Terlepas dari kejadian tersebut, sekolah berasrama tetap menjadi salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan. Di tengah besarnya pengaruh global yang sulit dibendung, tak salah jika sebagian besar para orang tua menaruh harapan besar pada sistem pendidikan berasrama ini.
Bagi para orang tua yang ingin anaknya menempuh pendidikan di sekolah berasrama, jangan lupa untuk tetap mengisi baterai kasih sayang pada anak.
Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah berasrama, jelas tidak bisa melakukan pengawasan terus-menerus. Orang tua tentu tidak boleh melakukan intervensi, karena fungsi pembinaan dan pengawasan sudah berpindah ke para pengasuh di asrama.
Selama buah hati berada di asrama, bukankah anak-anak tetap memerlukan kasih sayang dari kedua orang tuanya? Sebab, selama seseorang belum mandiri secara emosi maupun secara finansial, berapa pun usianya, tetaplah disebut anak dan masih memerlukan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Anak ibarat handphone yang harus selalui diisi dengan baterai kasih. Pengisian baterai kasih menggunakan lima bahasa cinta plus tatapan mata, praktis tidak bisa dilakukan, jika anak-anak terpisah jauh dengan orang tuanya.
Selama buah hati berada di asrama, harus disadari bahwa baterai kasih si anak bisa drop. Ditambah kalau misalnya anak mengalami kekerasan fisik atau verbal saat di asrama, maka baterainya akan semakin kosong.
Kalau sudah seperti itu, maka sinyal kasih sayang anak dan orang tua akan terputus. Sebagai gantinya, anak akan mendapatkan pengisian baterai kasih dari lingkungannya. Baik itu teman, pengasuh, atau para guru. Beruntung jika energi kasih yang diberikan lingkungannya ini baik. Yang dikhawatirkan jika energi yang masuk untuk mengisi baterai kasih, ada yang kurang pas.
“Anak saya sekarang benar-benar mandiri setelah di asrama. Sudah tidak manja, dan tidak merepotkan,” begitu kata salah satu orang tua kepada saya. Dari kata-katanya saja sudah terlihat, rupanya si orang tua selama ini tidak mau repot, sehingga memilih lepas tangan dalam mengurusi anak. Faktanya, memang ada tipe orang tua yang seperti ini.
Terkait soal anak yang dikatakan mandiri, sebenarnya ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama, anak memang benar-benar mandiri dan dewasa, tapi tetap punya ikatan kasih sayang dengan kedua orang tuanya.
Kemungkinan kedua, hubungan kasih sayang anak dengan orang tua terputus akibat sinyal yang lemah, karena orang tua tidak pernah mengisi baterai kasih si anak. Saat anak tersebut dianggap mandiri, sejatinya anak memang merasa tidak butuh lagi orang tuanya. Orang tua yang peka, akan bisa merasakan perubahan ini. Orang tua akan merasakan ada sesuatu yang beda, tidak seperti biasanya. Nah, kemungkinan kedua inilah yang perlu menjadi perhatian.
Bercermin dari pelajaran di atas, ada baiknya orang tua tetap mengisi baterai kasih anak, meski sang buah hati terpaut jarak dan waktu. Tak jarang, ketika anak sudah dibawa ke asrama, orang tua pun seolah merasa lepas tanggung jawab. Jarang menghubungi, apalagi mengirimkan sinyal kasih sayang.