Ada juga tempat sampah yang bentuknya hampir mirip dengan tempat sayur atau buah. Serta plismet yang dibuat dengan berbagai ukuran, ada yang bisa digunakan sebagai tempat pensil, barang-barang, tisu, dan masih banyak lagi.
"Karena kami cuma usaha rumahan atau kecil-kecilan, istilahnya person begitu. Tidak seperti di tempat lain yang menerima banyak order kan sudah besar. Kalau sini, maklumlah cuma usaha person. Jadi buatnya seadanya sesuai pesanan." Tambah Ibu Maryatin.
Ketika tahun 2020 pandemi covid-19 mengguyur dunia, terutama Indonesia. Sempat tutup total dalam mengelola kerajinan tangan eceng gondok. Keluarga Bapak Diyono dan Ibu Maryatin mencari sambilan lain. Karena tutup total dan tidak ada pesanan saat itu.
Setelah lewat selama 1 tahun, alhamdulillah mereka kembali membuka kerajinan eceng gondok kembali. Dengan pesanan yang sedikit demi sedikit tidak meruntuhkan tekad mereka. Ditambah biaya hidup juga semakin merajalela. Mereka melanjutkan kembali usaha kerajinan tangan eceng gondok untuk mengembalikan perekonomian mereka.
Mereka melakukan pembuatan kerajinan eceng gondok sesuai pesanan yang ada. Pesanan yang kerap kali terpanggil saat ini ialah karpet dan tas. Ibu Maryatin bilang bahwa mereka baru saja menyetorkan beberapa tas eceng gondok kepada konsumen, sehingga saat ini tidak memiliki stok di rumah.
Adapun stok dirumah ada beberapa tempat sampah, plismet, tas oval, tempat pensil, karpet dengan ukuran 1 meter berbentuk bulat, dan sekarang masih mengerjakan karpet dengan ukuran Panjang 2 meter dan lebar 120 cm serta kap lampu.
Dalam pemasaran mereka juga menggunakan media social dalam menawarkan produknya. Untuk pemesanan secara online, harga dari kerajinan tangan eceng gondok ini lebih mahal dari yang bukan online. Mereka membandrol harga mulai dari 20-250 ribu sesuai dengan produknya.
Mereka pernah mengirim pesanan online di Bantul, Yogyakarta dengan jumlah sedikit. Pernah juga mengirim ke Kota Bangka Belitung dan Makassar (sebelum pandemic).
Belum lama ini juga Bapak Diyono juga pernah ke Bangka Belitung sebagai pengepul atau pelatih kerajinan tangan eceng gondok. Selama 2 kali pelatihan, Bapak Diyono mampu memberikan ilmu baru disana.
Dengan mengikuti program APIKRI (Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia) yang merupakan kombinasi antara pengembangan masyarakat dan pengembangan pasar bagi usaha mikro kecil.