Mohon tunggu...
Endrianto Bayu
Endrianto Bayu Mohon Tunggu... Lainnya - Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Berpikir dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto dan Bahaya Laten Rusaknya Sistem Peradilan Konstitusi

24 Oktober 2022   23:32 Diperbarui: 24 Oktober 2022   23:43 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bambang Wuryanto selaku Ketua Komisi III DPR--pada intinya--mengatakan bahwa pencopotan Aswanto karena dianggap tidak komitmen kepada DPR, padahal diketahui bahwa Aswanto menjadi Hakim MK dari unsur perwakilan DPR.

Apabila menelaah alasan pencopotan tersebut, terdapat kerancuan nalar berpikir hukum DPR yang tidak tepat. Berdasarkan Pasal 24C ayat (3), anggota hakim konstitusi diajukan oleh 3 lembaga, yakni 3 orang dari MA, 3 orang dari presiden, dan 3 orang dari DPR. Perlu dipahami bahwa pengajuan hakim MK bukanlah sebagai bentuk 'perwakilan lembaga' yang kepentingan lembaganya harus diaspirasikan di MK, melainkan hanyalah sebatas proses formal untuk pengisian jabatan hakim MK.

Apabila logika 'representasi lembaga' diterapkan di MK, maka pastilah akan terjadi 'pertarungan kepentingan dari lembaga asal' yang kandang bertarungnya adalah di MK.

Pada konteks ini semestinya perlu dipahami bahwa terdapat perbedaan antara proses pengisian jabatan dengan proses peradilan. Dalam kaitannya dengan pengisian jabatan, yang dimaksud adalah proses formal untuk mengajukan hakim MK yang merupakan proses politik. Sedangkan dalam proses peradilan, ketika sudah menjadi hakim MK maka setiap hakim yang diajukan DPR, MA, dan Presiden sudah tidak boleh lagi dibeda-bedakan asal lembaganya, karena proses politik pengisian jabatan hakim MK sudah selesai pada saat pengajuan hingga pelantikan.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah proses politik dalam pengajuan hakim MK sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses peradilan. Justru pada saat menjadi hakim MK yang harus dikedepankan adalah hakim harus bersikap independen, merdeka, dan menerapkan asas imparsialitas, serta tidak lagi mewakili kepentingan lembaga yang mengajukannya--entah DPR, MA, ataupun Presiden.

Merusak Sistem Peradilan

Berdasarkan pengaturan konstitusi, kedudukan DPR dan MK adalah sejajar dan menerapkan checks and balances system. Artinya, tugas dan wewang lembaga negara adalah saling mengawasi dan mengimbangi, sehingga tidak bisa saling mengintervensi antar kedua lembaga dalam bentuk apapun.

Dengan adanya pencopotan Aswanto, bukan tidak mungkin akan mengakibatkan rusaknya sistem peradilan akibat adanya campur tangan politik yang mengintervensi lembaga peradilan.

Dengan adanya intervensi, maka bisa jadi lembaga peradilan akan kehilangan independensi dan menjadi kekuasaan kehakiman yang tidak lagi merdeka.

Apabila DPR dengan seenaknya mencopot hakim MK, bukan tidak mungkin apabila di kemudian hari akan terjadi pencopotan lagi dan menjadi kebiasaan buruk yang akan merobohkan sendi-sendi lembaga peradilan.

Misalnya saja MA secara tiba-tiba ikut meniru DPR dengan mencopot hakim MK yang telah diajukan karena berseberangan dengan kepentingan MA, begitu juga dengan presiden yang juga dapat mencopot hakim MK yang telah diajukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun