"Kamu kok tambah gemuk? Diet dan olahraga dong biar langsing," ujar seorang teman.
Siapa sih yang tidak ingin langsing dan sehat? Saya yakin hampir semua perempuan sangat menginginkannya. Namun mewujudkan hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sebagian perempuan mengalami kesulitan untuk menjaga tubuh agar tetap langsing dan sehat. Pertama, faktor genetik atau keturunan. Biasanya kalau orangtua gemuk, anak-anaknya juga akan menjadi gemuk.
Kedua, perempuan menanggung risiko berkeluarga yang jarang diperhitungkan. Salah satunya adalah menghabiskan sisa makanan. Selain itu jarang punya waktu untuk berolahraga karena terjebak pekerjaan rumah yang tak ada habisnya.
Nah, berada di manakah saya? Ternyata termasuk golongan yang pertama. Saya keturunan orangtua (ibu) yang gemuk. Semakin bertambah usia, semakin bertambah berat badan.
Percayalah, dahulu tubuh saya langsing dan ideal. Dengan tinggi badan di atas rata-rata dan berat sekitar 50 s/d 53 kg. Banyak yang mengatakan bahwa saya pantas menjadi model atau pramugari.
Namun, itu adalah masa lalu. Kenyataan yang saya hadapi sekarang, sejak usia 40 tahun, berat badan terus meningkat 2 kg setiap tahun. Padahal saya suka beraktivitas, bukan hanya untuk bekerja tapi juga berpetualang di alam bebas.
Akibat pertambahan berat badan tersebut, saya paling benci jika ada teman yang ketika bertemu mengatakan,"Eh, kamu tambah gemuk ya?"
Ada lagi yang lebih menyinggung perasaan,"Perutmu gendut ya".
Sungguh, hati saya menjadi risau jika mendengar kata-kata seperti itu. Tak usah diberitahu kalau saya tambah gemuk. Saya sudah tahu dan merasakannya.
Ketahuilah, saya sedih dengan baju-baju yang menjadi sempit. Saya bukan orang yang setiap saat bisa membeli baju. Maka sudah seharusnya saya mencoba untuk mempertahankan berat badan.
Setiap tahun saya mempunyai program diet dan olahraga. Dalam bulan Desember, saya mencanangkan diet dan olahraga setelah malam pergantian tahun. Namun program itu selalu gagal. Kenapa?
Hei, bukan saya yang malas. Bulan Januari musim penghujan. Bahkan di bulan ini, biasanya hujan sangat intensif. Tidak aneh jika mendengar berita kebanjiran di mana-mana.
Bayangkan, mau keluar jalan kaki, lari-lari, bersepeda dan olahraga luar ruangan lainnya menjadi tidak memungkinkan. Setelah sholat Subuh, maka pilihan utama adalah tidur lagi.
Di luar rumah, hujan turun terus menerus. Jalanan menjadi becek dan licin. Kalau memaksakan ke luar, justru risiko menjadi lebih besar.Â
Bagaimana dengan olahraga di dalam rumah? Aduh, jangan mengira bahwa semua orang punya rumah yang besar sehingga bisa berolahraga di dalamnya. Kalau tinggal di rumah kontrakan sepetak?Â
Cuaca hujan dan udara dingin membuat saya juga melupakan diet. Soalnya saya perlu menghangatkan diri dengan secangkir kopi dan teman-temannya (baca: cemilan). Ini bisa dilakukan tiga kali sehari atau lebih.
Selama musim hujan belum berhenti, rencana diet dan olahraga akan terus tertunda.Â
"Ah, nanti saja. Tunggu cuaca lebih baik," janji saya dalam hati.
Lalu, apakah saya bisa menjalankan program diet dan olahraga ini ketika musim berganti? Belum tentu. Ada saja yang membuat saya sulit melakukannya.
Musim peralihan antara bulan Maret dan April. Musim panas dimulai pada bulan Mei. Pada musim ini banyak godaan untuk jalan-jalan. Entah untuk sekedar piknik atau berpetualang ke tempat yang jauh.
Kalau sedang bepergian, tentu senang mencoba berbagai kuliner. Saya senang mencicipi makanan khas daerah dan makanan yang sedang hits di tempat tersebut.Â
Memang betul bahwa petualangan saya termasuk mendaki gunung. Namun berdasarkan pengalaman, tidak membuat saya bertambah kurus. Semakin tua, kegiatan seperti itu tidak banyak berdampak terhadap berat badan. Metabolisme semakin rendah, ditambah risiko mudah gemuk karena keturunan.
Selain itu, sebagai blogger sering mendapat undangan menghadiri suatu acara. Tahu dong, dalam acara banyak disediakan makanan enak. Ini merupakan hal yang sulit untuk ditolak.
"Jangan makan, nanti tambah gemuk".
"Sekali-kali kan tidak apa-apa," aku mencari pembenaran. Rezeki tidak boleh ditolak.
Alhasil, sampai musim panas berlalu, program diet dan olahraga belum juga berjalan. Bagaimana mau langsing? Tubuh ideal semakin jauh dari jangkauan.
Musim pandemi membuat program itu juga kacau balau. Apalagi jika kegiatan di rumah adalah mencoba resep masakan. Semakin banyak yang dimakan padahal tidak pernah olahraga.
Berat badan bertambah drastis. Pakaian ada yang tidak muat lagi. Saya menangis dalam hati. Kemudian saya berhenti eksperimen memasak. Tapi tetap saja tidak memiliki aktivitas ke luar karena pandemi masih berlangsungÂ
Akhir tahun 2020 sudah di depan mata. Program diet dan langsing tetap ada. Terutama setelah dokter menyarankan agar mendisiplinkan diri pada program itu agar terhindar dari penyakit diabetes melitus.
Nah, apakah program itu akan berhasil dilakukan? Entah. Tapi jangan sekali-kali mengatakan saya bertambah gemuk. Saya akan sangat tersinggung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H