"Siapa yang menelepon, Dek?"
 Aku terkesiap. Ternyata Mas Agus sudah pulang dari jogingnya. Mudah-mudahan dia tidak mendengar percakapanku dengan Rianti.
"Enggak tahu Mas, ini salah sambung!" Aku terpaksa berbohong, karena takut emosi tersulut lagi, jika bercerita tentang Rianti.
"Oh ... Mas tunggu di mobil ya, Dek!"
Aku mengangguk, kemudian melangkah mengikuti Mas Agus.
Hari ini, kebetulan Mas Agus libur bekerja. Jadi, lelaki penyuka olahraga itu bisa mengantarku ke aula kecamatan untuk  mengikuti seminar pendidikan. Sejak masalah itu, dia bertambah sayang dan perhatian terhadapku. Mungkin, Mas Agus ingin mengambil hatiku lagi.
Sampai di aula kecamatan, Mas Agus pamit pulang dan berjanji akan men jem put ku kembali setelah seminar selesai. Aku mencium tangannya, lalu melangkah memasuki ruangan.
"Kamu Dinar, 'kan?" Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh tinggi menghalau langkahku. Aku mengerutkan kening mencoba mengingat pria yang begitu familiar.
 Debaran jantung berpacu lebih kencang, setelah menyadari pria di hadapanku itu adalah mantan pacarku. "Mas Andi, Kok Mas, ada di sini?" tanyaku heran.
"Iya, aku Andi. Syukurlah kamu masih ingat. Aku sudah seminggu mutasi ke daerah ini. Enggak nyangka bisa ketemu kamu," jelasnya sembari melempar senyum.
Aku berusaha menguasai hati yang tiba-tiba di penuhi bunga bermekaran. Ucapan Ustazah Halimah kembali terngiang. Seketika aku menunduk menyembunyikan rasa yang seharusnya telah menghilang.
"Dinar, kok kamu melamun." Suara Mas andi membuatku mendongak.