Part 2
Aku mengambil botol tersebut dengan tangan gemetar.
Kupejamkan mata, lalu … tiba-tiba pukulan seseorang tepat ditangan kananku, membuat botol terlempar cukup jauh. Sontak aku mendongak.
“Bik Nenih,” lirihku sambil mengaduh. Pukulan tadi cukup keras, hingga membuat tanganku sedikit merah.
“Kamu teh mau ngapain, Yok?” hardiknya. “Mau membuat Bapak dan Emakmu menderita?” imbuhnya.
“Tiara sudah tidak tahu harus bagaimana lagi meyakinkan Bapak, kalau Tiara ngga mau dijodohin, Bik.” Aku mengusap wajah yang basah dengan air mata.
“Kamu teh tak perlu meyakinkan lagi, sekarang kamu ikut Bibik ke luar!” Setengah menyeret Bik Nenih menuntunku ke luar kamar.
Di ruang tengah, tampak Bapak sedang berlutut sembari menangkupkan kedua tanggannya di depan calon ibu mertuaku.
”Aku mohon Sari, jangan batalkan pernikahan ini!”
“Iya Mah, jangan dibatalin atuh. Dadang mau nikah sama Tiara,” timpal Dadang dengan wajah memelas. Tingkah culunnya membuatku bertambah muak.
“Diam kamu Dang! Masih banyak gadis di luaran sana yang lebih cantik dari Tiara. Tentunya gadis yang masih suci.” Kalimat terakhir yang diungkapkan Bu Sari membuat jantungku bertalu lebih cepat. Tanganku mengepal berusaha menahan emosi yang memuncak.