Mohon tunggu...
Endah Lestariati
Endah Lestariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang banci kolam [renang] yang sedang butuh vitamin K; Kamuuuuuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merindu Kecantikan Sang Dewi Anjani

18 September 2012   16:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:16 2529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertualang mendaki Rinjani, buat saya adalah sebuah mimpi besar. Merencanakannya dari sejak Oktober 2011, tujuh bulan sebelum eksekusi pendakian, ketika ajakan seorang teman  membeli tiket promo sebuah maskapai penerbangan dihargai 546 ribu rupiah untuk perjalanan pulang pergi Juanda-Bandara International lombok, saya iyakan. Team yang terbentuk kala itu baru tiga orang, saya dan dua orang wanita teman biasa menggembelita  dari Semarang, Lia dan Nina. Berbekal niat dan basmalah semoga dimudahkan segala urusan menjelang keberangkatan, karena buat saya pribadi, sebuah keputusan yang sangat spekulatif menyusun planning untuk tujuh bulan ke depan.

Team kami sempat membengkak menjadi belasan orang, sebelum akhirnya terjadi seleksi alam, hingga tersisa 9 orang, dengan formasi 7 orang wanita dan 2 orang pria, sangat jauh dari formasi ideal dan terasa timpang apabila dua orang pria harus mem-back up tujuh orang wanita, kami namakan Team Ibu-Ibu PKK hore. Tekad sudah bulat, izin dari orang tua sudah diijabah, izin cuti 4 hari dengan total 9 hari selama perjalanan sudah termasuk satu hari libur nasional dan dua kali weekend sudah mendapat konfirmasi dari HRD. Bala bantuan dari dua orang porter yang kami sewa dari Sembalun Lawang pun dikerahkan.

13404665951199423520
13404665951199423520

Rinjani Information Center (RIC) Sembalun menjadi tempat perizinan kami sebelum mendaki, memilih jalur Sembalun sebagai titik keberangkatan karena pertimbangan kecenderungan lebih landai dibandingkan dengan jalur Senaru. Membayar entry ticket seharga Rp. 10.000,00 dan menyerahkan persyaratan standard fotocopy KTP per pendaki. Selanjutnya, masing-masing akan mendapatkan kartu pendaki yang wajib digantungkan di tas maupun backpack selama pendakian. Setelah menginap satu malam di wisma perizinan (kami sampai di Sembalun sudah menjelang maghrib), pagi berikutnya, sebelum matahari terbit, kami bersembilan mulai menjejakkan kaki di jalur pendakian.

Rute awal melewati ladang penduduk dengan jalur makadam yang cukup lebar dan ternyata masih dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Sesekali kami melintas jalur lahar dingin. Setelah beberapa kilometer berjalan, beberapa team yang berangkat lebih siang  justru mendahului kami dengan menggunakan jasa ojek. Belum lagi beberapa kali team kami diperingatkan penduduk sekitar dan pasukan porter karena telah mengambil jalur yang keliru, mengingat jalur pendakian ini banyak terdapat percabangan dan tak satu pun dari kami yang pernah mendaki rinjani sebelumnya. Spekulasi pengambilan keputusan ini berpatokan pada arah puncak.

1340465333115359013
1340465333115359013

Memasuki medan savana, pemandangan lebih terbuka. Bulan Mei 2012 kala itu masih menyisakan beberapa kali awan mendung di angkasa. Terik matahari cukup bersahabat dibalut sedikit mendung, namun kemungkinan turun hujan selama pendakian membayangi kami. Mencapai Pos I kami menempuhnya dalam waktu hampir 4 jam berjalan kaki dari RIC Sembalun. Berada di tengah-tengah padang rumput luas, sedikit terhindar dari angin karena kontur site. Gerimis sedikit menghiasi perjalanan kami. rain cover dan raincoat mulai dikenakan. Tidak berlama-lama melepas lelah, perjalanan kami lanjutkan menuju pos II.

13479673721457642731
13479673721457642731

Namanya Pos Tangengean, berada di sebuah cerukan lembah dua bukit kecil, di tepi sungai kering yang merupakan aliran lahar dingin. Terdapat sumber air untuk mengisi perbekalan pendaki. Kala itu, waktu sudah hampir mencapai tengah hari. Kami mulai menggelar perbekalan dan memasak makan siang di sini.

Di antara pos II dan Pos III terdapat pos bayangan yang kami singgahi untuk menunaikan sholat qhasar Dhuhur dan Ashar. Hujan masih rintik menyertai perjalanan kami. Uniknya tiap pos di Gunung Rinjani National Park ini dilengkapi dengan tong-tong untuk tempat sampah, serta cubicle-cubicle dari besi sebagai fasilitas sekedar membantu privasi pendaki untuk buang air. Alas cubicle dibuat lubang berukuran 20cm x 20cm yang dapat dibuka dan ditutup untuk menghubungkannya dengan cerukan di dalam tanah yang sengaja diadakan untuk membantu pembuangan sampah biologis. Jangan harap seperti jaringan air bersih, tentu saja cubicle-cubicle ini penuh dengan aroma yang tidak sedap.

Waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 15.00 WITA. Pos III seolah menjadi titik tolak pendakian rinjani yang sebenarnya. Setelah melewati padang ilalang sepanjang hari yang seperti tiada habis, dari Pos III ini, medan yang akan dilalui menjadi begitu terjal. Jalur yang dikenal sebagai sembilan bukit penyesalan atau tujuh bukit penyesalan dan dua bukit penderitaan ini sungguh benar-benar menguras mental dan energi. Setiap kali menyelesaikan satu bukit, masih ada bukit lain yang menantang untuk didaki. Sementara hujan, meski gerimis, terus-menerus menerpa kami. Hawa dingin menyerang. Setetes tawaran air putih hangat dari team tetangga sungguh-sungguh menjadi penawar hypothermia yang mengharukan kami.

Squad kami sudah mulai terpisah-pisah. Kepayahan di sana-sini. Tak terkecuali team-team tetangga. Inilah uniknya mendaki gunung. Perasaan terhimpit, sempit oleh rasa dingin dan lelah luar biasa, tetap saja tidak memberikan jera. Karena setiap langkah kaki ini membuahkan pelajaran tentang menghargai perjuangan, mensyukuri setiap kenikmatan yang diberikan Allah SWT sekecil apapun itu.

Kami masih saja terlunta-lunta di sepanjang jalur sembilan bukit penyesalan ketika hari mulai gelap dan anggota team yang tercecer. Hanya mengandalkan teriakan demi teriakan memanggil nama teman untuk memastikan keadaan baik-baik saja satu sama lain. Plawangan Sembalun yang menjadi camp area terakhir sebelum summit attack seperti tak kunjung sampai. Saya harus berbagi headlamp dengan seorang teman untuk penerangan ketika melalui jalan setapak sempit menyusuri punggung bukit dengan jurang tak berujung di sisi kiri kami.

Di ketinggian hampir 3000 mdpl, Plawangan Sembalun menjadi titik penuh haru ketika kami mencapainya. Di antara pandangan mata nanar Hamzah (salah satu dari dua squad lelaki team kami) yang kelelahan mem-back up Achie dan Nina karena kondisi kesehatan yang menurun. Setelah kebingungan Adhi dan Dian karena mencoba mengumpulkan team yang tercecer dalam kondisi hypothermia, frustasi dan entah tekanan mental jenis apalagi. Sementara saya, mbak Indri dan teman-teman yang lain sempat tersangkut di team tetangga, sekedar sementara melepas lelah dan sedikit menumpang menghangatkan diri. Sujud penuh syukur kami ketika dipertemukan kembali dengan teman-teman seperjalanan yang tiba-tiba terasa begitu hangat dalam semangat persaudaraan.

13404631951664401018
13404631951664401018

Langkah-langkah kaki kami kembali meniti tanjakan-tanjakan terjal esok harinya. Mencoba menikmati kecantikan dititik tertinggi untuk bertemu sang Dewi Anjani. Dewi Anjani adalah sebuah legenda yang berkembang di lingkungan masyarakat suku sasak sebagai Ratu penguasa Jin. Konon kabarnya  Anjani adalah seorang putri raja yang tidak mendapatkan restu untuk menikah dengan lelaki pilihannya. Sang putri dipercaya telah moksa, berpindah ke alam ghaib dan menjadi penguasa kerajaan Jin dengan singgasananya di puncak gunung Rinjani.

Matahari telah menjelang siang ketika kami melakukan summit attack. Sebuah keputusan yang kurang tepat, karena cuaca puncak yang tidak dapat diprediksi. Apalagi mendung begitu cepat pergi dan kembali menggantung di atas atap Lombok. Kami bersembilan mengiyakan ajakan summit attack dari team tetangga yang kesemuanya lelaki dengan harapan mendapatkan tambahan squad untuk memback up kami, para ibu-ibu pkk hore ini. Benar saja, belum genap dua bukit kami lalui, Achie, seorang dari kami memutuskan kembali ke perkemahan diantar oleh Hamzah karena kondisi kesehatannya yang kurang memungkinkan meneruskan pendakian. Beberapa puluh meter kemudian Adin menyusul Achie memutuskan turun dan diantar oleh Dian. Dua orang team tetangga yang kami harapkan bantuan back up-nya pun mengambil keputusan yang sama karena badai yang melanda perjalanan kami. Selimut kabut hingga radius puncak sudah hampir dipastikan tidak menyisakan view yang menjanjikan. Sisa berlima kami mencoba peruntungan hingga sampai pada titik gamang, perdebatan antara melanjutkan perjalanan dengan konsekuensi melawan badai, atau memutuskan turun dengan pertimbangan safety first.

[caption id="attachment_184171" align="aligncenter" width="614" caption="jalur summit attack"]

13404666841733488118
13404666841733488118
[/caption]

Ketika keputusan turun sudah bulat, Hamzah sudah kembali menyusul kami. Saya yang kala itu masih kekeuh berusaha muncak, seperti mendapat dukungan energi dengan kembalinya Hamzah. Meski pada awalnya Hamzah menyusul kami karena prihatin dengan kemungkinan kondisi saya yang berjalan di bawah badai tanpa jaket maupun raincoat, berusaha mengembalikan jaket saya yang sebelumnya tidak sengaja terbawa olehnya. Melihat semangat saya untuk muncak, Hamzah memutuskan mencoba menemani, sementara empat orang kembali turun. Hingga pada satu titik dimana kami berdua harus bolak-balik berlindung dari badai di balik batu besar, saya menjumpai kondisi Hamzah yang telah menggigil karena hypothermia. Tak perlu lagi menghiraukan harga sebuah puncak, saya sudah cukup tahu diri untuk menyudahi ambisi ini. Buah pelajaran yang saya petik kala itu adalah kita tidak bisa mengandalkan egoisme kekuatan sendiri, meski secara fisik merasa mampu, karena harus tetap menajamkan kepekaan dan kepedulian terhadap kondisi di sekitar kita, entah itu kondisi fisik teman seperjalanan maupun cuaca. Pertimbangan safety first adalah mutlak, meski kadang membuat kita sulit memutuskan karena terjebak pada perbedaan antara seru dan konyol yang terkadang begitu tipis.

Di antara jalur berpasir, saya ikhlaskan melepas mimpi tiga ribu tujuh ratus dua puluh enam meter di atas permukaan laut itu tak teraih di kesempatan kali ini. Entah di titik ribuan ke berapa ketika kami memutuskan untuk turun, saya tidak lagi merasa itu cukup penting untuk diagungkan.

Dinamakan danau segara anak karena bias warna biru danau ini yang tampak seperti anak lautan. Danau Segara Anak dipercaya masyarakat suku sasak menyimpan misteri dan kekuatan ghaib, dengan pancaran dan pesonanya yang luar biasa membuat manusia menjadi betah berlama-lama untuk tinggal. Terkait dengan cerita legenda Dewi Anjani, danau ini dipercaya sebagai tempat bermukim rakyat sang putri setelah berkuasa di alam ghaib. Konon, luas atau sempit danau segara anak dalam pandangan seseorang dipercaya berbanding lurus dengan pertanda panjang-pendeknya umur seseorang tersebut.

13404634262106977374
13404634262106977374

Perjalanan menuju danau segara anak dari Plawangan Sembalun menjadi bonus pemandangan yang berlebih bagi kami. Waktu tempuh hampir 5 jam perjalanan menyusuri turunan terjal berbatu, peluh dan lelah menjadi tidak seberapa ketika berbagai keindahan bentang alam dihamparkan di pelupuk mata. Puncak gunung Agung yang menyembul kokoh di kejauhan, Tambora di batas horizon mengapung di atas daratan pulau sumbawa, kontur alam, lipatan bukit-bukit terjal dihiasi hijau vegetasi berdaun jarum khas pegunungan, cantigi dan kuntum edelweis, silih berganti menghujam pandangan. Kalimat tasbih tak henti mengalir mensyukuri kebesarannya. Sementara danau segara anak sendiri, pesonanya benar-benar nggak ada matinya. View dari Plawangan Sembalun yang berbeda level ketinggian rata-rata hampir 1 kilometer merupakan jawaban kedahsyatan letusan masa lalu. Permukaan air yang membentang seribu sekian hektar merupakan kaldera saksi sejarah vulkanis. Gunung Barujari yang tumbuh di dari dasar danau ibarat kepundan baru yang mengukuhkan eksistensi dapur magma Rinjani tetap bergolak. Seperti Anak Krakatau yang muncul setelah Krakatoa meleburkan tubuhnya sendiri dalam sekian kali letusan dahsyat, atau kepundan Bromo yang terus mengepulkan panas bumi setelah Tengger membentuk kaldera laut pasir.

13404635372053056222
13404635372053056222
  [caption id="attachment_184147" align="aligncenter" width="614" caption="view lipatan bukit"]
13404634852004408436
13404634852004408436
[/caption] [caption id="attachment_184155" align="aligncenter" width="576" caption="Barujari di atas Danau"]
1340465390160526321
1340465390160526321
[/caption]

Mengunjungi segara anak tidak hanya menikmati ketenangan tepi danau. Pemandangan indah dengan Barujari yang sesekali mengepulkan asap, sumber air panas dan air terjun menjadi spot-spot menarik selama berkemah di tepi segara anak. Goa Susu dapat juga dijadikan pilihan, sayangnya waktu kunjungan kami tidak mencukupi untuk melakukan perjalanan mencapai objek goa dengan pesona tetes-tetes air yang konon memiliki rasa berbeda-beda ini.

[caption id="attachment_184142" align="aligncenter" width="614" caption="refleksi air danau"]

13404627331008506311
13404627331008506311
[/caption] [caption id="attachment_184169" align="aligncenter" width="538" caption="hot spring water"]
13404666481279712712
13404666481279712712
[/caption]

Air terjun sebenarnya merupakan aliran air yang berasal dari danau segara anak yang menganak sungai. Sisi jatuhnya air terjun berdekatan dengan sumber air panas dengan kandungan belerang yang keluar dari salah satu tebing dinding sungai. Batu-batu sungai ditata membendung air panas yang mengalir membentuk kolam untuk berendam para pengunjung. Belum puas rasanya kami menikmati keindahan danau dan sekitarnya, namun waktu juga yang menuntun kami untuk beranjak pergi.

[caption id="attachment_184158" align="aligncenter" width="461" caption="air terjun"]

1340465763459103073
1340465763459103073
[/caption]

13404661851971742535
13404661851971742535
Perjalanan pulang team kami melalui rute Plawangan Senaru tidak melulu melewati jalur menurun layaknya 'turun gunung'. Mengingat posisi danau yang seolah terperangkap dinding terjal pegunungan, mengajak kami untuk kembali mendaki dinding kaldera setinggi hampir 1000 meter ini. Pada awalnya kami menyeberang sungai aliran danau, menyusuri tepi danau hingga memasuki area bervegetasi lebih rapat. Sampai di sini,medan yang dilalui berupa tanjakan terus menerus. Beberapa sisa longsor bulan lalu masih terlihat, namun jalur masih dapat dilalui. Putus asa berkali-kali itu pasti, tapi bagaimana kita menepisnya setiap kali datang, bagaimana perjuangan menguatkan diri dan menguatkan satu sama lain, selalu menjadi pelajaran dan nilai berharga dalam persahabatan. Bentang danau segara anak berbeda dengan sensasi view yang ditawarkannya dari arah Plawangan Sembalun, namun lagi-lagi pesonanya tidak mampu menghentikan bibir melafalkan kalimat penuh kekaguman dan tasbih kepadaNya.

[caption id="attachment_184172" align="aligncenter" width="622" caption="view segara anak dari dinding kaldera sisi senaru"]

13404668652133809319
13404668652133809319
[/caption]

Hampir sepanjang siang kami habiskan untuk perjalanan Danau Segara Anak-Plawangan Senaru, mengingat waktu menjelang ashar kami mencapai bibir kaldera. Perjalanan kami lanjutkan menuju pos III Senaru. Lembayung bergelayut, awan-awan kinton membuat formasi gugusan lautan, bias sinar matahari membentuk ROL, menutup hari penuh keindahan.

[caption id="attachment_184178" align="aligncenter" width="538" caption="ROL di Pos III Senaru"]

13404672851262510957
13404672851262510957
[/caption]

Belantara senaru bervegetasi rapat, kami melaluinya di pagi berikutnya, hari terakhir perjalanan pendakian. Primata jenis lutung ekor panjang banyak bergelantungan dalam radius 10 meter dari jalan seapak. Setelah meninggalkan Pos II, sebelum perjalanan berakhir di RTC (Rinjani Track Centre) Senaru, pendaki masih melalui tahapan pos-pos berikut; Pos II, Pos Extra, Pos I dan Jbag Gawah dengan estimasi jarak antar pos sekitar 1 km hingga 1,3 km. Jbag  Gawah adalah gapura/ pintu rimba yang dapat ditempuh dari RTC senaru dengan berjalan kaki maupun menggunakan jasa ojek melewati ladang dan permukiman penduduk dengan estimasi jarak sekitar 1,5 km.

[caption id="attachment_184179" align="aligncenter" width="576" caption="sayonara at jbag gawah"]

13404674581012015409
13404674581012015409
[/caption]

Akhirnya, jalur yang diklaim sepanjang 25 km antara RIC Sembalun hingga RTC Senaru khatam kami lalui. Rasa syukur telah kembali dengan kondisi selamat yang memenuhi perasaan karena telah mengecap segala keindahan Rinjani. Berharap suatu saat lagi dapat kembali untuk merengkuh mimpi bertemu kecantikan sang dewi di titik tiga tujuh dua enam Mdpl, Semoga.

 

Special thanks to Team Ibu-ibu PKK Hore; Nina, Lia, Dian, Mbak Indri, Adin, Achie, Adhi dan Hamzah

*Seluruh foto adalah koleksi pribadi, kecuali foto di pintu jbag gawah dan foto refleksi menyeberang sungai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun