"sebab kehilanganmu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku"
--oooOOOooo--
Netta menghapus air mata yang bergulir di pipinya. Lagi, lagi dan lagi. Entah sudah berapa puluh lembar kertas tissue basah yang dibuangnya. Ia tak ingat lagi.
Pemandangan yang tak biasa pagi itu kembali membayang di pelupuk matanya. Drogba, lelaki yang dipertahankannya mati-matian itu didapatinya tengah menggandeng perempuan lain di acara Car Free Day.
Sakit. Itu yang dirasakannya saat itu. Ingin rasanya ia menghampiri pasangan yang berendeng mesra itu. Merenggut tangan lelakinya yang menggandeng lengan kuning langsat itu. Memaki-maki sepuasnya pada perempuan muda berpipi ranum kemerahan itu.
Tapi Netta hanya berdiri mematung. Kemarahan yang meluap dalam dadanya tak sampai meledak ke luar. Kedua lututnya menggigil. Ia tak sanggup melangkahkan kaki barang setindak pun. Juga bibirnya. Terkunci rapat seolah gembok besar terpasang kuat di sana.
=====@@@@@=====
"Katakan mas. Siapa perempuan itu?" sedunya. Lirih. Hampir menyerupai bisikan. Tapi tidak bagi gendang telinga Drogba. Suara itu terdengar bak halilintar menyambar dari langit ke tujuh.
"Dia ...... dia .....," lidah Drogba kelu. Ia tak sanggup berkata-kata.
"Jadi .....jadi itu alasanmu? Alasan pembenar akan perbuatanmu?" Sorot mata Netta menyala karenanya.
"Maafkan aku Nett. Kau tahu .... aku begitu ingin .....," susah payah Drogba menjelaskan alasannya.
Netta menyusut air matanya perlahan. Tangan kirinya meremas blouse di bagian dadanya sambil menyeringai. Terasa seperti ditusuk ribuan jarum yang tajam. Sakit. Menggigit. Keringat berbintik di keningnya.
Drogba bahkan tak menyadari itu. Ia duduk terpekur. Entah apa yang dipikirkannya kali ini. Dua tahun lamanya ia berhasil menyembunyikan pernikahan keduanya. Jasmine berhasil memenuhi keinginan terbesarnya, yang disimpannya rapat-rapat. Ia ingin punya keturunan. Hal yang sampai saat ini belum bisa dipenuhi oleh Netta. Hingga memasuki tahun ke sepuluh perkawinan mereka.
=====@@@@@=====
Netta meraih botol obat di sisi tempat tidurnya. Mengambilnya asal-asalan, lalu menelannya bersama bergelas-gelas air minum.
Terlambat. Drogba baru menyadari tindakan Netta setelah didapatinya perempuan itu ambruk ke lantai dengan mulut penuh busa.
Ia panik. Apalagi saat dilihatnya botol obat yang tergeletak di samping bantal. Obat tidur.
"Nett .....banguuunn. Banguuunn...... Nett .....," sedu Drogba. Diguncang-guncangnya tubuh Netta dalam pondongannya. Ia menangis histeris.
Setengah berlari ia membopong Netta ke ruang Unit Gawat Darurat. Tak dipedulikannya mobilnya yang masih menyala di depan pintu masuk pasien menghalangi kendaraan yang lain. Ia baru 'ngeh' ketika satpam yang baik itu mengulurkan kunci mobil padanya.
"Keluarga Ibu Netta ....."
Meski sigap berdiri, Drogba seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia menurut saja kemana arah perawat itu menuju. Ruang dokter.
"Bapak?" dokter berwajah kebapakan itu mengulurkan tangannya.
"Drogba dokter. Terima kasih." Ia menyambut uluran tangan itu. Lalu duduk di kursi di hadapan dokter simpatik itu.
"Kenapa bisa terjadi seperti ini pak? Seharusnya Bapak bisa menjaga Ibu lebih baik lagi ...... apalagi dia....,"
"Dia kenapa dok?" balas Drogba secepat ia bisa.
"Ibu Netta tengah hamil sekitar 4 minggu. Apa bapak belum tahu?" tanyanya penuh selidik.
"Benarkah? Tapi .......,"
"Yaah. Sayangnya bapak terlambat mengetahuinya. Kami mohon maaf, kami sudah berusaha semampu kami menolong Ibu Netta. Tetapi Allah berkehendak lain. Ibu Netta sudah meninggal."
Drogba jatuh pingsan sebelum dokter itu menyelesaikan kalimatnya.
=====@@@@@=====
Kelopak mawar berwarna pink dan putih itu ditaburkannya ke pusara Netta. Tak henti-hentinya Drogba menyesali kesalahan yang telah diperbuatnya. Kehadiran Jasmine dan Calva, anak lelaki buah cinta mereka tak bisa menghapus penyesalan dari hari-harinya.
Seandainya dulu aku mau bersabar. Seandainya dulu aku mau menunggu sedikit lebih lama. Seandainya dulu aku tak mengedepankan ego. Seandainya .......Hatinya terasa perih dan pedih, seolah beribu sembilu dihujamkan tepat di tengahnya.
Tetapi penyesalan selalu datang terlambat, bukan?
[caption id="attachment_418083" align="alignnone" width="300" caption="sumber gambar: Desa Rangkat"][/caption]
=====%%%%%%%=====
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H