Namun yang menjadi dasar kami paling dalam adalah pengetahuan kami yang sangat rendah tentang hikayatusahabat, namun kami mencoba untuk mengaplikasikannya, karena sangat bermanfaat untuk keluarga mereka yang corat-coret. Adalah salah satu cerita, sebut saja kemudian, al-Fatihah untuk para sahabat pejuang Islam. Singkat saja. Pra Islam, Bagaimana budaya Jahiliyah berlaku. Tidak ada manusia yang paling jahat di dunia ini, dari kisah masalalu sampai hari ini, selain kisah – kisah yang silahkan ditelusuri.
Kisah mutilasi dan pembunuhan berantai atau pembunuhan serupa, masih membunuh orang lain. Tapi kisah-kisah masalalu lebih kejam lagi. Dan disinilah letak kehebatan Islam. Islam yang indah, tidak seperti Islam yang berlaku di KTP Saya. Islam yang Indah masih sangat jauh tapi karena jauh itulah, ingin rasanya setiap saat menggapai keindahannya. Semoga kita semua mampu menauladani Rasulullah SAW dalam menerapkan pendidikan yang sukses merestorasi karakter.
Dengan berbagai perbedaaan pendapat yang sah- sah saja. Asal berjuang untuk tidak merugikan dan menyakitkan sesama hamba, atau tidak sengaja menyakiti sesama hamba dengan berbagai tingkah, atau saat tertentu menyakitkan bagi seseorang / kelompok orang tapi bermanfaat untuk publik atau dalam undang-undang lebih mengedapankan azas manfaat, mengapa tidak diperjuangkan. Entahlah. Malas menulisnya, “G ADA ANGGARAN” meniru kata aparatur manja (apatis).
Kembali kepada corat-coret. Mereka yang melakukan corat-coret adalah anak-anak. Hari Sabtu kemarin (7/05/2016) adalah anak SMA. Ada yang sudah berumur 17 tahun lebih memang, tapi sebut saja anak-anak. Karena, mereka dan kita tetap butuh bimbingan, bukan hinaan, mereka butuh didikan, bukan ledekan.
Dan mereka, tidak menutup kemungkinan adalah satu diantara keluarga kita. Lalu kemudian. Adalah pengalaman pribadi, mungkin juga pengalaman pembaca. Diantara anak- anak Lulusan tersebut, mereka banyak merayakan kelulusan dengan berbagai cara. Cara yang diantaranya baik menurut mayoritas masyarakat adalah dengan roah atau zikiran ala adat sasak.
Namun,…Bagaimana dengan yang corat – coret?
Mereka yang corat-coretan dalam sangka hati terdalam ini, mereka punya hati dan mereka punya rasa bersalah. Namun kemana mereka akan menumpahkan rasa bersalah itu?. Ke ruang BK?, Ke Masjid?, Ke Wali Kelas? Ke Polisi? Ke Keluarga? Adakah yang sanggup mengayomi dan menjadi panasihat / konseling tanpa anggaran?.
Bukan berarti membela mereka. Hanya mengajak yang berwenang menjalankan solusi plus dukungan, bukan ledekan. Bukan pula terhalang anggaran. Hati siapapun tentu lebih bahagia apabila mereka berbuat baik atau bahagianya lebih abadi dan tidak memiliki resiko. Bisa saja bahagia dengan bermaksiat, tapi itu sesaat dan resikonya besar.
Singkat saja ; Kami ingin pemerintah menjalankan praktik seperti di Rumah Cemara, Cita-cita Kopemja, Perjuangan Lembaga Rehabilitasi Kunci, temuan-temuan pola yang mengarahkan remaja kearah yang positif, kreatif dan adalagi yang gratis tanpa anggaran tapi melawan Iblis yaitu dengan cara Khuruj fi Sabilillah atau bahasa populernya tabligh.
Tanyakan (adakan penilitan) kepada hamba-hamba yang bertabligh itu, bagaimana kisah hidupnya sebelum terbebas dari petaka pergaulan bebas. Mengapa Saya meminta pembaca bertanya (meneliti), karena kita kebanyakan menggunakan logika dan apa namanya itu, ilmiah, ilmiah, ilmiah. G’ taulah aturan dunia. Wong lebih meng-agung-kan hasil pendidikan roti sih, (majas).
Lebih logika lagi, dan jika pemerintahan butuh anggaran, cobalah. Misalnya. Pemerintah mampu menganggarkan miliaran rupiah untuk membangun gedung, (atau) sekolah mampu menganggarkan acara perpisahan puluhan juta? Penyuluhan yang hanya habis photo-photo bannaer narkoba, kemudian di cabut, hanya untuk laporan,,,hahaha. Mengapa tidak anggaran untuk meminimalisir calon generasi yang corat-coret itu untuk diayomi dengan cara tokoh-tokoh yang bukan OMDO (tapi).