Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketukan di Tengah Malam

22 Maret 2018   21:14 Diperbarui: 22 Maret 2018   21:37 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, siapa?" tanyaku.

Tak ada jawaban. Jantungku berdesir. Aku berusaha kembali memusatkan perhatian pada tasbih di tanganku.

Ketukan itu terdengar lagi. Disusul dengan salam yang nyaris berbisik," Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh".

"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawabku berdebar.

Mengapa ada yang mengetuk pintu dan mengucap salam? Sedangkan setahuku tidak ada orang lain kecuali kakak-kakaku yang berada di rumah ini. Dengan memberanikan diri, aku bertanya.

"Siapa?".  Tapi tak ada jawaban.

Aku menunggu beberapa menit, barangkali ia akan kembali mengetuk pintu. Namun hanya keheningan yang ada. Rasa penasaran membuatku bangkit dari sajadah dan membuka pintu. Ternyata, tak ada seorang pun di depan kamarku. Aku pun menjadi tegang.

Aku menengok kamar satu persatu, yang kulihat adalah kakak-kakakku yang tetap tertidur pula di pembaringannya masing-masing. Kemudian aku menjenguk ibunda, matanya pun masih terpejam. Jantungku berdebar, siapakah yang mengetuk pintu dan mengucap salam?

Untuk beberapa lama aku meneruskan zikir di kamar ibunda. Wajah ibunda tampak damai. Senyuman tipis membayang di wajahnya yang pucat. Aku mengecup pipinya tanda kasih sayang. Oh, betapa aku menyanyangi ibunda.

Menjelang dini hari, aku kembali ke kamar untuk menunaikan shalat Tahajud. Baru saja selesai shalat witir, aku mendengar suara pintu kamar ibunda yang terbuka. Seseorang membuka pintu. Aku segera keluar kamar dan menjenguk ibunda.

Tapi tak seorang pun kutemui di sana. Hanya ibunda yang terbaring. Matanya masih terpejam. Hanya saja wajahnya semakin pucat. Ketika aku menyentuh kakinya, terasa dingin. Sangat dingin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun