"Lepaskan Mas! Mau kamu apa sebenarnya?" Aku semakin kehilangan kontrol diri.
"Dengarkan dulu penjelasan Mas!" jawab Mas Agus. "Mas mohon!" imbuhnya memelas.
Aku diam terkulai dalam pelukan Mas Agus. Dia melerai pelukannya, kemudian  menutup wajahnya. Isakan Mas Agus terdengar jelas.
"Maafkan Mas! Mas khilaf, Dek." Mas Agus kembali meminta maaf.
Aku tertegun. Baru kali ini, aku melihat air mata Mas Agus. Mungkinkah, itu air mata buaya?
Dengan suara serak, Mas Agus melanjutkan penjelasannya. Dia bilang, hubungannya dengan Rianti sebatas di whatsapp. Bahkan lelaki bermata teduh itu memberikan ponselnya padaku dan berjanji tidak akan menghubungi lagi mantan pacarnya itu.
***
"Apa? Suami Mbak Dinar seling kuh?" Ustazah Halimah terbelalak, seolah-olah tidak percaya dengan p e nu tu ran ku.
"Iya Ustazah, saya juga tidak menyangka. Mas Agus mengirim chat mesra pada mantan pacarnya." Wajahku mulai memanas. Air mata yang sejak tadi ku ben dung, akhirnya meluap membanjiri pipi.
Sengaja, aku mencurahkan hati yang gundah pada Ustazah Halimah, setelah pengajian selesai dan Jemaah pulang. Aku yakin pimpinan majelis pengajian ibu-ibu itu bisa memegang amanah dan memberi solusi untuk masalahku kali ini.
"Hati saya s a ki i i t. Saya tidak tahu harus bagaimana, Ustazah?" lan jut ku sembari memegangi dada yang terasa sesak.
"Yang sabar ya, Mbak Dinar! Mungkin ini ujian buat rumah tangga Mbak." Wanita berjilbab lebar itu mengelus punggungku, seolah-olah memberi kekuatan.
Ustazah halimah, menghela napas dalam, lalu melanjutkan wejangannya. Dia bilang aku harus banyak beristighfar dan memohon ampun kepada Allah. Tentu saja aku kaget. Mengapa harus aku yang mohon ampun, bukankah yang bersalah Mas Agus?