"Kami komunikasi kok..." Nina memandang Bianca ragu.
"Komunikasi macam opo heh? cuma tanya kabar, habis itu menghilang tah kemana. lalu seminggu kemudian tanpa basa basi muncul kaya jelangkung."
"Jangan bilang padaku karena dia sibuk." Sela Bianca ketika melihat Nina ingin bicara.
"Itu alasan basi, untuk laki laki yang katanya ingin cari calon istri! Kalau dia memang punya niat, dia akan memberikan waktunya untuk kalian mengenal lebih jauh!" Suara Bianca masih tinggi. Nina menghela nafas.
"Aku tahu..." Ujarnya lemah. Bianca menatap sahabatnya itu kasihan. Dia juga sebenarnya tidak tega berbicara terlalu to the point pada sahabatnya ini, hanya saja dia mulai merasa kesal setiap kali mendengar cerita yang ujung ujungnya hanya penantian tidak jelas dari lelaki itu untuk Nina.
Â
"Halo Nin... bagaimana? bisa bertemu hari ini?"
Suara di seberang alat telekomunikasi mungil yang bernama ponsel ini terdengar ceria dan ringan. Nina menggigit bibirnya, masih berfikir apakah hari ini dia harus bertemu dengan Adrian yg seminggu lalu di kenalkan tante Mia, dan sudah berkali kali di tolak ajakan untuk bertemu, tapi lelaki bernama Adrian ini seakan tak menyerah.
"Ayo lah Nin, sebentar saja, kita bisa ngobrol sambil ngopi." Suara Adrian masih terdengar ringan.
"Aku sedang tidak ingin minum kopi..." spontan Nina bersuara, walau lebih terdengar seperti bergumam. "Oh, oke.. bisa minum teh atau cokelat panas. Cuaca nya mendukung nih minum yang hangat hangat."
Nina tersenyum tipis, lelaki ini sebenarnya begitu baik, sejak perkenalan mereka, Adrian lah yang lebih sering menghubungi nya, mengajak nya ngobrol atau sekedar tanya kabar. Terkadang tanpa di tanya, dia suka menceritakan tentang hari hari nya, tentang pekerjaan nya, yang ntah kenapa terkadang membuat Nina jengah sendiri.