Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kereta Terakhir Itu

25 Mei 2024   20:12 Diperbarui: 25 Mei 2024   20:17 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang serdadu menodongkan pistolnya ke kepala Liem. "Kowe harus mati." 

"Siapa kalian?" tanya Liem keras.

Mereka tidak menjawab. Serdadu yang lain menarik Helen dan memaksanya turun. Liem berusaha mencegah, tetapi dihadang oleh dua serdadu. Pemuda itu marah, mendadak ia melakukan lompatan kungfu dengan dua kaki menghantam dada serdadu-serdadu itu. 

Sebelum mereka bangkit, kaki Liem telah melayang ke kepala mereka. Kedua serdadu itu langsung pingsan di tempat. Liem dengan segera meloncat turun. Namun di bawah, tiga serdadu telah menyambut dengan tongkat kayu. Untung Liem berhasil menghindar dengan menjatuhkan diri. 

Selanjutnya kaki Liem terayun keras pada tulang kering seorang serdadu hingga dia berteriak kesakitan. Serdadu lainnya belum sempat memukul Liem karena pemuda itu secepat kilat berbalik dan menghajar punggungnya. Ketika satu orang serdadu lagi berusaha menangkapnya, Liem telah lebih dulu memukul kepalanya. Mereka terkapar tak berdaya. 

Namun serdadu yang menyeret Helen segera menodongkan pistol kepada pemuda itu. 

"Jangan tembak dia," tangis Helen.

"Ini perintah ayahmu," kata serdadu itu tegas.

"Tolong jangan bunuh dia. Nanti kuberikan perhiasanku kepadamu sebagai bayarannya," isak Helen memelas. 

Serdadu itu hanya tertawa keras dan dengan bengis menatap Liem. Kemudian ia menarik pelatuk senjata yang dibawanya. 

"Dor, dor, dor," 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun