Mohon tunggu...
Enggar Murdiasih
Enggar Murdiasih Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Ibu Rumah Tangga

penggemar fiksi, mencoba menuliskannya dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Yaa.....Mama... Mati Lagi

26 Februari 2014   00:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yaaaaaa ......," teriak anak-anak bersahutan. Nada gundah dan kecewa mereka terdengar jelas di telingaku. Entah ini kali ke berapa aliran listrik di  kompleks perumahan kami padam. Lagi, lagi dan lagi.

"Maaaaa.....," kudengar teriakan mereka saat menghambur ke arah Lydia. Aku menoleh ke arah bocah-bocah kecilku yang merengek  ketakutan. Nyala api lilin yang kuletakkan di atas meja di ruang keluarga bergerak-gerak liar ke segala arah. Menimbulkan bayangan benda di dinding yang berubah-ubah.

"Hiiiii..... Maaa .... Takuuutt .....," Hilmy bergidik ngeri. Ia semakin mempererat pelukannya di pinggang ibunya. Lain lagi reaksi Cyria, kakak perempuannya. Ia meleletkan lidahnya pada adiknya. Wajahnya ditekuk sedemikian rupa hingga Hilmy menjerit ketakutan. Cyria terkekeh-kekeh.

Lydia menoleh ke arahku. Tanpa bertanya sepatah kata pun aku sudah tahu apa maunya.

"Maaf ya ma. Pasokan listrik di kota kita memang sedang bermasalah," jawabku pelan. Aku tak mengada-ada. Tiga bulan terakhir ini suasana di kantor terasa seperti di medan pertempuran saja layaknya. Tekanan demi tekanan yang harus dihadapi para pegawai luar biasa besarnya. Sebagai salah satu  pekerja di PT PLN, aku sering ikut merasa bersalah bila aliran lisrik tiba-tiba padam seperti kali ini.

"Mama nggak menyalahkan papa kok." Lydia menyentuh lenganku. Seakan ia ingin membesarkan hatiku dengan tindakannya.

"Mama hanya minta tolong, bisakah papa menyulut lilin tiga batang lagi?" pintanya lembut.

"Oooohhh .....," hanya itu yang terlontar dari bibirku.

~**~

Kuraih lepek - piring datar ukuran kecil, biasa dipakai untuk menghidangkan kue - yang tertumpuk rapi di rak alat makan. Segera kunyalakan beberapa batang lilin sesuai permintaan Lydia. "Untuk apa lilin sebanyak ini? Bukankah pemborosan kalau semuanya disulut?" batinku. Kuletakkan  lilin lilin itu di meja di ruang keluarga, bersebelahan dengan lilin yang sudah kusulut tadi.

Senyuman Lydia membuat tubuhku memanas. Entah kenapa malam ini dia nampak begitu cantik. Nyala lilin itukah? Atau ... karena aku sedang ingin bermanja-manja dengannya? Entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun