"Sinyal mati," kata Zaenab. Aku memeriksa hape, betul kata dia, tidak ada sinyal.
"Mungkin kita lanjutkan saja dulu. Kalau ada perumahan penduduk, kita nanti bertanya," usulku.
Akhirnya mobil berjalan lagi. Tapi setelah satu jam belum juga bertemu dengan satu rumah pun. Aku merasa memasuki dunia antah berantah.
"Bagaimana nih," Zaenab semakin cemas. "Ini sudah waktunya sahur,"
Mobil kembali berjalan. Setelah sebuah belokan tajam, kami melihat sebuah cahaya. Kami menarik nafas lega.
"Ada rumah penduduk. Mudah-mudahan dia mau menjual makanan untuk kita," kata suami Zaenab.
Semakin dekat menuju sumber cahaya, baru kelihatan bahwa itu bukan sebuah rumah, melainkan gedung kecil. Dalam penglihatan ku, mirip barak tentara.
Betul saja, ketika memasuki halaman kami melihat beberapa prajurit berseragam. Kami pun turun dan mengucap salam. Mereka menyambut dengan ramah.Â
"Kalian dari mana mau ke mana? " Tanya seorang tentara yang tampaknya disegani oleh yang lain.
"Kami tersasar, Pak," lalu suami Zaenab menjelaskan secara singkat.Â
"Ooh, kalau begitu masuklah. Kebetulan kami juga sedang sahur."