Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Ibu Oyok dan Manisan Pala Buatannya

20 November 2019   18:27 Diperbarui: 21 November 2019   03:54 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Oyok-Dokumentasi Pribadi

Bogor emang daerah dengan cerita yang tiada habisnya. Jika selama ini  saya lebih mengenalnya sebagai daerah dengan beragam daerah wisata lokal yang berdekatan, ternyata Kota Hujan ini memiliki potensi produksi berbagai aneka makanan. 

Hmn... Selain dari asian, roti unyil, kue lapis talas atau produk makanan khas Bogor lainnya, ternyata ada satu lagi yang bisa dibuat jadi bahan cerita atau oleh-oleh jika berkunjung ke kota ini.

Salah satu makanan yang musti dicicip dari kota Bogor, tidak lain dan tidak bukan ialah manisan pala. Seperti kita tahu salah satu alasan mengapa Nusantara menjadi bangsa tujuan jajahan ialah karena kekayaannya akan rempah. 

Rempah pala salah satu diantaranya. Apa sebab, karena pala memiliki khasiat yang sangat baik dan bermanfaat bagi kesehatan.

Buah pala mengandung senyawa kimia bermanfaat. Beberapa manfaat buah pala misalnya mengobati susah tidur, melancarkan pencernaan, meningkatkan selera makan, meringankan nyeri haid, melancarkan pencernaan dan meningkatkan selera makan, serta banyak manfaat lainnya.

Walaupun dalam sejarah sebenarnya yang paling terkenal dengan rempah pala ialah pulau Banda tetapi Bogor ternyata cukup terkenal dengan rempah pala. 

Tak terkecuali olahan manisan pala. Tapi ini bukan mau bahas tentang sejarah rempah pala loh iya.. melainkan sejarah ibu Oyok dan manisan pala buatannya.

Ibu Oyok, salah satu dari sepuluh dari daftar UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) manisan pala basah dan kering di daerah Pasar Dramaga. Menurut saya, sangat menarik mendengar dan menyaksikan usahanya.

Bagaimana ceritanya saya bisa bertemu dengan ibu Oyok ialah ikutan acara KPK (Komunitas Penggila Kuliner). Itu lohh.. komunitas yang doyan icip-icip makanan lalu ceritain pengalaman dalam bentuk tulisan #WeEatWeWrite. 

Bersama sekitar tiga belas orang kami kulineran sekaligus mengunjungi rumah ibu Oyok.

On The Way ke rumah ibu Oyok

Setiba di stasiun Bogor, bersiap berangkat-Dokumentasi Pribadi
Setiba di stasiun Bogor, bersiap berangkat-Dokumentasi Pribadi
Sesuai alur acara yang telah diberikan oleh bapak Boz Madyang, semua peserta yang kebanyakan datang dari Jakarta tiba dengan tepat waktu di meeting point. Tepatnya di stasiun Bogor.

Karena jam sudah berdekatan dengan waktu ishoma (istirahat, sholat dan makan siang), sebelum ke rumah ibu Oyok, kita mampir sebentar untuk isi perut dulu sekalian icip makanan di salah satu resto disana.  

Nah, tibalah kita di Dramaga Station. Rumah makan bernama pondok lesehan Kampung Kuring Dramaga. Menurut mba Nisa restoran ini merupakan restoran terkenal karena rasanya yang asoi. Kalau menurut saya, sambalnyalah yang membuat makan siang itu jadi sedap. Sampai-sampai waktu itu kita kekurangan sambal.

Usai makan kami bergerak menuju rumah ibu Oyok yang terletak tak jauh dari Pasar Dramaga. Kedatangan kami disambut baik oleh ibu Oyok dan keluarga. 

Ibu Oyok menjelaskan tentang kisahnya menjadi pengolah manisan pala. Ibu Oyok sendiri sudah mengolah pala sejak tahun 1982 meneruskan usaha orangtuanya yang juga sudah mengolah pala sebelumnya.

Ceritanya, waktu hanya ada pala di Bogor yang mampu dia olah. Bermodalkan empat ratus ribu rupiah pada zaman itu beliau dapat memproduksi 50 kg manisan pala. Buah pala waktu itu dibeli dari daerah Ciapus, Kelapa Tujuh dan beberapa daerah lainnya.

Ibu Oyok sedang mencampur pala dengan gula untuk membuat manisan pala kering berwarna alami (krem) dan hijau-Dokumentasi Pribadi
Ibu Oyok sedang mencampur pala dengan gula untuk membuat manisan pala kering berwarna alami (krem) dan hijau-Dokumentasi Pribadi
Melalui usahanya dari manisan pala beliau dapat menabung. Dari tabungannya itulah beliau mengembangkan usahanya serta membangun rumah tinggal yang cukup lapang untuk ditinggali oleh keluarga dan anak-anaknya pada tahun 1990. 

Rumah bercat warna hijau yang kami kunjungi hari itu. Pula menghidupi kelima anaknya yang sekarang di antaranya empat anak sudah berkeluarga.

Selain membuat manisan lada, ibu Oyok memiliki kebun berisi tanaman, termasuk pala di dalamnya. Jika permintaan lagi sepi karena permintaan pala berlangsung pada waktu tertentu seperti saat lebaran dan tahun baru maka ibu Oyok mengurusi kebunnya. 

Pada saat ramainya dalam tiga bulan ibu Oyok sendiri dapat memproduksi  hingga satu ton manisan pala.

 Dari daging buah pala yang sepat menjadi manisan pala yang bermanfaat

Ibu Oyok mempraktikkan cara menggulai pala yang siap dikeringkan-Dokumentasi Pribadi
Ibu Oyok mempraktikkan cara menggulai pala yang siap dikeringkan-Dokumentasi Pribadi
Setelah mendengar cerita singkatnya, kami diperbolehkan melihat dapur ibu Oyok secara langsung. Bahkan secara gamblang beliau jelaskan tentang pengolahan manisan pala. 

Buah pala yang dipanen, direndam selama tiga hari menggunakan air garam, lalu diangkat, dikupas, dibentuk bunga, dicuci selama dua hari,  lalu dicampur dengan gula.

Dalam membuat manisan pala basah cukup direndam dengan gula, sedangkan untuk manisan pala kering, pala yang sudah direndam kemudian dicampur gula kering lalu dijemur selama satu hari di sinar matahari untuk dioven kemudian selama dua hari. 

Jika dirunut pengolahan manisan pala sendiri bisa memakan waktu hingga satu minggu. Manisan pala yang sudah jadi awet selama satu tahun sedangkan pala kering dapat disimpan dalam kulkas selama enam bulan.

Jujur saja, ini pertama kali saya melihat dan menyicip manisan pala. Ibu Oyok sendiri menghasilkan manisan pala basah dan kering. Manisan pala kering ada tiga warna, warna alami pala (krem), warna hijau dan warna merah jambu. 

Warna manisan pala dibuat dengan cara merendam buah pala sesuai dengan warna yang diinginkan selama dua hari. Lalu dikeringkan selama dua hari.

Untuk mencegah pembentukan busa selama direndam dengan air gula, diberi sedikit natrium bisulfit, pengawet makanan yang diperoleh dari apotik dan diberi takaran. 

Menurut ibu Oyok, pemberian natrium bisulfit ini, walaupun aman untuk makanan, dia memberi sedikit saja karena pemberian terlalu banyak akan mengurangi rasa manisan pala.

Setelah manisan pala jadi, manisan pala dijual kepada reseller atau konsumen lainnya. 

Sekelebat pikiran ini melayang, kalau kita ingat-ingat pelajaran sejarah dulu, dari buah pala yang kemudian dibawa ke negara-negara Eropa ialah bijinya. 

Mengapa hanya bijinya ya? Saya cukup bertanya-tanya. Satu-satunya jawaban yang dapat saya kira-kira ialah karena daging pala lebih mudah mengalami pembusukan dibandingkan dengan bijinya yang tahan lama.

Manisan pala basah yang sudah siap dikonsumsi berbentuk bunga-Dokumentasi Pribadi
Manisan pala basah yang sudah siap dikonsumsi berbentuk bunga-Dokumentasi Pribadi
Mengolah menjadi manisan pala, cara yang menarik untuk meraih manfaat yang terdapat dalam kandungan buah pala. Manisan pala ini dijual seharga 35K perkilo untuk manisan pala kering dan 30K perkilo untuk manisan pala basah.

Siang terik itu pun kami berkesempatan menyicip pala basah dan kering, persediaan manisan pala yang sudah jadi sebelumnya. Menurut saya, manisan pala basah lebih terasa bila dibandingkan dengan manisan pala kering. Rasanya manis bercampur sepat dan khas buah pala. Cocok dimakan disiang terik.

Sampai saat ini, Ibu Oyok belum tahu bagaimana kelanjutan bisnis manisan pala. Dia berharap salah satu anaknya bisa meneruskan pembuatan manisan pala. 

Selain berharap manisan pala ini semakin terdengar oleh banyak orang. Ya, harusnya begitu mengingat kandungan dalam daging buah pala berkhasiat bagi kesehatan.

Logo KPK (Komunitas Penggila Kuliner)
Logo KPK (Komunitas Penggila Kuliner)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun