Karena itu dia langsung mendaftar ketika suku dinas terkait menyelenggarakan pelatihan membuat batik. Berkat ketekunannya, ia berhasil menguasai teknik membatik. Bahkan kemudian membagikan ilmunya pada orang lain.Â
Di sana kami diperkenalkan dengan alat-alat membatik. Kalau untuk cap, ada alat cap yang terbuat dari tembaga, kayu dan kertas kardus. Alat cap yang ukurannya besar dan terbuat dari tembaga cukup berat.
Sedangkan alat-alat untuk membatik tulis, terdiri dari tiga benda. Tungku api untuk melelehkan lilin (malam),  canting  serta kain. Canting terdiri dari tiga bagian, gagang, nyamplung dan cucuk. Nah, cucuknya ini ada yang satu cucuk, dua cucuk dan tiga cucuk. Fungsinya ketika membuat garis dan titik dobel.Â
Pertama, tungku dinyalakan untuk mencairkan lilin yang mirip sabun batangan. Setelah cair, diambil dengan canting dan dioleskan pada sehelai kain yang sudah berpola atau telah diberi motif batik. Kita oleskan pada setiap garis yang telah ditentukan.Â
Menyanting ini harus hati-hati agar lilin tidak tumpah dan sesuai dengan pola. Harus diupayakan tembus ke balik kain. Kalau tidak, maka baliknya harus diberi lilin juga. Karena kami masih amatiran, tentu saja sebagian tidak tembus.Â
Kedua, setelah selesai menyanting dan lilin mengering, digelar di meja untuk pewarnaan. Untunglah beberapa staf Rumah Batik Ciracas telah menyiapkan cat warna dan kuas yang dibutuhkan. Ada puluhan mangkuk warna yang tersedia.Â
Proses pewarnaan ini juga harus hati-hati, agar tidak mbleber atau keluar dari garis pola. Kita diberi kebebasan menggunakan warna apapun yang kita senangi. Kebetulan motif batik yang ada pada kain saya bergambar bunga. Saya menggunakan warna merah, biru, hijau dan kuning kunyit.Â