Hari Batik baru saja berlalu. Tidak salah jika Koteka membuat event belajar membatik pada hari Sabtu tanggal 28 September. Saya bersyukur bisa ikut ke Rumah Batik Ciracas, Jakarta Timur. Ini tempat workshop membatik motif khas Betawi atau Jakarta.
Setiap provinsi memiliki corak batik yang berbeda. Namun yang paling terkenal memang berasal dari provinsi DI Yogyakarta, Solo dan Pekalongan. Pada umumnya, daerah-daerah lain justru belajar dari tempat-tempat ini. Yogyakarta dan Solo memiliki corak batik yang khusus untuk kalangan keraton dan beberapa motif mengandung nilai filosofi yang tinggi. Misalnya batik motif parang dan Kawung. Kain bermotif tersebut tidak bisa digunakan sembarangan, ada pakem yang harus ditaati.
Sedangkan di Jakarta, tidak terikat oleh pakem tertentu. Tetapi biasanya menggambarkan sesuatu yang hanya ada di Jakarta. Misalnya batik motif Monas, bajaj, kembang kelapa dan ondel-ondel. Motif ini diciptakan oleh seniman - seniman Betawi. Bahkan semakin berkembang dengan motif lain.
Rumah Batik Ciracas yang kami kunjungi, tentu saja mengembangkan motif batik Jakarta. Justru kita bisa mencoba menuangkan imajinasi tentang sesuatu yang kita anggap sebagai ciri khas Jakarta. Namun terlebih dahulu belajar dari hal yang mendasar yaitu peralatan membatik dan cara menggunakannya.
Batik di luar IndonesiaÂ
Sebagaimana diketahui, negara tetangga kita sering mengklaim bahwa batik berasal dari negara mereka. Untunglah UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia. Sehingga ketika youtuber kelas dunia Ishowspeed mencari kebenaran di google, jawabannya adalah batik berasal dari Indonesia, khususnya pulau Jawa.Â
Tetapi batik juga ada di negara-negara lain. Bukan hanya Malaysia, melainkan juga negara-negara di Afrika. Perbedaanya adalah, batik Indonesia memiliki filosofi dan mereka tidak. Selain itu, batik Indonesia ada corak garis dan isian titik-titik.Â
Batik tulis merupakan warisan dari nenek moyang yang harus kita pertahankan. Memang proses membuat batik tulis cukup lama, tak heran harganya menjadi mahal. Karena itu ada versi murah yaitu batik cap yang lebih mudah dikerjakan.Â
Rumah Batik CiracasÂ
Rumah Batik Ciracas didirikan oleh seorang wanita yang sangat peduli pada kelestarian batik. Â Nathalia, mempelajari batik setelah resign dari pekerjaannya di Sinar Mas grup. Dia lalu memikirkan bagaimana agar bisa tetap aktif kreatif dan berkarya.Â
Karena itu dia langsung mendaftar ketika suku dinas terkait menyelenggarakan pelatihan membuat batik. Berkat ketekunannya, ia berhasil menguasai teknik membatik. Bahkan kemudian membagikan ilmunya pada orang lain.Â
Di sana kami diperkenalkan dengan alat-alat membatik. Kalau untuk cap, ada alat cap yang terbuat dari tembaga, kayu dan kertas kardus. Alat cap yang ukurannya besar dan terbuat dari tembaga cukup berat.
Sedangkan alat-alat untuk membatik tulis, terdiri dari tiga benda. Tungku api untuk melelehkan lilin (malam),  canting  serta kain. Canting terdiri dari tiga bagian, gagang, nyamplung dan cucuk. Nah, cucuknya ini ada yang satu cucuk, dua cucuk dan tiga cucuk. Fungsinya ketika membuat garis dan titik dobel.Â
Pertama, tungku dinyalakan untuk mencairkan lilin yang mirip sabun batangan. Setelah cair, diambil dengan canting dan dioleskan pada sehelai kain yang sudah berpola atau telah diberi motif batik. Kita oleskan pada setiap garis yang telah ditentukan.Â
Menyanting ini harus hati-hati agar lilin tidak tumpah dan sesuai dengan pola. Harus diupayakan tembus ke balik kain. Kalau tidak, maka baliknya harus diberi lilin juga. Karena kami masih amatiran, tentu saja sebagian tidak tembus.Â
Kedua, setelah selesai menyanting dan lilin mengering, digelar di meja untuk pewarnaan. Untunglah beberapa staf Rumah Batik Ciracas telah menyiapkan cat warna dan kuas yang dibutuhkan. Ada puluhan mangkuk warna yang tersedia.Â
Proses pewarnaan ini juga harus hati-hati, agar tidak mbleber atau keluar dari garis pola. Kita diberi kebebasan menggunakan warna apapun yang kita senangi. Kebetulan motif batik yang ada pada kain saya bergambar bunga. Saya menggunakan warna merah, biru, hijau dan kuning kunyit.Â
Kalau sudah selesai pewarnaan, maka kain dijemur di bawah sinar matahari agar cepat mengering. Setelah kering bukan berarti selesai, tapi diguyur air untuk membersihkan kain. Lalu dijemur lagi sampai kering.Â
Proses terakhir, lilin harus diluruhkan dengan air panas. Butuh dandang dan tungku yang besar. Kalau lilin sudah rontok, maka kain batik selesai dibuat. Â Berhubung yang kami buat hanya seukuran serbet, bisa jadi dalam sehari. Tetapi untuk ukuran satu helai kain panjang, kira-kira butuh dua Minggu.Â
Nah, jadi kita mengerti bahwa membatik memerlukan waktu yang lama. Ini juga melatih kesabaran dan ketelatenan. Wajar saja jika batik tulis harganya lebih mahal, bahkan ada yang mencapai jutaan rupiah. Yuk belajar membatik untuk melestarikan budaya bangsa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H