"Jadi bedanya, kalau teks diskusi itu karangannya sedangkan diskusi itu pelaksanaanya, begitu ya Fir?"
"Tepat sekali Kal. Nah, yang akan kita lakukan dengan pengurus OSIS ini adalah diskusinya."
"Waw..luar biasa memang sekretaris cantikku ini, tidak salah akau memilihmu sebagai salah pemikir untuk kemajuan sekolah kita Fir."
"Ah kamu ini, biasa aja kali Kal."
"Oke, kalau begitu segera kamu buat surat undangan ke seluruh pengurus OSIS, saya akan segera konsultasi dengan Pak Ilham untuk acara diskusi nanti." Firda cukup mengiyakan dengan ajungan jempol, tanda ia setuju dengan intruksi Fikal.
Firda segera bergegas kembali ke kelas. Di sepanjang koridor kelas, banyak bisik-bisik siswa putri setelah kepergian Fikal dan Firda. Memang sudah bukan rahasia lagi kalau di antara mereka berdua sudah digosipkan sedang ada jalin asmara.
Meski berkali-kali Firda mengelak, namun menurut beberapa temannya, tatapan Fikal ke Firda mengandung makna berbeda selain tugas-tugas sekolah atau OSIS.
"Ahaii..cie-cie yang baru ketemua dengan sang ketua OSIS tercintaahhh yaa," ledek Hanuf ketika Firda baru masuk di ruang kelasnya.
"Hanuf, ngomong apaan sih ini?" Firda tampak merah pipinya, karena semua mata teman-temanya tertuju kepadanya.
"Wah, jadi bener nih, sang ketua dan skretaris sudah jadian?" sahut Danisa.
"Sudah cukup, sekali lagi aku katakan ya, antara aku dan Fikal itu hanya teman, seperti aku dengan kalian."