Mohon tunggu...
Eneng Humaeroh
Eneng Humaeroh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan sejauh apapun dimulai dengan langkah pertama

Kehidupan hanya sebuah perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Buram Tentang Itu

9 April 2023   09:10 Diperbarui: 9 April 2023   09:33 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Naila, mengalah, menyibukan diri dengan pekerjaannya. Ia menghindari setiap potensi konflik. Ditengah  keasyikannya bekerja ibunya meminta Naila pulang. Tumben ungkap Naila dalam hati. Ada apa ibu menyuruhku pulang. "Ibu ingin cerita tentang pernikahan adikmu" ungkap ibu. Sebenarnya Naila malas mendengarnya tapi hanya demi ibu Naila mau pulang.    

Naila tidak terlalu merespon keluhan ibunya tentang pernikahan adiknya dengan Dimas. Naila merasa tidak penting untuk mengetahui hal itu karena ia sudah menduga bahwa tidak terlihat keseriusan Dimas dalam menjalani rumah tangga bersama adiknya. Naila faham tipe laki-laki seperti Dimas yang terlalu banyak omong dan melangit, pembicaraannya jauh dari kenyataan Naila sudah faham makanya sejak awal ia keberatan dengan pernikahan Windi dan Dimas.

"Bu, sudah saya bilang sejak awal, kenapa ibu menyetujui lamaran Dimas? Saya sudah bilang sama ibu Dimas bukan laki-laki yang baik dan betanggungjawab"  Naila menyampaikan dengan datar.

"Ia tapi kan siapa tahu dia jodoh adikmu" tukas ibunya dengan nada tinggi, kesal dengan sikap Naila yang kurang respon.

" Kamu harus tegur si Dimas, apa maunya. Masa rumah tangga baru beberapa bulan sudah tidak mau pulang, janji-janji dan alasan melulu". ibu telihat sangat kecewa.

Naila menduga Dimas tidak memenuhi janjinya kepada ibu untuk memperbaiki rumah dan membelikannya mobil. Jangankan mengirim uang untuk renovasi rumah, uang belanja pun tak kunjung datang, jangankan uang belanja, batang hidungnya pun tak kunjung pulang. Rentetan makian dan kekesalan ibu kepada Dimas keluar dari mulutnya betubi-tubi.

" Sepetinya si Dimas itu tidak pernah kirim uang buat istrinya". wajahnya terlihat sangat kesal, " Saya mau telpon dia dan menegurnya, tapi Windi melarang ibu". tambah ibu semakin bernafsu.

Naila hanya terdiam. Ia tidak mengiyakan ketika ibunya menyuruhnya menelpon Dimas dan menyuruhnya pulang.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, sudah genap enam bulan Dimas tidak pulang. Tidak mengirim uang dan juga tidak ada beritanya. Ibu bersungut. Menceritakan dan menumpahkan kekesalannya karena Dimas tidak pernah mengangkat telpon.  

Sampai suatu hari ibu terlihat sangat sedih, menangis. Air matanya berderai nyaris sesenggukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun