Mohon tunggu...
SURAT TERBUKA
SURAT TERBUKA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pingin Masuk Syurga Bi Ghoiri Hisab

Mencari Doa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Corat-coret Kelulusan, Oknum Polisi Lotim & Gadis yang Kehilangan

8 Mei 2016   03:10 Diperbarui: 8 Mei 2016   04:52 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malang benar nasib warga asal Kelayu Lombok Timur NTB, di seputaran Jalan Pejanggik Rakam – Pancor, Kecamatan Selong Lombok Timur, dalam keadaan mengoperasikan I-Padnya untuk mengambil gambar aksi corat –coret pengumuman kelulusan SMA/SMK/MA sederajat di Kabupaten setempat, Sabtu, 7/05/2016.

Pasalnya, bukan soal dokumentasi aksi corat-coret itu saja yang hilang dari memori i-padnya pasca diambil paksa oknum polisi Lombok Timur untuk melihat kemudian mendelet hak cipta gadis itu (Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Hak Cipta). Photo-photo keluarga seperti di Pantai dan lokasi bersejarah juga hilang.  Atas kejadian itu rakyat ini sangat kesal dan sedih.

Dokpri. 7/5/16

Sepanjang jalan pihaknya menggrutu tapi tak tau harus berbuat apa. Maklum pihaknya adalah rakyat biasa yang gugup berhadapan dengan aparat. “Saya sampai bela-belain photo jauh-jauh ke pantai jadi kenangan, tapi tau-tau kehapus, mending yang dihapus photo konvoi itu saja, ine ilang jeme kenangan kita” cetusnya berlogat Kelayu.

 Saya yang memboncengnya pun menjawabnya enteng. “Siapa suruh Anda kasih dia,”. Lasingan dirampas pe dia,” jawabnya makin kesal sambil menyalahkan Saya yang memintanya mendokumentasikan momen tahunan yang meresahkan itu untuk kepentingan umum sebagai renungan bersama, bagaimana mencari solusi “bersama” meminimalisir aksi-aksi menyedihkan dari para generasi yang masih butuh bimbingan itu.

Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan ketua Forum Wartawan Lombok, M. Ihsan Darma Santosa yang berada di jalan menuju tujuan. Sempat saling sapa, dan bercerita terkait peristiwa itu. Namun, kami putuskan untuk tidak membahasnya terlalu lama, sambil berlalu pergi, merenung, bertanya dalam hati sampai melahirkan hak menyatakan pendapat di muka umum melalui tulisan ini dan bertanya ;

  • Apakah hanya rakyat yang harus memiliki kode etik?
  • Tidak bolehkah rakyat memotret untuk tujuan yang menurut pendapat kami sangat mulia?
  • Jika memang rakyat harus memiliki kode etik dalam mengambil gambar, maka mohon publikasikan juga bagaimana kode etik kepolisian mengayomi rakyat di tengah jalan.

Lombok Timur, tanah kelahiran ini masih ditempati oleh sahabat-sahabat yang apatis terkait nasib sesama yang bertolak belakang dengan cita-cita bangsa ini yang ingin mencerdaskan dan memerdekakan rakyatnya. Berbeda dengan kabupaten lain, dalam cerita-cerita keberanian mereka menegakkan keadilan.

Baik yang mereka lakukan terlihat seperti kepentingan pribadi, ataupun kepentingan bersama. Walau andainya untuk kepentingan pribadi, namun toh itu juga menjadi sebuah inspirasi. Contoh aksi mereka baca di sini.

Mengapa Kami Mengambil Gambar “Itu”?

Kami adalah rakyat yang bergerak di organisi nirlaba yang sedang berjuang mengaplikasikan undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2) hasil amandemen kedua yang menyebutkan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Selain itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, serta banyak lagi catatan mulia, entah itu berbentuk undang – undang, PP, Permen, Inpres atau apapun namanya yang seharusnya menjadi renungan bersama.

corat-coret2-572e594e6f7e61d00d9cc15d.jpg
corat-coret2-572e594e6f7e61d00d9cc15d.jpg
Kontemplasi : Beri Mereka Bimbingan bukan Cemohan

Namun yang menjadi dasar kami paling dalam adalah pengetahuan kami yang sangat rendah tentang hikayatusahabat, namun kami mencoba untuk mengaplikasikannya, karena sangat bermanfaat untuk keluarga mereka yang corat-coret. Adalah salah satu cerita, sebut saja kemudian, al-Fatihah untuk para sahabat pejuang Islam. Singkat saja. Pra Islam, Bagaimana budaya Jahiliyah berlaku. Tidak ada manusia yang paling jahat di dunia ini, dari kisah masalalu sampai hari ini, selain kisah – kisah yang silahkan ditelusuri.

Kisah mutilasi dan pembunuhan berantai atau pembunuhan serupa, masih membunuh orang lain. Tapi kisah-kisah masalalu lebih kejam lagi. Dan disinilah letak kehebatan Islam. Islam yang indah, tidak seperti Islam yang berlaku di KTP Saya. Islam yang Indah masih sangat jauh tapi karena jauh itulah, ingin rasanya setiap saat menggapai keindahannya. Semoga kita semua mampu menauladani Rasulullah SAW dalam menerapkan pendidikan yang sukses merestorasi karakter.

Dengan berbagai perbedaaan pendapat yang sah- sah saja. Asal berjuang untuk tidak  merugikan dan menyakitkan sesama hamba, atau tidak sengaja menyakiti sesama hamba dengan berbagai tingkah, atau saat tertentu menyakitkan bagi seseorang / kelompok orang tapi bermanfaat untuk publik atau dalam undang-undang lebih mengedapankan azas manfaat, mengapa tidak diperjuangkan. Entahlah. Malas menulisnya, “G ADA ANGGARAN” meniru kata aparatur manja (apatis).

Kembali kepada corat-coret. Mereka yang melakukan corat-coret adalah anak-anak. Hari Sabtu kemarin (7/05/2016) adalah anak SMA. Ada yang sudah berumur 17 tahun lebih memang, tapi sebut saja anak-anak. Karena, mereka dan kita tetap butuh bimbingan, bukan hinaan, mereka butuh didikan, bukan ledekan.

Dan mereka, tidak menutup kemungkinan adalah satu diantara keluarga kita. Lalu kemudian. Adalah pengalaman pribadi, mungkin juga pengalaman pembaca. Diantara anak- anak Lulusan tersebut, mereka banyak merayakan kelulusan dengan berbagai cara. Cara yang diantaranya baik menurut mayoritas masyarakat adalah dengan roah atau zikiran ala adat sasak.

Namun,…Bagaimana dengan yang corat – coret?

Mereka yang corat-coretan dalam sangka hati terdalam ini, mereka punya hati dan mereka punya rasa bersalah. Namun kemana mereka akan menumpahkan rasa bersalah itu?. Ke ruang BK?, Ke Masjid?, Ke Wali Kelas? Ke Polisi? Ke Keluarga? Adakah yang sanggup mengayomi dan menjadi panasihat / konseling tanpa anggaran?.  

Bukan berarti membela mereka. Hanya mengajak yang berwenang menjalankan solusi plus dukungan, bukan ledekan. Bukan pula terhalang anggaran. Hati siapapun tentu lebih bahagia apabila mereka berbuat baik atau bahagianya lebih abadi dan tidak memiliki resiko. Bisa saja bahagia dengan bermaksiat, tapi itu sesaat dan resikonya besar.

 Singkat saja ; Kami ingin pemerintah menjalankan praktik seperti di Rumah Cemara, Cita-cita Kopemja, Perjuangan Lembaga Rehabilitasi Kunci, temuan-temuan pola yang mengarahkan remaja kearah yang positif, kreatif dan adalagi yang gratis tanpa anggaran tapi melawan Iblis yaitu dengan cara Khuruj fi Sabilillah atau bahasa populernya tabligh. 

Tanyakan (adakan penilitan) kepada hamba-hamba yang bertabligh itu, bagaimana kisah hidupnya sebelum terbebas dari petaka pergaulan bebas. Mengapa Saya meminta pembaca bertanya (meneliti), karena kita kebanyakan menggunakan logika dan apa namanya itu, ilmiah, ilmiah, ilmiah. G’ taulah aturan dunia. Wong lebih meng-agung-kan hasil pendidikan roti sih, (majas).   

Lebih logika lagi, dan jika pemerintahan butuh anggaran, cobalah. Misalnya. Pemerintah mampu menganggarkan miliaran rupiah untuk membangun gedung, (atau) sekolah mampu menganggarkan acara perpisahan puluhan juta? Penyuluhan yang hanya habis photo-photo bannaer narkoba, kemudian di cabut, hanya untuk laporan,,,hahaha. Mengapa tidak anggaran untuk meminimalisir calon generasi yang corat-coret itu untuk diayomi dengan cara tokoh-tokoh yang bukan OMDO (tapi).

Bisa saja dengan mengajak siswa-siswi terindikasi akan melakukan corat-coret tersebut untuk bersama wali kelas (sebut mantan g’ ya) bersama binaan wali kelas (bukan ledekan), bersama motivasi wali kelas/guru mapel (bukan intervensi), bersama bimbingan wali kelas/guru mapel (bukan cemohan) kerjasama dengan aparat-aparat yang bergaji, memasuki Masjid atau bisa juga lapangan sepak bola di hari H dengan tujuan Ibadah. Data dan bimbing dan bina sehalus mungkin mereka yang kurang terbina. (Kan karena mereka kita bergaji).   

Tanyakan kepada mereka ;

“Siapa yang berencana melakukan corat – coret naaak?”

“Saya pak guru,,,”

“Ya,, daftar di Ibu ya…nanti di dampingi sama bapak Polisi ya, biar bisa tertib di jalan ya,,

“Mmm….g’ seru sih bu….g’ seru dong pak..

“Jika kalian g’ ada yang daftar, Pak Polisi jaga kalian disini sampai besok Shubuh, kita Iktikaf disini, sanggup?

Hmmmmm,…

Yang perlu direnungkan adalah, “Kita yakin, siswa yang terdidik dengan baik berdasarkan karakter masing-masing, tidak akan pernah mau coret-coret”. Tapi yang terjadi adalah pendidikan kita hari ini kalah dengan pilok. Ya, Kalah. Dimana mereka merasa tersanjung, disana mereka bergabung. Dimana mereka merasa termotivasi, disana mereka berprestasi.

corat-coret4-572e59f9b493730815282788.jpg
corat-coret4-572e59f9b493730815282788.jpg
Renungan: Dimana mereka termotivasi, disana mereka berprestasi

Untuk adik-adik pelaku corat-coret, terutama yang berpose dengan Saya. Inilah tujuan dari pose itu. Kita salah dik, tapi kita berniat, berdoa, semoga ada satu saja, Alhamdulillah bisa menjadi dua “ada” pigur yang terinspirasi peduli terhadap kita rakyat yang senasib dan diridhai Allah sebagai cara dakwah bil hikmah.

Semoga pula kelak ketika punya anak, Semoga beliau (calon anak, hehe) tidak seperti kita dan semoga kita bagian dari orang yang mampu membimbing kelabilan diri dan sahabat sebaya. Al-fatihah untuk Pak Polisi yang mengejar kalian, Guru-guru kita dan semua yang berjasa terhadap kita.

Semoga semua kalian selamat di jalan dan jangan lupa Shalat Magrib, Isya dan jangan menginap apalagi sama teman perempuan kalian dan selamat menjalankan hidup yang tak semudah yang adik-adik bayangkan. Niatkan, diri kita berubah lebih baik. Allah maha pengasih, buktinya kalian diberikan selamat, bensin dan motor serta pilok. Hidup lagi.

Untuk orang tua, bersabarlah dan berdoa. Karena sudah membiayai anak sekolah, susah pula cari uang. Susah mendidik anak. Diposisi yang sama, Sekolah / Pendidikan / Pemerintah, yah… mau bilang apa. Jalankan Solusi yuk,.(Bukan diperdebatkan ya…). Wallahualam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun