...Tuhan kalian sama dengan ku,
tapi mengapa kalian tak sama dengan ku,
bolehkan aku membenci tuhan kalian,
yang telah merebut segalanya dariku
bolehkah aku membenci tuhan kalian,
yang telah mengubur semua masa depan ku
bolehkah aku membenci tuhan kalian,
yang telah menakdirkan ku tanpa kebahagiaan
dan apakah aku juga harus membenci kalian,
***
sebuah coretan di dinding kamar ku
bertintakan merah dengan makna patah hati
aku selalu tak mengerti antologiMu
bukan aku menghujatMu, hanya berburu kemenangan yang Kau janjikan
bosan aku menulis untukMu, tak pernah Kau jawab dengan nada pelangi jingga yang ku harap
seribu detikku terbuang percuma untuk bercurah padaMu, namun terbatas padaMu aku sanggup menghujat
malam ini bersaksi paruh rembulan, kembali puisi ku tertuju untukMu
setelah Kau acuhkan ku, menakdirkan aku tanpa senyuman
belum puasakah Kau memuarakan air mataku untuk danauMu?
kini kau terbangkan ia, dengan enam sayap yang Kau pinjam menuju senjaMu
'kan tertinggal aku terpuruk disini, sendiri!
setelah ini siapa lagi yang Kau rebut dariku?
...ibuku?
...ayahku?
...adikku?
atau bahkan puisi yang ku puja selama ini?
terlebih itu tubuh yang tak berdaya ini?
belum puaskah Kau?
serupa sajak antologi puisi seorang pudjangga patah hati
mengukir sajak abadi dalam vena berwujud merah hati kian perih
seperih ketidakadilan yang Kau buat, itulah wujud tubuh ku tertakdirMu
malaikat-malaikatMu pun tertunduk menangis terkarenakanku,
mengapa Kau selalu diam?
sembunyi bagai hujan yang tak berair
lelah tubuh ini Tuhan!
lelah tubuh ini Tuhan!
lelah tubuh ini Tuhan!
***
dengarlah sebuah puisi terkarya karena takdirMu malam ini;
Poems In Peace For My Best Friendgugur ranting bagai belulang tubuh ku
bermuara diatas pusara terakhirmu
kawan, air mataku berjatuhan basahi tubuhmu
apa mungkin aku bisa membunuh Tuhan yang kian membunuhmu?
maaf  kawan, aku tak sanggup melihat malaikat itu
andai mampuku, akan kupanah dengan busur sajakku
maaf teman, tubuh ini hanya terbujur kaku saat tubuhmu lemas dipembaringan itu
tersebab jantungmu adalah jantungku
***
dengarlah Tuhanku! satu raga telah Kau ambil dari satu jiwa yang sangat mencintainya
tak menyesalkah Kau?
tak merasa bersalahkah Kau?
sungguh takdirmu tak berkeadilan padaku
ia kawan terbaikku,
ia teman terhebatku,
mengapa Kau hujani ia dengan peluru malaikatMu?
mengapa kau tak pilih aku?
jika boleh aku membenciMu, akan ku benci Kau separuh hidupku
jika mampu aku membunuhMu, ingin ku bunuh Kau dengan tulang rusukku
sewaktu ibu, aku masih terima takdirMu
setelahnya ayah, aku pun masih bisa tersabarkan
hingga Kau merebut kekasihku pun, aku masih tak mampu melawanMu
'kan kini Kau jauhkan aku dari kawan terhebatku
apa yang Kau ingin dariku?
mereka yang sungguh membuatku hidup, Kau pusarakan satu per satu
lalu untuk apa aku masih bernadi hari ini?
ambillah nyawaku, wahai Tuhan ku
tempatku tak lagi disini, aku tak mampu lagi hidup di alam takdirMu
patah hatiku mungin sudah stadium tak terhingga
izinkan aku bersama mereka, Tuhan!
***
ini dengerlah sajak permohonan terakhirku untukMu, Tuhan!
tuhan,jika boleh aku ajukan permohonan terakhirku
aku ingin Kau berkeadilan kepadaku
ambillah ragaku
'kan buatkanlah pusara abadi untukku
bersampingan dengan mereka yang Kau dahulukan
Tuhan, sekali ini saja Kau dengarkan aku
bunuh aku seperti kau membunuh mereka
Tuhan, ku tutup sajak terakhirku dengan bertobat padaMu
***
aku tak sanggup lagi menulis untukMu
tinta merahku tak lagi mengalir
nadiku pun kian tak berima
aku merasa lelah Tuhan
sungguh lemas,
aku melihat makhluk bersayap, Tuhan!
apa itu utusanMu?
aliran darahku serasa benar-benar terhenti, Tuhan!
...Tuhan, aku ingin pejamkan mata, setelah itu aku berserah pada takdirMu...