Gaya bahasa juga merupakan identitas sebuah generasi. Bahasa yang digunakan dalam humor di masa lalu, sudah berbeda dengan gaya bahasa di masa kini. Perbedaan ini sering menimbulkan kesalahpahaman. Tetapi pada intinya, generasi milenial tidak menyia-nyiakan internet sebagai media ekspresi dengan menggunakan humor sebagai daya tarik sekaligus pengembangan kreatif. respon pengguna media sosial menjadi tolak ukur sebuah materi humor dapat diterima atau gagal.
Humor di masa Orde Baru
Dedi 'Miing' Gumelar dari Bagito, Â menceritakan bagaimana humor di masa Orde Baru. Pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto terkenal sangat otoriter, membuat masyarakat takut untuk berpendapat, atau bahkan untuk berekspresi. Dalam melawak pun harus hati-hati, karena takut 'dilenyapkan' dalam operasi khusus.
Warkop DKI memelopori kritik melalui humor, sehingga lolos dari kegalakan Orde Baru. Namun, Bagito hampir saja mengalami kesulitan ketika berhadapan langsung dengan penguasa Orde Baru. Mereka diminta melawak pada sebuah event, yang dihadiri  oleh Presiden Soeharto. Bagito CS cemas dan sport jantung.
Miing menceritakan bagaimana Bagito datang ke event tersebut dengan mengenakan pakaian tradisional. Mereka berpakaian adat asal masing-masing. Unang yang mengenakan pakaian Jawa, membawa keris di punggungnya. Ia dianggap membawa senjata tajam. Keris harus diletakkan. Unang berusaha berkelakar dengan paspamres. Namun ia justru ditegur secara keras.
Mereka tidak dapat masuk kalau tidak disusul panitia, yaitu Ibu Yogie S Memet dan Ibu Suryadi (Gubernur DKI). Ketegangan belum selesai, di dalam mereka diinterogasi lagi. Dalam ruangan pun ada penjagaan ketat dengan paspampres yang menyematkan pistol di kakinya. Bagaimana mereka mau melawak dengan keadaan seperti itu?
Untunglah ternyata di antara penonton yang berada di balkon, bukan orang-orang pemerintahan. Ada pula teman-teman dari kampus yang meneriakkan semangat. Miing dan kawan-kawan sangat terbantu dengan spirit dari mereka dan akhirnya berani memulai lawakan. Meski semula agak kaku, tapi lama kelamaan mencair.
"Sebenarnya humor masa lalu dan masa kini tidak banyak berbeda. Justru yang berbeda adalah momennya," tandas Miing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H