Mohon tunggu...
enysyarafika
enysyarafika Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mitos Jurnalisme

10 Juni 2016   23:53 Diperbarui: 11 Juni 2016   00:07 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

 

RANGKUMAN ISI BUKU "MITOS JURNALISME" 

KARYA DUDI SABIL ISKANDAR DAN RINI LESTARI 

 

Oleh : Eny Syarafika

Nim : 1575150070

 

Bahwa sekarang ini yang terjadi adalah jurnalistik sebagai mitos jurnalisme karena kebenarannya masih tabu. wartawan Indonesia harus menaati Kode Etik Jurnalistik. Member tau kepada membaca bahwa nyaris semua media memiliki afiliasi, hubungan, dan kepentingan partai politik. Media hanya bisa menjadi pilar keempat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan tiga jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga Negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Keberjarakan dengan politik, ekonomi, dan bisnis serta pemegang kekuasaan akan membuat media berani bersikap kritis. Era reformasi membuka peluang untuk terbukanya alam kebebasan pers. Pers yang selama orde baru seolah “disetir”, kini menemui kebebasan. Pers seakan menemukan rohnya sebagai penyuara fakta dan kebenaran. Namun apakah saat ini pers sudah benar-benar menyuarakan fakta dan kebenaran? Momentum pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2014 seolah menunjukkan dengan gamblang bahwa pers Indonesia belum sepenuhnya netral, objektif dan independen. 

 

Pers seolah terbelah menjadi dua, masing-masing mendukung salah satu calon. Dalam hal itu, subjektivitas dukungan. Parahnya lagi, kondisi ini terjadi hampir di setiap pemberitaan. Mulai dari media cetak dan elektronik. Pemberitaan yang disajikan sering ditambahi “bumbu-bumbu” yang kadang tidak objektif dan sering ditemukan berita yang tidak cover both side. Buku ini mencoba menelaah jurnalisme secara detail. Fokus utamanya adalah dari sisi konten berita yang disajikan. Buku ini mengangkat berita yang dibenturkan dengan mitos, sehingga akan terlihat, berita mana yang benar-benar produk jurnalisme murni dan berita yang hanya sekedar mitos. Sepanjang sejarahnya, komunikasi mengenal dua aliran/ mazhab pemikiran. 

 

Komunikasi adalah salah satu cara manusia mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaannya. Dengan komunikasi, manusia mengaktualisasikan segala potensinya. Dalam setiap gerak, manusia berkomunikasi dalam berbagai bentuknya, mikro, meso, dan makro. Komunikasi juga merupakan konsekuensal dari posisi manusia sebagai makhluk sosial.

Yakni aliran perpindahan pesan (mazhab transmisi) dan aliran pertukaran makna (mazhab semiotika). 

Aliran penyampaian pesan adalah yang pertama dan tertua. Ia berkembang di Amerika Serikat, tepatnya sebelum Perang Dunia II. Elemen pokok dari aliran transmisi ini adalah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam perspektif ini, komunikasi adalah sebuah proses perpindahan pesan atau komunikasi bisa dipahami sebagai proses-proses penyampaian pesan, baik verbal maupun nonverbal. Sedangkan aliran pertukaran makna digagas datang belakangan. Tepatnya datang setelah Perang Duni II. Ia berkembang di Eropa. Makna menurut Charles Sanders Peirce dibangun dalam teori segitiga makna atau triangle meaning. 

Elemen utamanya adalah sign, object,dan interpretant.Aliran ini (di sebut aliran semiotik) memamndang komunikasi dalam sebuah proses yang rumit. Menurut mazhab ini, komunikasi tidak sesederhana perpindahan pesan dari komunikator ke komunikan. Tetapi proses komunikasi melibatkan budaya masing-masing elemen. 

Artinya, satu simbol tertentu akan dipandang berbeda oleh author dan reader.Kedua aliran komunikasi tersebut turut mewarnai perkembangan di dunia jurnalisme. Kemudian, apakah itu teori kontruksi realitas sosial? Berikut buku ini menjelaskan. Teori kontruksi realitas sosial adalah khas Peter L. Berger dan Thomas Luckman. 

Sejak dicetuskan pada 1966, teori ini banyak menginspirasi kajian di ranah ilmu sosial, termasuk komunikasi. Secara umum, teori ini membahas tentang sosiologi pengetahuan. Teori ini berusaha mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka ranah sosiologi. 

Menurut teori ini, kenyataan dibangun secara sosial, sehingga sosiologi pengetahuan harus menganalisis terjadinya kenyataan tersebut. Setiap individu dalam masyarakat merupakan pihak yang membangun masyarakat, pengalaman individu tidak bisa dipisahkan dengan gerak dan dinamika masyarakatnya. 

Bagaimana dengan teori realitas media? Menurut Akbar S. Ahmed, ada beberapa karakteristik media. 

Pertama, media tidak setia dan tidak ingat teman. Setiap individu dalam masyarakat merupakan pihak yang membangun masyarakat, pengalaman individu tidak bisa dipisahkan dengan gerak dan dinamika masyarakatnya. 

Bagaimana dengan teori realitas media? Menurut Akbar S. Ahmed, ada beberapa karakteristik media. 

Pertama, media tidak setia dan tidak ingat teman. Kedua, media memperhatikan warna kulit dan pada lahirnya bersifat rasis. Ketiga, media adalah pengabdian diri dan bersifat sumbang. Keempat, media massa telah menaklukan kematian. Kelima, pada dasarnya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Keenam, media telah membuat fakta menjadi lebih asing daripada fiks, sehingga fiksi lebih enak dilihat dan didengar.

Ketujuh, media dengan dingin bersifat netral terhadap posisi-posisi moral dan pesan-pesan spiritual. 

Kedelapan, media kuat karena teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi kultural. 

Kesembilan, dalam dunia kita media memainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran tersebut. 

 

KONSTRUKSI REALITAS MEDIA

 Media massa dengan segala perangkat dan kelengkapannya bukan lagi merupakan kebutuhan masyarakat kontemporer. Ia adalah urut nadi dan kesadaran. Tidak ada ruang hampa yang lepas dari pengaruh media massa, baik itu negatif ataupun positif bahkan biasa dikatakan bahwa media massa merupakan sesuatu yang given.

 Menurut Akbar S. Ahmed ada beberapa karakteristik media. Pertama, media tidak setia dan tidak ingat teman. Kedua, media memperhatikan warna kulit dan pada lahirnya bersifat rasis. Ketiga, media adalah pengabdian diri dan bersifat sumbang. Keempat, media massa telah menakhlukan kematian. Kelima, pada dasarnya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Keenam, media telah membuat fakta menjadi lebih asing daripada fiksi, sehingga fiksi lebih enak dilihat dan didengar. 

Ketujuh, media dengan dingin bersifat netral terhadap posisi-posisi moral dan pesan-pesan spiritual. Kedelapan, media kuat karena teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi kultural. Kesembilan, dalam dunia kita media emmainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran tersebut. 

Sejak kemunculan internet, plus kemudahan mengaksesnya, berbagai aspek kehidupan masyarakat berubah secara drastis dan dramatis. Internet juga sering disebut konvergasi media dan media internal. Kemunculan media akses yang berbasis internet kian mempertajam efek media.

 Internet memiliki memampuan yang belum ada sebelumnya untuk mengembangkan bentuk baru relasi sosial dan untuk mendeskripsikannya melalui kebaruan interaktivitas. Karena itu, internet kini telah menjadi sumber individu bebas dan kelompok kecil dalam dunia egalitarian yang didalamnya individu tidak dirintangi oleh batasan bangsa, kelas, gender, atau properti. Setelah media cetak dan elektronik menghegemoni masyarakat dalam beberapa dekade terakhir, kini internet menjadi biang arus informasi. Harus diakui internet menciptakan kebebasan individu yang tidak pernah ada dan terbayangkan sebelumnya. Tanpa sekat kultural apapun (termasuk sekat etnis, ras, agama, geografis, dan strata sosial) individu bebas melakukan aktifitas diruang cyberpublik. Ia bebas berpendapat, berekspresi, dan berserikat tanpa ketakutan. Dalam situasi dan kondisi ini, kontrol etika dan moral cenderung mengendur.

 Etika sosial dari keluarga, masyarakat, negara, dan institusi formal lain yang selama ini mengikat dan membatasi ruang gerak akan memudar. John Perry Barlow melihat internet sebagai keterputusan yang membebaskan diri dari semua bentuk kekuasaan negara yang akan mencoba meregulasinya. 

Sebuah berita dimedia bukan hanya rangkaian fakta yang tersusun menjadi sebuah kalimat, paragraf, tayangan, dan siaran. Ia juga merupakan resperentasi dari pikiran dan sikap penulis, kameramen, asisten redaktur, redaktur, produser, dan editor, plus kebijakan redaksi yang tertuang dalam editorial atau tajuk rencana. Minimal segala latar belakang budaya, pergaulan, dan pendidikan wartawan sangat mempengaruhi bagaimana fakta dikonstuksi dalam sebuah berita.

Kesembilan, dalam dunia kita media memainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran te. Ketiga, media adalah pengabdian diri dan bersifat sumbang. Keempat, media massa telah menakhlukan kematian. Kelima, pada dasarnya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Keenam, media telah membuat fakta menjadi lebih asing daripada fiksi, sehingga fiksi lebih enak dilihat dan didengar. Ketujuh, media dengan dingin bersifat netral terhadap posisi-posisi moral dan pesan-pesan spiritual. Kedelapan, media kuat karena teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi kultural. 

Kesembilan, dalam dunia kita media emmainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran tersebut. Sejak kemunculan internet, plus kemudahan mengaksesnya, berbagai aspek kehidupan masyarakat berubah secara drastis dan dramatis. Internet juga sering disebut konvergasi media dan media internal.

 Kemunculan media akses yang berbasis internet kian mempertajam efek media. Internet memiliki memampuan yang belum ada sebelumnya untuk mengembangkan bentuk baru relasi sosial dan untuk mendeskripsikannya melalui kebaruan interaktivitas. Karena itu, internet kini telah menjadi sumber individu bebas dan kelompok kecil dalam dunia egalitarian yang didalamnya individu tidak dirintangi oleh batasan bangsa, kelas, gender, atau properti. 

Setelah media cetak dan elektronik menghegemoni masyarakat dalam beberapa dekade terakhir, kini internet menjadi biang arus informasi. Harus diakui internet menciptakan kebebasan individu yang tidak pernah ada dan terbayangkan sebelumnya. Tanpa sekat kultural apapun (termasuk sekat etnis, ras, agama, geografis, dan strata sosial) individu bebas melakukan aktifitas diruang cyberpublik. Ia bebas berpendapat, berekspresi, dan berserikat tanpa ketakutan. 

Dalam situasi dan kondisi ini, kontrol etika dan moral cenderung mengendur. Etika sosial dari keluarga, masyarakat, negara, dan institusi formal lain yang selama ini mengikat dan membatasi ruang gerak akan memudar. John Perry Barlow melihat internet sebagai keterputusan yang membebaskan diri dari semua bentuk kekuasaan negara yang akan mencoba meregulasinya. Sebuah berita dimedia bukan hanya rangkaian fakta yang tersusun menjadi sebuah kalimat, paragraf, tayangan, dan siaran. 

Ia juga merupakan resperentasi dari pikiran dan sikap penulis, kameramen, asisten redaktur, redaktur, produser, dan editor, plus kebijakan redaksi yang tertuang dalam editorial atau tajuk rencana. Minimal segala latar belakang budaya, pergaulan, dan pendidikan wartawan sangat mempengaruhi bagaimana fakta dikonstuksi dalam sebuah berita. Fakta yang hanya ditulis apa adanya akan kering gaya dan tidak nyaman dibaca. Gaya menyajian ini pula membuat berbagai warna. 

Dengan demikian, mulai dari mencari, menemukan, dan menkonstruksi fakta, wartawan sudah dikonstruksi dengan berbagai hal yang tidak netral dan independen. Ada tiga pertimbangan sebuah peristiwa menjadi berita di media, yaitu ideologis, politis, dan bisnis. Pertimbangan ideologis terjadi karena faktor pemilik atau nilai-nilai yang dihayatinya. 

Pertimbangan politis berangkat dari kenyataan bahwa pers tidak terlepas dari kehidupan politik. Apalagi pers adalah disebut sebagai pilar keempat demokrasi (the fourth estate of democracy). Sedangkan kepentingan bisnis berkaitan dengan pemasukan dari iklan. Ketiga pertimbangan itu juga berpengaruh pada sudut pandang berita. Disinilah kebijakan redaksi menentukan arah sebuah berita. Makanya tidak ada berita yang netral, tuna-ideologi, dan tanpa kepentingan. Sebab berita, seperti produk media lain. Merupakan hasil seleksi dan rekonstruksi.

BAHASA DAN KONSTRUKSI REALITAS MEDIA 

Manusia adalah makhluk yang berbahasa. Dengan bahasa manusia melakukan komunikasi. Menurut Poepoprodjo yang dikutip Alex Sobur, hakikat bahasa adalah bahasa penutur (lisan). Ia didengar bukan ditulis dan dilihat. Selain untuk komunikasi, bahasa merupakan ekspresi dari sikap, pikiran, dan gagasan yang dimiliki seseorang. 

Dalam keseharian, kemampuan bahasa ditentukan oleh penggunaan, makna, simbol, dan komunikasi. Bahasa, kata Ahmad Mulyana, adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis. Karenanya bahasa bisa dijaadikan alat komunikasi. Bahasa merupakan tanda yang merepresentasikan kekuasaan, gaya hidup, cara berfikir, dan sebagainya. Seperti dipaparkan diatas komunikasi bukan hanya proses penyampaian pesan, tetapi juga pertukaran simbol yang kemudian membentuk makna. 

Makna terjadi karena ada tanda. Ada tiga jenis makna dalam sebuah proses komunikasi, yaitu makna sipenutur, makna bagi sipendengar, dan makna tanda (sign meaning) yang melekat pada tanda itu sendiri. Makna ketiga merujuk pada sifat yang inherentpada tanda tersebut sehingga diketahui apakah penggunaan kata dan gagasan tersebut tepat atau tidak.

 Oleh sebab itu, menurut Arthur Asa Berger, makna bersifat relasional. Segala sesuatu akan bermakna jika memiliki hubungan dengan jenis yang dilekatkannya. Hubungan tersebut bisa tersurat (jelas) atau tersirat (tersembunyi). Makna adalah hubungan sosial yang dibangun oleh sinyal diantara sang emisor dan resektor ketika tindakan semik sedang berlangsung. Dengan demikian, makna timbul karena ada interaksi antara satu orang atau lebih dalam konteks tertentu melalui berbagai medium.

REPRESENTASI MAKNA MEDIA Dalam pandangan Judi Giles dan Tim Middleon, represent mempunyai tiga pengertian, yakni, to stand in for (melambungkan), to speak or act on behalf of (berbicara atas nama seseorang), dan to re-present (menghadirkan kembali peristiwa yang sudah terjadi). Representasi merupakan sebuah tanda yang tidak sama dengan yang sebenarnya. Hanya saja ia ditautkan melalui realitas yang menjadi referensinya. Kata representasi menurut Graeme Burton memiliki definisi yang simpel dan menyeluruh. Definisi sederhana menyangkut stereotip, sedangkan versi yang menyeluruh berkaitan dengan sisi media yang tampak dari teknologi.
 Sedangkan Marcel Denasi memberi definisi representasi yang sangat lengkap. Menurutnya representasi sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi dan sebagainya) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, dan memproduksi sesuatu yang dilihat, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Pengertian representasi nyaris sama dengan pencitraan, yaitu proses pembentukan citra melalui proses yang diterima oleh khalayak, baik secara langsung maupun melalui media sosial atau media massa. 

Pencitraan berkaitan dengan empat hal, yaitu (1) representasi dimana citra merupakan cermin realitas, (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan memberi gambaran yang salah tentang realitas, (3) citra menyembunyi bahwa tidak ada realitas, dan (4) citra tidak memiliki sama sekali hubungan dengan relitas apapun. JURNALISTIK ONLINE Media yang diyakini muncul pertama kali pada era Julius Cesar. Saat itu ada dua media massa, yaitu, Acta Diurna dan Acta Senatus. Acta Diurna adalah pengumuman dari agenda dan kegiatan kerajaan. Saat ini populer dengan lembaga ekskutif. Sedangkan Acta Senatus merupakan catatan harian tentang agenda dan kegiatan senat atau setara dengan dewan perwakilan rakyat saat ini. Beberapa karakteristik media/jurnalisme online, anatara lain: Unlimited space. Jurnalistik online memungkinkan halaman tak terbatas. Ruang bukan masalah. Artikel dan berita bisa sepanjang dan selengkap mungkin, tanpa batas. Audiens Control. Jurnalistik online memungkinkan pembaca lebih leluasa memilih berita/informasi. Non-Lienarity. 
Dalam jurnalistik online masing-masing berita berdiri sendiri, sehingga pembaca tidak harus emmbaca secara berurutan. Stronge and retrieval. Jusnalistik online memungkinkan berita “abadi”, tersimpan, dan bisa di akses kembali dengan mudah kapan dan dimana saja. Immediacy. Jurnalistik online menjadikan informasi bisa disampaikan secara sangat cepat dan langsun. Multimedia capabelity. Jurnalistik online memungkinkan sajian berita berupa teks, suara, gambar, video, dan komponen lainnya sekaligus.  MITOS JURNALISME SEBAGAI PILAR KEEMPAT DEMOKRASI Di era modern dengan kapitalisme sebagai urat nadi, media dan politik bertemu dengan faktor bisnis. Dengan tuntutan kapitalisme media berubah menjadi industri, menjadi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan. Ia bukan lembaga sosial sebagai mana fungsi dasarnya, yakni, menyampaikan berita. Maka lengkaplahn penderitaan pers Indonesia ketika media bersinergi dengan bisnis dan politik. Berita sebagai jantung jurnalisme kehilangan substansinya. Media hanya bisa menjadi pilar ke empat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan tiga jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Keberjarakan dengan politik, ekonomi, dan bisnis serta pemegang kekuasaan akan membuat media berani bersikap kritis. Sebaliknya, jika dalam satu naungan kekuasaan, ungkapan Lord Acton ‘power teends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely’ (kekuasaan itu cenderung berbuat korup, kekuasaan yang absolut dengan sendirinya pastilah korup) menemukan kebenarannya. Pers menjadi mitos ketika pers kehilangan makna denotatifnya, yaitu sebagai penyampai informasi dan author makna bagi khalayak. Pers menjadi mitos ketika ia berada di wilayah konotatif. JURNALISME SEBAGAI MITOS Liputan6.com 50 Buku Jihad dari Teroris Ciputat Diserahkan ke Komnas HAM Dalam berita ini tidak jelas apa yang dimaksud dengan teroris? Apa itu jihad? Apa itu tadzkirah? Tidak ada penjelasan yang cukup. Pembaca hanya tahu bahwa polisi menyita 50 buku berisi ajaran jihad dari penggerebekan terduga teroris di rumah kontrakan di Jalan H. Dewantoro Gang H. Hasan, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Dalam penggerebekan tersebut, enam terduga teroris tewas dalam baku tembak dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Wartawan yang megikuti konferensi pers tidak kritis dengan ketidakjelasan terminologi teroris, jihad, dan tadzkirah. Seharusnya wartawan harus bertanya, skeptis, atau bahkan ragu dengan keterangan kepolisian tersebut sehingga ia berusaha mencari tahu fakta tentang tiga istilah tersebut. Merdeka.com Cerai dari Brad Pitt, Begini Perasaan Jennifer Aniston Frasa “Begini Perasaan” dalam judul berita ini mengandung pengertian hasil atau perbuatan merasa dengan pancaindra, rasa atau keadaan batin sewaktu menghadapi (merasai) sesuatu atau kesanggupan untuk merasa atau merasai, dan pertimbangan batin (hati) atau sesuatu.Metrotvnews.com Densus Tangkap Teroris di Banyuwangi Kelemahan paling nyata dari berita berjudul “Densus Tangkap Teroris di Banyuwangi” adalah tidak ada verifikasi fakta. . Ada lima item indikator dalam verifikasi fakta, yaitu (1) wartawan juga menambah atau mengarang apapun, (2) jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsan, maupun pendengar, (3) bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi, bersadarlah terutama pada reportase sendiri, dan (5) berikaplah rendah hati.Vivanews.co.id Diam-diam Naikkan Harga Elpiji 12 Kg, Ini Alasan Pertamina Pemberian judul “Diam-diam” dalam berita tersebut tidak menunjukan yang sebenarnya. “Diam-diam” berarti dilakukan dengan tanpa pemberitahuan. Dalam judul yang dipakai dalam berita ini diasumsikan wartawan turun ke lapangan untuk mencari dan menemukan data tentang kenaikan harga elpiji 12 Kg yang secara diam-diam dilakukan Pertamina. Ternyata tidak ada usaha yang mencerminkan kenaikan harga diam-diam. Ternyata kedua wartawan tersebut hanya melakukan kontak melalui telepon seluler bukan berdasarkan pencarian ke lapangan.Beritasatu.com Ditanya Soal Bunda Putri, Dipo Alam Sinisi Elite PKS Elite itu kelompok bukan personal. Ketika berita menyebut elite PKS hanya pada Luthfie Hasan Ishaak. Penyebutan elite sebagai mitos dari sekelompok PKS yang mengenal Bunda Putri. Dalam berita ini elite menjadi mitos untuk menggambarkan atau mendeskriditkan PKS sebagai partai yang memiliki petingginya korup. Karena menjadi narasumber tunggal dalam berita ini, semua yang ditulis dari satu versi. Mitos adalah anggapan. Wajar jika berita ini adalah sebuah mitos daripada sebuah fakta tentang penyebab hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Tempo.co Serang SBY, Anas Pertanyakan Surat Dukungan Makna denotatif dari kata “Serang SBY” dalam judul berita ini memiliki pengertian mendatangi untuk melawan (melukai, memerangi, dsb); menyerbu; melanda; melanggar; menimpa; atau menentang (seperti melancarkan kritik), atau menolak hujan; menangkal. Tetapi dalam keseluruhan teks beritanya tidak ada satu pun kata yang menegaskan Anas menyerang Susilo Bambang Yudhoyono. Okezone.com Premium Turun, Diam-diam Pertamina Naikkan Elpiji 12 Kg Dengan demikian, makna denotatif “Diam-diam” tidak ada dalam berita tersebut. Justru dari judul berita tersebutlah munculnya makna konotatif yang kemudian memunculkan mitos versi Roland Barthes. Baik berita vivanews.co.id maupun okezone.com memunculkan sebuah mitos dalam jurnalistik. Mitos yang timbul dari ketidakakuratan dalam menulis fakta.  Dengan demikian, dalang adalah mitos dalam berita ini. Pasca reformasi hingga kini, perkembangan jurnalisme kita mengafirmasi satu hal. Bahwa produk jurnalistik adalah mitos, yaitu sesuatu anggapan yang belum tentu benar. Bandingkan dengan jurnalisme sejati yang pasti mengandung kebenaran seperti doktrin Bill Kovach dan Tom Rosentiel. Jurnalisme sebagai mitos bisa didekati melalui teori yang dikemukakan Shoemaker dan Reese ketika membaca media. Ada dua pendekatan, yakni, pasif (yang menempatkan media melaporkan realitas sosial yang sebenarnya) atau positivistik dan aktif (media mengkontruksi peristiwa menjadi realitas media) atau konstruktivis. Bahkan teori Shoemaker dan Reese ini perlu ditambahkan dengan pendekatan interaktif, yaitu sikap kritis untuk mencurigai agenda media dibalik berita. Dengan dua pendekatan aktif dan interaktif ini, media memiliki perspektif sendiri terhadap realitas yang bakal disajikan kepada publik. Inilah yang disebut berita sebagai manipulasi dalam berbagai betuk tergantung jenis medianya. Dengan kata lain, pembaca, pemirsa, dan penonton menginterpretasikan pesan dan makna yang disampaikan media dengan penuh kepentingan, bukan kebenaran. Hal ini terjadi karena produksi pesan dan maknanya pun berbanding lurus dengan penerima dan pembacanya. Media (jurnalisme) memiliki agenda sendiri dan mandiri. Ia tidak berhubungan dengan kepentingan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun