Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita yang Melanggengkan Duka

25 Maret 2024   22:16 Diperbarui: 25 Maret 2024   22:20 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betul, anakku jadi korban kebiadaban dalam kerusuhan itu. Dia ditembak mati oleh tentara," wajahnya berubah memancarkan kemarahan. "Anakku satu-satunya, direnggut secara kejam oleh mereka!"

"Bu Maria, itu sudah 26 tahun yang lalu," kata wanita itu lembut.

"Ya, tapi keadilan tidak berjalan. Jenderal pelanggar HAM dibiarkan bebas berkeliaran. Sudah berapa kali pergantian presiden, tidak ada yang memenuhi janji mengungkap kasus itu. Saya sangat kecewa."

Wajah wanita itu menunjukkan simpati yang mendalam. Ia meraih tangan Maria dan menggenggamnya erat. Tangisan Maria pecah, ia sesenggukan dan merintih pilu. Luka di dadanya tak pernah mengering, meratapi kepergian sang putera tersayang. 

Wanita berjilbab itu memberikan tepukan menenangkan di bahunya. Ia mengulurkan beberapa lembar tisu untuk menghapus air matanya yang mengalir deras. Setelah beberapa saat, Maria mulai bisa mengendalikan diri. 

"Maaf, saya tidak bisa menahan tangis,"

"Saya mengerti. Sangat berat bagi seorang ibu kehilangan anak yang sangat disayangi,"

"Akan tetapi," wanita itu melanjutkan. "Apakah ibu akan hidup seperti ini hingga akhir hayat? Apakah ibu tidak ingin hidup tenang pada sisa usia?"

Maria menatap kesal,"Bagaimana  bisa hidup tenang jika pembunuh anak saya masih saja bebas?"

"Ibu tampak sangat ingin membalas dendam."

"Tentu saja. Saya ingin pembunuhnya diberikan hukuman setimpal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun