Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Percaya dan Kejujuran dari Transaksi Pentol

8 Januari 2024   17:52 Diperbarui: 8 Januari 2024   20:18 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pentol (foto : yummy advisor)

Tidak terasa sudah hari ke-8 dari 366 hari di 2024.Dan ternyata saya belum ada menulis buat Kompasiana di tahun baru ini hehe

Kali ini saya maumenulis soal kejujuran dan rasa percaya saja. Di satu sisi, kejujuran adalah barang langka saat ini .Namun di sisi lain, kejujuran ternyata masih dimiliki oleh banyak orang baik.

Beberapa waktu lalu saya memesan ojek online untuk mengirimkan sebuah barang (delivery). Saya membayar lunas biaya pengiriman di tempat, bahkan saya tambah 75 persennya karena saat itu sudah malam dan mulai gerimis. Ternyata setelah sampai di tempat penerima, abang ojol masih menagih biaya pengiriman kepada penerima. Bahkan mengatakan belum mendapat bayaran kepada penerima paket.

Penerima paket pun akhirnya membayar (lagi), walaupun sudah saya infokan kalau paketnya sudah dibayar ketika barang diserahkan. terus terang saya gemes juga dengan ketidakjujuran abang ojol ini. Walaupun sebenarnya  uang yang dibayarkan tidak seberapa juga. Tapi justru karena tidak seberapa itu, kok sampai tidak jujur segala.

Cuma pelajarannya, kejujuran memang nggak bisa dilihat hanya dari tampilan belaka. Karena ketika saya menyerahkan barang,abangnya tampak sangat ramah dan bersahabat. hehe .

Cerita kejujuran lainnya adalah ketika makan di tukang pentol. Kebetulan di kota saya, Banjarmasin,  dimana-mana banyak penjual pentol. Kebanyakan penjual pentol ini adalah pendatang dari pulau Jawa, walau ada juga warga lokal yang bebisnis pentol.

Buat yang belum tahu, pentol adalah sebutan lain dari bakso. bentuknya juga bulat dan mungkin pembuatannya juga sama saja dengan bakso.

Cuma kalau bakso biasanya dilengkapi dengan kuah, mie ,bihun dan sayuran/touge atau ditambahkan tahu dan pangsit.nah pentol tidak memakai kuah. Walau ada juga pedagang pentol yang mempersilakan pembeli yang ingin " meracik" pentolnya menjadi ala sajian bakso.

Menurut wikipedia sih, memang ada sedikit perbedaan bakso dan pentol ini.  

Pênthol, disebut juga dengan cembul atau pênyol) adalah sebutan untuk jajanan tradisional serupa seperti bakso yang memiliki kandungan dagingnya lebih sedikit, terkadang pentol hanya terbuat dari tepung kanji (panganan serupa yang terbuat hanya dari tepung kanji biasanya disebut cilok). 

Pentol bervariasi macamnya, mulai dari pentol kanji, pentol isi telur puyuh, pentol isi gajih, pentol tahu, pentol siomay, pentol ikan dan pentol goreng. Ada pula  pentol mercon yang pedas .

Nah, di kota kami,  penjual pentol tidak hanya berdagang pentol saja. tapi biasanya juga ada varian lain dalam satu wadahnya seperti otak-otak, telor rebus, beragam tahu dan masih banyak lagi. Ada juga pedagang pentol goreng. biasanya pentol goreng ini berupa pentol yang dicampur tepung dan digoreng lagi.

Mereka juga menjual berbagai gorengan. Mulai telor tepung goreng (telur rebus diiris dan dibalur tepung baru digoreng), tempe dan tahu tepung goreng, ceker goreng dan banyak lagi variannya. Selain pentol asli yang mirip bakso tadi.

Buat yang pernah mencoba pentol pasti ketagihan. Penggemarnya juga banyak dibandingkan jenis jajanan lainnya.

Tidak heran, banyak pentol viral dan laku keras di Banjarmasin. Belum buka pagi pun ,ada yang sudah ditunggu oleh pelanggan setianya sekitar jam 7.00 an pagi.

Sampai ada yang mengatakan omset per harinya tukang pentol bisa sampai Rp 700K lebih/harinya. Bahkan ada guyonan kalau yang jual pentol omsetnya per hari Rp 700K-800K namun yang makan pentolnya (secara rutin) rata-rata hanya bergaji UMR daerah hehehehe.

Belajar Jujur dan Percaya

Tapi sebenarnya saya tidak membicarakan kesuksesan penjual pentol atau antusias para pembeli tapi soal kejujuran.

Ketika pembeli membeli pentol, mereka hanya disediakan tusukan dari lidi buat mengambil pentol dan berbagai saus-nya. Biasanya berupa saus tomat biasa dan saus pedas. Tapi ada juga yang menyediakan sambal buat cocolannya. Tambahan lainnya biasanya juga ada bawang goreng.

Nah, pembeli dipersilakan menghitung sendiri berapa yang dimakan. Sama sekali penjual pentol tidak menghitung dan tidak ambil peduli apa yang dimakan para pembeli. Mereka bebas memilih dan memakan berapa banyak yang mereka mau. Nantinya ketika membayar barullah pembeli akan menyebutkan berapa pentol yang ditusuk, berapa tahu yang mereka makan atau berapa gorengan yang sudah mereka santap.

Penjual tinggal menghitung berapa yang harus dibayar. Dan transaksipun berakhir. Yang unik dari transaksi ini, kejujuran pembeli diuji, untuk mengatakan berapa yang sudah dimakan.

Kemudian juga  dari penjual pentol, kita belajar tentang sebuah kepercayaan. Percaya saja yang dikatakan pembeli,berapa yang sudah mereka konsumsi tanpa pernah menyanggah. Dan saya yakin, didalamnya juga pasti terselip keikhlasan

**

Seperti di awal tulisan saya sebutkan, mencari orang jujur di zaman sekarang memang tak lagi mudah. Tapi bukan berarti tidak ada. Demikian juga dengan membangun kepercayaan berlandaskan kejujuran, tentu bukan hal mudah.

namun dari paman pentol tadi kita belajar banyak, bahwa rasa percaya yang dibangun harus disertai dengan prasangka baik. Demikian pula dari pembeli pentol kita belajar, masih banyak orang yang jujur di muka bumi ini. Yah, barangkali sih tetap ada satu dua oknum yang tidak jujur dalam mengambil pentol.

Memakan 7 atau 10 tetapi hanya mengatakan memakan 5 buah pentol. Tapi tak apa. Selain penjualnya juga ikhlas aja tadi, yah kita juga berprasangka baik aja. Siapa mereka memang salah hitung saat itu..hehe

Semoga bermanfaat.

Salam, 

*tulisan 1 di 2024*  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun