Mohon tunggu...
SURAT TERBUKA
SURAT TERBUKA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pingin Masuk Syurga Bi Ghoiri Hisab

Mencari Doa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Lombok & Misteri Hukum “Rakyat vs Rakyat” ; Siapa Dibalik Kasus Pembeli Gugat Penjual?

4 Maret 2016   20:02 Diperbarui: 21 Juli 2016   01:34 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Lombok dan Misteri Hukum Rakyat VS Rakyat (Surat Jaul Beli dan Laporan Polisi)"][/caption]

Kepada siapa Saya harus mengadukan rasa kasian ini?. Saya seorang Kompasianer, tak paham hukum, apalagi Amaq Sahuni (Penjual) yang tak bisa baca tulis.Dalam surat jual belinya, Amaq Sahuni (AS) menggunakan cap Jempol, bukan tanda tangan. Tapi beliau berani menempati tanahnya yang sudah dijualnya itu sampai kasus ini masuk ke meja hijau. Siapa dibalik semua itu? Ikuti penelusurannya di “Misteri Hukum Rakyat VS Rakyat”.

(Bagian 1)

Dalam problema antara rakyat yang membeli tanah (Yasin) dengan rakyat yang menjual tanah  (AS) yang terjadi di dusun Wates desa Ketangga Jeraeng Kecamatan Keruak, Lombok Timur NTB, sudah berlangsung sejak 3 (tiga) tahun silam, sekitar Mei 2013. (catatan Mei 2015, saat proses gugatan)

Waktu yang cukup panjang terutama dirasakan oleh pembeli yang kini sedang (saat itu) berikhtiar mendapatkan putusan Pengadilan terhadap tanah yang dibelinya sekitar tahun 2002.  Jual beli saat itu hanya menggunakan suara dan kesepakatan, karena memang iktikad baik antara penjual dan pembeli disertai tradisi jual beli berlandaskan kejujuran dinilai sah-sah saja, bahkan menurut hukum Islam juga demikian (saat itu).

Khawatir terjadi sesuatu yang tidak dinginkan, maka pembeli membuat surat jual beli pada 8 Desember 2004 bersama keterbatasan pengetahuna hukum yang dimiliki oleh rakyat dari dusun ini, sebagai bukti di kemudian hari atas kepemilikan yang sah turun temurun berlandaskan hukum yang ditetapkan di Negara ini. 

Pantauan Terakota, (Koran Mingguan tempat cerita ini dimuat pertama kali), bukti tertulis berupa surat jual beli dalam problema ini memang ada, di cap jempol (bukan tanda tangan) dua orang penjual yang merupakan saudara kandung, beserta tanda tangan kepala Dusun sebagai pemerintahan terdekat dengan dibubuhi materai tempel 6000 Rupiah.

Dalam jarak waktu sampai terjadi problema ini, pembeli bisa dikatakan tidak pernah mengelola tanah yang sudah dibeli karena keterbatasan waktu dan kesempatan yang berbenturan dengan tugasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka penggarapan atau pengelolaan tanah tersebut digarap oleh saudara terdekat (sampu/misan) bernama Jafar (alm), kadang juga oleh orang tua pembeli (dengan proses yang luput dari catatan) yang juga ikut membeli tanah tersebut kemudian langsung diberikan kepada Yasin dengan bukti atas nama sebagai pembeli dalam surat Jual Beli itu.

Sekitar tahun 2009, Yasin membutuhkan uang untuk biaya pendidikan anaknya, “karena saya dan keluarga saat itu butuh uang maka tanah itu saya gadaikan ke H. Yusuf,” cerita Yasin.  Belum genap 3 (tiga) tahun sejak tanah tersebut digadai ; gelagat kurang baik hadir dari beberapa oknum yang diduga sebagai provokator atas perkara ini, maka H. Yusuf tidak tahan menggarap tanah itu dan menawarkan Yasin untuk menebusnya kembali. “Saya sering dihina dan tidak tahan mengerjakan tanah itu,” cerita H. Yusuf.

Pembeli, (Yasin) yang juga mengaku terganggu dengan perbuatan tidak menyenangkan oleh oknum (diduga) provokator  (bertahun-tahun) ditambah kondisi keuangan keluarga saat itu, memilih tidak menebus gadai tanah itu, melainkan kembali menggandaikan tanah itu kepada Amaq Sahuni, penjual yang kini sebagai lawannya dalam berperkara, dengan pola (pindah gadai) dari H. Yusuf ke Amaq Sahuni.

Sekitar tahun 2013, gelagat tidak menyenangkan ditunjukkan Amaq Sahuni dan keluarganya dengan berbagai cerita miris yang didengar tetangga, dan tetangga (yang mendengarkan) menyampaikan kepada pembeli bahwa tanah tersebut tersangkut niat tidak baik dari Amaq Sahuni dan keluarga.  

Mendengar cerita itu, Pembeli (Yasin) kemudian menebus tanah yang sudah dibelinya itu, melalui H. Yusuf karena proses awal (serah terima) gadai dilakukan melalui tangan H. Yusuf. Namun kecewa diperoleh Yasin, Apa yang diceritakan tetangga ternyata benar, bahwa tanah itu memang ingin dikuasai oleh penjual (Aq. Sahuni) yang dibuktikan dengan ditolaknya uang tebusan sejumlah 3 juta itu.

Belum puas sampai disana, anak kandung dari Amaq Sahuni atas nama Jenek alias inaq Mujib dan beberapa keluarganya, diceritakan banyak berkoar menyulut sakit hati Yasin dan keluarganya. Ditunjukkan pula dengan penebangan kayu (dengan hasil) lebih dari satu truk dan melakukan pemagaran tanah sekitar bulan April 2013 di tanah berbukti tertulis sudah dijual tersebut.

Aksi yang dilakukan Inaq Mujib ini mengundang amarah keluarga Yasin dari misan, keponakan, dan lebih dari 10 warga yang secara diam-diam hampir melakukan aksi keras ingin main hakim sendiri atas kelakuan Amaq Sahuni dan keluarganya.

Suhu dingin dan jiwa lapang dada ditunjukkan Yasin dan keluarganya, dengan segera saat itu ia melerai emosi massa yang juga khawatir, jika perbuatan Jenek dan keluarganya tersebut dibiarkan maka akan mengundang perkara serupa yang terjadi terhadap tanah terbeli oleh warga tertentu dan merusak ketentraman bermasyarakat.

Yasin dengan legowo menjelaskan kalau perkara itu akan dilaporkan kepada pihak berwajib.  Benar ikhtiar Yasin, perkara tersebut pun dilaporkan ke Polsek Keruak dengan perkara yang dilaporkan; sebagai rakyat ; bersama keterbatasan pengetahuan hukum Yasin sendiri tidak tahu hukum apa dan pasal berapa yang dilanggar lawan perkaranya.

Yasin hanya ingin kepastian terhadap haknya dan hanya tahu, tanah yang sudah dibelinya dan kayu serta berbagai isi didalamnya sudah ditebang bersama sakit hati yang dipendamnya. Di Polsek Keruak, Yasin dan juga penulis cerita problema rakyat vs rakyat ini, mendapat kecewa, pasalnya Pihak Polseknya saat itu tidak menerima Laporan dan menyarankan agar melapor ke Kepolisian Resort (Polres) Lombok Timur. (Bersambung)

Note :

Kami mengundang hak jawab dan hak koreksi untuk siapapun terkait kasus ini. Hak jawab/hak koreksi dan sebagainya itu (bisa saja) sebagai tambahan bahan tulisan dan proses hukum  lainnya untuk citizen journalism ini. Karena jika memungkinkan Cerita ini akan kami bukukan, sebagai sejarah problema hukum  “Rakyat VS Rakyat” di Lombok

Kami akan mengupdate info ini, dengan tenggang waktu tergantung perkembangan dan temuan lapangan terkait kasus dari tahun 2013 – sampai 2016 ini. Semoga Cerita ini bisa menjadi bahan pustaka, penelitian, kajian ataupun apapun bentuknya terkait misteri hukum “”Rakyat VS Rakyat” di negeri ini.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun