Nayla berdiri mematung di depan jendela. Pemandangan di luar sana sangat memukau indahnya. Pucuk Merapi di kejauhan, berbalut mega putih yang terhampar, seakan jalinan syal yang membalut leher. Jajaran rumah-rumah mungil di bawah sana, diantara pucuk pohon yang menjulang disana sini membuat pemandangan pagi itu demikian sempurna.
Kaca jendela tempatnya bersandar mulai buram, hujan rintik-rintik yang membasahi villa di sekitar lembah membawa serta kabut, melayang turun seperti hamparan kapas tipis.
Nayla merapatkan jaketnya dan mengalungkan syal lebih rapat ke lehernya. Matanya ikut berkabut saat menyadari syal yang dikenakannya itu pemberian Radit.
Nopember tahun lalu, di kamar ini, Radit memeluknya. Membuainya, membawanya terbang ke awang-awang.
"Kumaaalll .....," bisiknya di telinga. Meski ia tahu, Nayla bakalan sewot mendengar caranya memanggil, tetapi Radit senang sekali melakukannya.
Tak terasa, Nayla tersenyum sendiri bila mengingat kenangan indahnya bersama Radit.
*******
Radit. Pria paruh baya itu dikenalnya di pelataran supermarket Graha saat gerimis mengguyur Nopember. Itu pun tanpa sengaja. Pria itu menabrak trolly belanjaannya saat memundurkan mobilnya di area parkir.
"Ooohh.... maaf ... maaf," tergopoh-gopoh ia turun dari balik kemudi. Tangannya sigap membereskan belanjaan Nayla yang berserakan.
"Nggak apa-apa. Ini juga sudah selesai," jawab Nayla tergagap-gagap.
Jujur, ia sedang terpesona oleh tatapan teduh sepasang mata coklat itu. Tubuhnya bergetar, perasaan hangat merambati sekujur tubuhnya.
"Saya.... kenalkan. Saya Radit. Mohon maaf sudah mengacaukan waktu belanja anda...," sedikit membungkuk, tangannya terulur.
"Nayla....," disambutnya tangan itu sedikit gemetar.
Setelah saling bertukar nomor telepon, Radit bergegas memacu mobilnya meninggalkan halaman parkir dan Nayla yang tercenung sendirian.
*****
Dua minggu berlalu. Nayla masih berkutat dengan kertas kerja yang menumpuk di mejanya. Divisi yang dipimpinnya baru saja memenangkan tender pengerjaan Stadion Olah Raga. Sibuk rapat, peninjauan lokasi, mengecek kesiapan material untuk 'kerja besar' itu.... masih ditambah lagi harus berkoordinasi dengan instansi terkait... Duuuhhh.
Rasanya kepalanya mau pecah setiap kali memikirkannya.
Nayla mengabaikan rasa sakit yang sering sekali singgah di kepalanya. Seingatnya, enam bulan terakhir denyut-denyut di kepalanya makin menghebat. Seperti ada martil yang dipukulkan sekuat tenaga ke arah kiri belakang. Sakit sekali.
Terkadang ia harus terduduk sambil meremas rambutnya tiap kali serangan rasa nyeri itu dirasakannya.
"Adduuuhhh .....," ia menyeringai menahan sakit yang luar biasa.
Tangannya menggapai-gapai mencari pegangan saat tubuhnya limbung. Sebuah tangan kekar sigap menahan tubuhnya, dan merengkuhnya dalam pelukan. Nayla merasa tubuhnya berayun-ayun ringan. Ia tak berani membuka matanya, ia takut bila mual yang sejak tadi ditahannya akan membuat isi perutnya tumpah ruah semuanya.
Pemilik tangan kekar itu membopongnya ke mobil, mendudukkannya ke kursi lalu mengatur letak sandaran agar lebih nyaman untuk berbaring. Setelah menutupkan pintu mobil dengan perlahan, derap langkahnya terdengar memutar lalu membuka pintu di sebelah kanannya. Nayla masih memejamkan matanya, sesekali ia menyeringai menahan sakit.
Ia tak ingat lagi berapa lama mobil itu melaju. Yang dirasakannya kini, ia terbaring di tempat tidur berroda yang didorong agak tergesa menyusuri lorong.
Bau khas rumah sakit menyapu lubang hidungnya. Nayla membuka matanya perlahan saat didengarnya gesekan ring tirai yang ditarik.
"Bu Nayla Kumala.....," tepukan ringan di pipinya membuatnya menoleh. Seorang dokter muda tersenyum manis padanya.
Laki-laki itu cekatan memasang bebat di lengannya, mengukur tekanan darahnya. Lalu dengan sigap menempelkan stetoskop itu di beberapa bagian dadanya. Nayla menghirup aroma sabun mandi yang menguar dari tubuh tegap itu.
"Tunggu sebentar ya Bu. Saya tuliskan resep dulu." dokter muda itu berlalu dari ruangan.
~~bersambung~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H