Waktu kami berkujung suasana sekolah kedokterannya masih kental sekali. Tidak terbayang bagaimana mahasiswa belajar di sekolah kedokteran dengan peraturan yang sangat ketat. Selain pintar,mereka pasti kuat.Â
Bayangkan ukuran peralatan kedokteran jaman dahulu amat sangat besar! Pada saat memasuki kamar asrama, ada koper jadul di bawah setiap tempat tidur. Â Mengingatkan saya pada sebuah koper lama milik kakek.Â
Suasana kelas kentara sekali akan keutamaan kaum adam dalam memperoleh pendidikan. Namun di museum ini pula saya bertemu Ibu Dewi Sartika, perempuan pelopor pendidikan. Juga Ibu Kartini, Â perempuan yang mendedikasikan dirinya mengabdi mempertahankan hak-hak perempuan.
Jika museum sebelumnya berbentuk sekolah, Museum Perumusan Naskah Proklamasi bentuknya rumah berlantai dua. Ada  ruang tamu, ruang makan, kamar mandi yang luas lengkap dengan kloset duduk, wastafel, bathup. Masih ada bekas cerobong asap untuk mengeluarkan asap dari dapur---kalau saya tidak salah.
Museum bergaya arsitektur Eropa (Art Deco) ini berdekatan dengan Taman Suropati. Dapat dijangkau menggunakan bus transjakarta Pulo Gadung-Grogol, Kampung Melayu-Grogol, dan Bus PPD 23 Kampung Melayu-Grogol. Kami kesana menggunakan kendaraan roda empat yang dipesan secara online.
Disinilah para proklamator merumuskan naskah proklamasi yang memerdekakan bangsa Indonesia. Saat itu rumah ini dihuni oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda, Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat Jepang.
Maeda memberikan ijin rumahnya dipakai oleh para proklamator merumuskan naskah proklamasi. Tepat pada dini hari pukul 03.00 WIB naskah proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr, Ahmad Soebardjo.
Ruang pertemuan, tempat Laksamada Tadashi Maeda menerima Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad di rumahnya pada pukul 22.00 WIB.