“Nggak bu,” jawabku.
Padahal Aku benar-benar curiga dan mulai merasa kurang nyaman. Pikiran mulai berontak, tapi perlahan kuatur emosi ini. Lalu meminumnya dalam hati berdo’a. Karena khawatir riset terkait keluarganya Sachiko terhenti, maka Aku ikuti saja kemauan Ibu yang dalam dua sangka ini.
Yang membuat agak emosi adalah bisa-bisanya, anaknya, Sachiko sahabatku dalam kedaan entah dimana dan bernasib bagaimana, malah Ibunya terlihat santai dan sama sekali belum menyentuh pembahasan itu. Mengapa saya lebih prihatin dengan kondisi Sachiko daripada Ibunya yang melahirkannya.
Perasaan ini campur aduk, pusing rasanya pasca minum itu. Ibu inipun mengajak ke kamarnya. Aku tak bisa menolak. Kepalaku terasa berat. Sesekali menatap wajah cantik itu, sesaat pula ingat diri yang masih berseragam putih abu-abu. Pengalaman yang belum pernah Aku alami. Pengalaman yang membuat lupa-lupa ingat.
(Bersambung,,,)