"Kalau begitu aku pamit dulu, assalamu'alaikum...", lanjut Amir.
"Wa'alaikum salam, terima kasih" jawab Salikah.
****
Salikah kembali terpekur dalam doanya. Ia menangis dalam sujudnya. Ia berusaha meyakinkan rasa yang berkecamuk.
Beberapa hari ini, ia tak tahu harus bagaimana. Gundah gulana menyesaki dadanya. Â Tak henti-hentinya memikirkan teman lamanya, yang diam-diam mulai ia rindukan. "Ah tidak..."bisik hatinya. Sering dirinya berharap Amir akan menghubunginya lagi. Tiba-tiba Hp nya berbunyi, menghentakkan lamunannya, dengan cepat ia baca WA yang masuk, seolah berdesir darahnya, saat tahu siapa yang mengirim WA padanya. Ia baca isi WA tersebut,Â
"Hai..., sehat ?", isi WA dari Amir. "Alhamdulillah", ia balas chat dari Amir. Gemetar tangannya saat menuliskan huruf perhuruf.  Bingung, senang, takut menyelimuti hatinya.  Awalnya pembicaraan biasa-biasa saja. Tapi perhatian dan lelucon  Amir sering  membuatnya tersipu. Ia balas chat Amir "ini lho yang bikin aku selalu kangen kamu..., ups gak boleh ya kangen sama suami orang?"
Amir pun tak kalah agresif menjawab "Sama...aku juga". Jawaban Amir ini sontak membuat Solikah melayang. Â Memerah pipinya, berdesir hatinya, antara rasa senang, takut dan tak percaya. "Apakah aku mulai suka padanya ?, bisik hatinya.
****
Ada perih,  gundah di hatinya. Salikah seakan berada di persimpangan jalan. Tetes air mata mulai membasahi pipi tirusnya. Ia menangis dalam diam. Ia tersungkur dalam sujud. "Ya Allah...jangan biarkan hati ini buta, Amir sudah berkeluarga, ia punya anak istri, aku tak ingin merusak segalanya, walau terkadang  ada perih dan duka". Demikian doa yang selalu ia panjatkan dalam sujud malamnya.
Namun intensitas chat yang mereka lakukan, menyebabkan rasa suka menghinggapi relung hatinya, membuat tak bisa menolak kehadiran Amir. Hatinya berontak, ingin menolak tapi rasa lain lebih menguasainya.
Salikah mulai merasa nyaman dengan Amir, walau diantara mereka tak pernah terucap kata cinta bak ABG sedang  kasmaran, tapi sikap keduanya menujukkan, ada sesuatu diantara mereka.  Salikah sering curhat dan meminta pendapat Amir. Demikian pula sebaliknya. Mereka sering diam-diam membuat janji untuk bertemu, sekedar melepas rindu. Dan ini jelas diluar sepengetahuan istri Amir. Salikah mulai lupa segalanya, ia lupa janjinya, ia lupa prinsip hidupnya, ia lupa ... rasa didadanya menutup pikiran jernihnya.  Pesona Amir tak mampu ia buang dari angannya. Rasa yang selama ini tak pernah ia rasakan seakan terus menggodanya.  Ia lupa bahwa ada keluarga Amir yang akan  tersakiti jika tahu apa yang mereka lakukan.
Kembali Salikah bersujud di sajadah panjangnya, menangis tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. "Ya Allah, terus terang aku tak mampu menolak taqdirMu. Namun beri aku kekuatan untuk tidak menyakiti saudaraku. Biarlah aku tetap sendiri, hanya berkencan denganMu, tanpa yang lainMu. Karena tak ada yang bakal cemburu atau tergugu karenaku. Biarlah Amir hanya jadi bagian cerita terindahku. Jika dulu aku hanya berserah pada taqdirMu, berkeluh hanya padaMu, Â kini aku telah berani menduakanMu ampuni aku ya Rabb, ...kuatkan langkahku untuk menyudahi semua ini ", pinta Salikah dalam doanya.
Serasa dadanya lega, walau  airmata masih terlihat menetes di pipi mungilnya.
****
Siang itu, saat jam istirahat, ia buka hp nya. Terlihat ada WA dari Amir. Kembali berdegup jantungnya. "I miss...", bunyi chat  Amir. Kembali berdesir hatinya, ada rasa tak kuasa, galau kembali berkecamuk. "Hai kok diam aja, kok gak dibalas ?, kembali chat Amir menghentakkan lamunannya. "Kamu gak kangen sama aku ?" begitu lanjutnya. Â