"Lha, kakek siapa?" Tanyanya.
"Saya, tetangganya. Itu rumah saya." Kakek menjawab sambil menunjukan rumah bilik bambu yang hanya berjarak sepuluh meter.
"Lha, dalah. Kakek tetangga dekat, masa tidak tahu ada acara besar begini?" Pria buncit terkejut.
"Lho, warga disini banyak yang bertanya-tanya ada kegiatan apa disini. Kok, sepertinya meriah benar." Jawab Kakek.
"Tadi, juragan bilang mengundang kepala desa juga, lho. Acaranya nanti malam. Ada dangdutan juga." Celoteh pria buncit sambil menggaruk perutnya yang melendung seperti mengandung.
"Ooo, kalau begitu undangan hanya untuk tamu penting. Palingan pak RT dan RW saja nanti yang datang." Kakek manggut-manggut.
Tiba-tiba wanita yang tadi menyapu puntung rokok datang ikut nimbrung.
"Ini acara apa, sih? Saya kok, jadi penasaran. Nikahan gitu atau sunatan? Apa juragan disunat lagi?" Gurau pria buncit, sambil terkekeh.
"Hush, ngawur! Juragan mau menyambut anaknya yang jadi sarjana dikota. Ini katanya lagi dalam perjalanan." Jelas si ibu.
"Anaknya jadi sarjana dirayakan begini? Orang kaya emang agak lain. Â Anak saya jadi sarjana langsung saya ultimatum mencari kerja, biar mengurangi beban. Syukur-syukur bisa bantu saya sekolahkan adiknya." Pria buncit tertawa memamerkan deretan giginya yangbtidak rapi.
"Ngapain cari kerja. Wong, bapaknya juragan. Tinggal meneruskan usaha bapaknya. Beres!" Ujar kakek yang masih betah disana.