Bisa saja dengan mengajak siswa-siswi terindikasi akan melakukan corat-coret tersebut untuk bersama wali kelas (sebut mantan g’ ya) bersama binaan wali kelas (bukan ledekan), bersama motivasi wali kelas/guru mapel (bukan intervensi), bersama bimbingan wali kelas/guru mapel (bukan cemohan) kerjasama dengan aparat-aparat yang bergaji, memasuki Masjid atau bisa juga lapangan sepak bola di hari H dengan tujuan Ibadah. Data dan bimbing dan bina sehalus mungkin mereka yang kurang terbina. (Kan karena mereka kita bergaji).
Tanyakan kepada mereka ;
“Siapa yang berencana melakukan corat – coret naaak?”
“Saya pak guru,,,”
“Ya,, daftar di Ibu ya…nanti di dampingi sama bapak Polisi ya, biar bisa tertib di jalan ya,,
“Mmm….g’ seru sih bu….g’ seru dong pak..
“Jika kalian g’ ada yang daftar, Pak Polisi jaga kalian disini sampai besok Shubuh, kita Iktikaf disini, sanggup?
Hmmmmm,…
Yang perlu direnungkan adalah, “Kita yakin, siswa yang terdidik dengan baik berdasarkan karakter masing-masing, tidak akan pernah mau coret-coret”. Tapi yang terjadi adalah pendidikan kita hari ini kalah dengan pilok. Ya, Kalah. Dimana mereka merasa tersanjung, disana mereka bergabung. Dimana mereka merasa termotivasi, disana mereka berprestasi.
Untuk adik-adik pelaku corat-coret, terutama yang berpose dengan Saya. Inilah tujuan dari pose itu. Kita salah dik, tapi kita berniat, berdoa, semoga ada satu saja, Alhamdulillah bisa menjadi dua “ada” pigur yang terinspirasi peduli terhadap kita rakyat yang senasib dan diridhai Allah sebagai cara dakwah bil hikmah.