utama area pemakaman. Ia juga membangun atap dari rangka baja ringan yang melindungi atas asli dari pemakaman. Selain itu, membangun pagar besi sekeliling makam.

Selama kurun waktu 2017 hingga 2018 tersebut, Airlangga Hartarto juga membangun amphitheater yang dipergunakan untuk pengajian dan sholawat lengkap dengan sound system modern.

Namun makam salah satu ulama besar di Jawa itu memang tak dipugar seluruhnya oleh Menko Perekonomian RI itu. Khususnya arema pemakaman yang tetap seperti aslinya. Pintu masuk ke makam yang relatif cukup kecil tetap dipertahankan. Untuk masuk ke pemakaman, orang dewasa memang harus menunduk untuk bisa melewati pintu kecil itu karena relatif pendek.

Menurut cerita penduduk sekitar, ini adalah bentuk penghormatan kepada Ki Ageng Gribig. Jika orang ingin "sowan" atau masuk ke pemakaman, maka mau tak mau, harus merunduk di pintu masuk. Bentuk nisan dalam pemakaman pun tak diubah atau masih menyerupai aslinya.

Pintu makam  Ki Ageng Gribig masih Asli. (foto: aroeng binang)
Pintu makam  Ki Ageng Gribig masih Asli. (foto: aroeng binang)

Keturunan Raja Besar

Dalam buku Muhammadiyah Setengah Abad 1912-1962 terbitan Departemen Penerangan RI disebutkan bahwa Ki Ageng Gribig masih keturunan Maulana Malik Ibrahim yang berputra Maulana Ishaq, kemudian berputra Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri), kemudian berputra Maulana Muhammad Fadhillah (Sunan Prapen) yang berputra Maulana Sulaiman alias Ki Ageng Gribig.

KH Achmad Dahlan yang bernama lahir Muhammad Darwis pendiri Muhammadiyah itu masih keturunannya Ki Ageng Gribig. Begitu pula dengan R. Hartarto dan Airlangga Hartarto yang nyata adalah keturunan wali, kiai besar bahkan masih pula keturunan raja-raja Jawa.

Hal ini dimungkinkan karena Ki Ageng Gribig menikah dengan adik dari Sultan Agung, Raja Mataram, yang bernama Raden Ayu Emas Winongan. Jika ditarik benang, maka Airlangga Hartarto  memiliki garis silsilah sebagai keturunan Panembahan Senopati, raja pertama Mataram. 

Dari berbagai sumber Ki Ageng Gribig sendiri masih keturunan Brawijaya V, raja terakhir dari Majapahit. Ini semakin menguatkan alasan jika Airlangga Hartarto juga bagian dari keturunan raja besar di Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun