Bertualang mendaki Rinjani, buat saya adalah sebuah mimpi besar. Merencanakannya dari sejak Oktober 2011, tujuh bulan sebelum eksekusi pendakian, ketika ajakan seorang teman membeli tiket promo sebuah maskapai penerbangan dihargai 546 ribu rupiah untuk perjalanan pulang pergi Juanda-Bandara International lombok, saya iyakan. Team yang terbentuk kala itu baru tiga orang, saya dan dua orang wanita teman biasa menggembelita dari Semarang, Lia dan Nina. Berbekal niat dan basmalah semoga dimudahkan segala urusan menjelang keberangkatan, karena buat saya pribadi, sebuah keputusan yang sangat spekulatif menyusun planning untuk tujuh bulan ke depan.
Team kami sempat membengkak menjadi belasan orang, sebelum akhirnya terjadi seleksi alam, hingga tersisa 9 orang, dengan formasi 7 orang wanita dan 2 orang pria, sangat jauh dari formasi ideal dan terasa timpang apabila dua orang pria harus mem-back up tujuh orang wanita, kami namakan Team Ibu-Ibu PKK hore. Tekad sudah bulat, izin dari orang tua sudah diijabah, izin cuti 4 hari dengan total 9 hari selama perjalanan sudah termasuk satu hari libur nasional dan dua kali weekend sudah mendapat konfirmasi dari HRD. Bala bantuan dari dua orang porter yang kami sewa dari Sembalun Lawang pun dikerahkan.
Rinjani Information Center (RIC) Sembalun menjadi tempat perizinan kami sebelum mendaki, memilih jalur Sembalun sebagai titik keberangkatan karena pertimbangan kecenderungan lebih landai dibandingkan dengan jalur Senaru. Membayar entry ticket seharga Rp. 10.000,00 dan menyerahkan persyaratan standard fotocopy KTP per pendaki. Selanjutnya, masing-masing akan mendapatkan kartu pendaki yang wajib digantungkan di tas maupun backpack selama pendakian. Setelah menginap satu malam di wisma perizinan (kami sampai di Sembalun sudah menjelang maghrib), pagi berikutnya, sebelum matahari terbit, kami bersembilan mulai menjejakkan kaki di jalur pendakian.
Rute awal melewati ladang penduduk dengan jalur makadam yang cukup lebar dan ternyata masih dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Sesekali kami melintas jalur lahar dingin. Setelah beberapa kilometer berjalan, beberapa team yang berangkat lebih siang  justru mendahului kami dengan menggunakan jasa ojek. Belum lagi beberapa kali team kami diperingatkan penduduk sekitar dan pasukan porter karena telah mengambil jalur yang keliru, mengingat jalur pendakian ini banyak terdapat percabangan dan tak satu pun dari kami yang pernah mendaki rinjani sebelumnya. Spekulasi pengambilan keputusan ini berpatokan pada arah puncak.
Memasuki medan savana, pemandangan lebih terbuka. Bulan Mei 2012 kala itu masih menyisakan beberapa kali awan mendung di angkasa. Terik matahari cukup bersahabat dibalut sedikit mendung, namun kemungkinan turun hujan selama pendakian membayangi kami. Mencapai Pos I kami menempuhnya dalam waktu hampir 4 jam berjalan kaki dari RIC Sembalun. Berada di tengah-tengah padang rumput luas, sedikit terhindar dari angin karena kontur site. Gerimis sedikit menghiasi perjalanan kami. rain cover dan raincoat mulai dikenakan. Tidak berlama-lama melepas lelah, perjalanan kami lanjutkan menuju pos II.
Namanya Pos Tangengean, berada di sebuah cerukan lembah dua bukit kecil, di tepi sungai kering yang merupakan aliran lahar dingin. Terdapat sumber air untuk mengisi perbekalan pendaki. Kala itu, waktu sudah hampir mencapai tengah hari. Kami mulai menggelar perbekalan dan memasak makan siang di sini.
Di antara pos II dan Pos III terdapat pos bayangan yang kami singgahi untuk menunaikan sholat qhasar Dhuhur dan Ashar. Hujan masih rintik menyertai perjalanan kami. Uniknya tiap pos di Gunung Rinjani National Park ini dilengkapi dengan tong-tong untuk tempat sampah, serta cubicle-cubicle dari besi sebagai fasilitas sekedar membantu privasi pendaki untuk buang air. Alas cubicle dibuat lubang berukuran 20cm x 20cm yang dapat dibuka dan ditutup untuk menghubungkannya dengan cerukan di dalam tanah yang sengaja diadakan untuk membantu pembuangan sampah biologis. Jangan harap seperti jaringan air bersih, tentu saja cubicle-cubicle ini penuh dengan aroma yang tidak sedap.