Mohon tunggu...
Empong Nurlaela
Empong Nurlaela Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Kabur di Malam Pernikahan

24 September 2024   10:15 Diperbarui: 24 September 2024   10:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


“Bukankah mempelai prianya sudah membatalkan akadnya?”


“Saya yang akan menggantikannya,” ucap Alif sunguh-sungguh.


 “Terima kasih, Jang … Nuhun pisan.” Bapak merangkul Alif. Isak  Bapak kini terdengar menyayat hati. Entah tangis bahagia atau tangis kesedihan, sungguh aku tidak bisa membedakannya.


“Hentikan! Oma tida setuju!” Semua mata kini mengarah pada sumber suara. “Abang tidak usah mempertanggungjawabkan sesuatu yang tidak Abang lakukan!” imbuhnya.


Secercah harapan kembali menyinari hati. Dengan datangnya Oma Nenah—neneknya Alif bersama Adi, kemungkinan pernikahan ini tidak akan terjadi.


Oma Nenah cukup disegani di kampung kami. Beliau memiliki sawah dan tanah yang luas. Walaupun berada beliau terkenal rendah hati dan dermawan.


Alif mencium tangan Oma Nenah dengan takzim. Kemudian, ia membawa wanita lanjut usia itu jauh dari kami. Aku menatap mereka dari kejauhan. Terlihat pemuda baik hati itu sedang memberikan penjelasan pada neneknya.


Tidak lama kemudian, nenek dan cucu itu menghampiri kami. Oma Nenah memberikan penjelasan kalau beliau menyretujui pernikahan ini.


Aku terperangah kaget. Dugaan akan gagalnya pernikahan ternyata meleset. Namun, sekilas netraku menangkap embun dibalik kaca mata cembung milik Oma Nenah. Mungkinkah sebenarnya beliau tidak setuju dengan pernikahan ini? Sejuta Tanya memenuhi kepala yang kian lelah berfikir, setelah beberapa kejadian tak terduga menimpaku.


***


“Saya terima nikahnya dan kawinnya Mutiara Ayu Binti Dahri dengan mas kawinnya tersebut dibayar tunai” Kalimat kabul yang diluncurkan Alif dan suara riuh ‘sah’ para saksi bak belati menghunjam hati. Air mataku luruh kembali tak terkendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun