Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengulik Armada Helikopter di Lanud Atang Senjaya Bogor

8 Januari 2024   17:40 Diperbarui: 8 Januari 2024   17:41 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak puluhan tahun lalu, saya penasaran dengan landasan udara Atang Senjaya di Bogor ini. Saya kerap lewat di jalan raya Semplak, dan melihat sebuah helikopter tua di depan gerbang. Tapi bayangan saya, landasan udara ini mirip dengan landasan udara lainnya, luas dan megah.

Nah, akhirnya rasa penasaran itu terjawab ketika mengikuti event komunitas Kompasianer Air yang mengadakan kunjungan ke Lanud Atang Senjaya. Sewaktu bulan Desember, saya sudah ikut serta ke Lanud Halim Perdanakusuma. Ini kesempatan kedua melihat basis Angkatan Udara Republik Indonesia. 

Dalam mobil jemputan (dok.pri)
Dalam mobil jemputan (dok.pri)

Saya satu rombongan dengan admin Kompasianer Air, Pak Taufik Uieks dan Dewi Puspa. Tiga orang langsung ke lokasi, mas Rahab, mbak Denik dan teman dari Tangerang. Kami bertemu di pos penjagaan depan, menyerahkan KTP dan dijemput oleh staf. Selalu tuan rumah adalah Pak Edy dari Lanud Atang Senjaya. 

Pak Edy memberi pengarahan (dok.pri)
Pak Edy memberi pengarahan (dok.pri)

Ternyata Lanud Atang Senjaya dikhususkan untuk armada helikopter. Jadi tidak diperlukan landasan pacu yang panjang dan luas. Jelas ada helipad, yang tidak membutuhkan lahan besar. Meskipun demikian, ada satu menara kontrol di salah satu sudut area. 

Di kawasan Lanud Atang Senjaya ini ada tiga satuan udara. Skadron 6 dan 8 serta Satuan Udara Pencarian dan Pertolongan (SATUDPP). Pertama kami dibawa ke Satuan Udara Pencarian dan Pertolongan. Rupanya ini adalah hanggar tempat menyimpan helikopter operasional Basarnas.

Mobil operasional Basarnas (dok.pri)
Mobil operasional Basarnas (dok.pri)

Helikopter Basarnas

Di depan pintu masuk, ada beberapa mobil Basarnas yang diparkir. Lalu kami masuk ke dalam hanggar. Satu helikopter terbesar langsung tertangkap oleh mata. Helikopter ini khusus untuk VIP misalnya pejabat tinggi Basarnas yang sedang meninjau lokasi bencana. 

Ada tim yang juga memandu kami di tempat ini selain Pak Edy. Antara lain, mas Hardhi, Mas Reno yang juga penerbang (pilot) dan La Ode, seorang teknisi pesawat, khususnya merawat helikopter Basarnas. 

Sebetulnya, ada sepuluh penerbang yang bertugas mengoperasikan helikopter Basarnas. Tetapi yang kali ini hadir ada dua orang yaitu Reno dan Dimas yang menyusul belakangan.

Saya di dalam helikopter VIP (dok.pri)
Saya di dalam helikopter VIP (dok.pri)

Helikopter jenis AW  139 ini termasuk jenis baru pabrikan Italia, baru datang pada tahun 2020 yang lalu. Kapasitas angkut 15 orang, dengan dua awak. Tentu saja juga dilengkapi dengan Hoist permanen untuk membantu mengangkat korban bencana. Namun jika diperlukan, kursi-kursi penumpang bisa dilepaskan agar lebih fleksibel mengangkut korban. 

Helikopter tersebut bisa bertahan selama enam jam dengan kecepatan 300 km perjam. Kalau bertugas ke tempat yang jauh, misalnya sewaktu penyelenggaraan balap MotoGP di sirkuit Mandalika, maka harus singgah di salah satu landasan udara untuk mengisi bahan bakar serta cek mesin. 

Di samping kanan saya adalah penerbang Reno (dok.pri)
Di samping kanan saya adalah penerbang Reno (dok.pri)

Di samping helikopter besar tersebut ada dua helikopter ukuran sedang, yaitu Dauphine  AS369 N3+ yang mempunyai moncong seperti mulut lumba-lumba. Helikopter jenis ini merupakan keluaran pabrik Airbus di Perancis. Diproduksi sekitar tahun 2015. Masih terhitung armada baru. Dua helikopter ini terlihat unyu-unyu. Tapi jangan meragukan kemampuan menjelajah daerah bencana. 

Helikopter Dauphine yang mirip lumba-lumba (dok.pri)
Helikopter Dauphine yang mirip lumba-lumba (dok.pri)

Terletak paling pojok adalah helikopter paling mungil, buatan PT Dirgantara Indonesia. Helikopter NBO 105, yang serupa rancangan Jerman, Helikopter Bolkow 105, dibuat sekitar tahun 1980-an. Saat itu nama PT Dirgantara Indonesia masih IPTN (zaman Orde Baru). Karena mungil, kapasitas hanya 4 orang, termasuk kru pesawat.  

Helikopter mungil (dok.pri)
Helikopter mungil (dok.pri)

Helikopter ini memang bandel, sehingga masih bertahan dan berfungsi hingga sekarang. Dengan panjang 12 meter dan tinggi tiga meter, NBO 105 adalah helikopter yang lincah dan gesit. Dia mampu dibawa berakrobat di udara. 

Hardhi dan La Ode (dok.pri)
Hardhi dan La Ode (dok.pri)

Armada Helikopter Basarnas selalu disiagakan ketika terjadi bencana alam. Misalnya ketika bencana alam di Cianjur tahun lalu. Selain itu juga bersiaga pada event besar seperti balap MotoGP di sirkuit Mandalika. Ketika ada pembalap yang mengalami kecelakaan, langsung dibawa dengan helikopter Basarnas. Momen lain adalah kesiagaan pada liburan Nataru, karena macet yang luar biasa di tol Merak, sering ada orang yang kolaps, butuh pertolongan segera. 

di depan SATUDPP (dok.taufik)
di depan SATUDPP (dok.taufik)

Skadron 6

Beberapa meter dari hanggar SATUDPP Basarnas, terdapat hanggar Skadron 6. Namun hanggar ini terlarang untuk dimasuki, maka kami diarahkan melihat helikopter tertua yang ada di tempat terbuka. Boleh dikatakan helikopter ini merupakan heritage karena sudah "sepuh". 

Di depan helikopter Twin Pack Sikorsky S58T (dok.pri)
Di depan helikopter Twin Pack Sikorsky S58T (dok.pri)

Helikopter Twin Pack Sikorsky S58T  keluaran tahun 1958. Helikopter ini adalah hadiah dari Presiden Amerika Serikat saat itu, John F. Kennedy kepada Presiden pertama RI, Soekarno pada tahun 1961. Nah, tua banget kan, usianya si Mbah helikopter. 

Saya di dalam Mbah helikopter (dok.pri)
Saya di dalam Mbah helikopter (dok.pri)

Di dalamnya cukup luas tanpa kursi, maklum untuk mengangkut pasukan. Di dinding si "Mbah" terdapat keterangan sejarah mengenai operasional yang selama ini dilakukan. Si "Mbah" bertugas cukup lama, baru pensiun tahun 2009. Terbayang kan, betapa tangguhnya helikopter ini. 

Ada tiga penerbang, dua dari Skadron 6 dan satu dari Skadron 8 yang menemani kami. Mereka masih muda, baru beberapa tahun bertugas di Lanud Atang Senjaya. Bahkan ada yang datang sewaktu masa pandemi Covid 19. Dalam usia muda, mereka sudah menjadi pilot helikopter andalan TNI AU. 

Trio penerbang (dok.pri)
Trio penerbang (dok.pri)

Helikopter yang ada di Skadron 6 lainnya, yang berada di Hanggar adalah jenis NAS 332 Superpuma. Sayangnya, karena ini merupakan alutsista yang tak boleh sembarangan dilihat umum, kamu tidak bisa mengintipnya. 

Oh ya, sekedar info, Skadron 7 ada di Subang. Skadron ini khusus untuk perawatan helikopter TNI AU. Jadi, sangat tertutup, tidak bisa dikunjungi masyarakat umum. 

Skadron 6 (dok.denik)
Skadron 6 (dok.denik)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun