“Ya. Ehm. Aku minggu depan belum,”
“Aduh sudah ya. Aku mau pergi dulu. Bye.”
Telepon dari seberang mati.
Sekarang giliran Feri lesu. Liburan tinggal kenangan. Feri melangkah ke kamarnya yang sepi. Lampu yang tadi dimatikan lalu dihidupkan kembali. Dia meletakkan tas punggungnya termasuk harapan dan impiannya ke Bromo di lantai kamarnya yang dingin. Dia merebahkan badannya di kasur tipis kusam dan berdebu itu. Pikirannya terbang kemana-mana. Hantu bernama seandainya dan hantu bernama aku pasti mulai masuk ke dalam hati dan pikirannya: ah sendainya aku di Bromo aku pasti senang, ah seandainya aku jadi berangkat aku pasti bisa melupakan masalah-masalahku, ah seandainya teman-temanku menepati janjinya aku pasti bisa melihat sunrise. Dia terus mengulang-ulang mencari kombinasi untuk dua hantu bernama seandainya dan aku pasti. Sampai dia tertidur.
Pagi hari. Bapak dan ibu Feri masih santai di depan televisi. Mereka menyaksikan berita pagi: sebuah kereta jurusan Surabaya-Jember-Banyuwangi terguling. Lima orang tewas. Belasan luka-luka. Kereta anjlok ke sawah karena beberapa bantalan rel telah rusak. Feri membisu. Dia kembali ke kamar lalu mengambil kertas coretan rute perjalanan dan transportasi yang akan digunakan.
Glek.
Feri terdiam mengamati kembali catatannya. Dia berkata dalam hati: seandainya tetap berangkat, mungkin aku yang jadi mayat. Feri memang merencanakan untuk pergi dengan kereta yang sama. Feri lalu memanjatkan syukur atas penundaan itu. Orang pertama yang ingin sekali ia temui adalah saudaranya Indra. “Untung mas, untung, sampeyan datang. Aku jadi batal mati,” begitu kira-kira.
***
Siapa yang belum pernah mengalami penundaan dalam hidupnya? Kalau belum saya mau bertanya lagi. Anda manusia apa batu? Batu memang tidak pernah mengalami penundaan karena mereka mati dan diam. Apapun, siapapun yang bergerak selalu mengalami penundaan. Benar bukan? Entah manusia atau mesin selalu pernah berada dalam situasi meleset dari rencana. Apa iya Harley Davidson tidak pernah mogok? Apa benar Singapore Airlines selalu terbang sesuai jadwal? Apa benar pasangan yang sudah merencanakan menikah akan selalu melangsungkan acara suci itu di waktu yang disepakati? Apa benar bintang kelas selalu mendapat beasiswa sesuai waktu yang direncanakan? Jawabannya satu: PASTI TIDAK.
Selama rencanamu berhubungan dengan orang lain atau terkait pihak-pihak yang berbeda, selalu ada kemungkinan untuk tertunda. Rasa kecewa, marah, jengkel, mulai pesimis adalah perasaan yang wajar bagi siapa saja yang mengalami penundaan. Nah, apa sebabnya? Pertama, penundaan melebarkan jarak antara harapan dan kenyataan. Ini yang sering disebut sebagai stress. Kedua, rasa takut untuk melihat kemungkinan yang lebih baik.
Nah, lalu bagaimana cara mengatasinya. Stress hanya akan berakhir jika individu-individu yang mengalami berani keluar dari lingkaran kenyamanan ini. Keberanian untuk keluar dari kotak kesengsaraan menjadi jalan satu-satunya untuk mengubah kemalangan menjadi keberuntungan, isak tangis menjadi tawa gembira. Seperti anak kecil yang belajar berenang pertama kali. Pilihannya hanya lompat atau duduk manis di pinggir kolam. Konsekuensinya jelas: tidak akan bisa berenang selamanya atau kadang kelelep tapi belajar sesuatu. Percayalah, melompat saja, melompat saja. Percayalah bahwa kadang pikiran ini perlu diistirahatkan, diganti dengan nyali dan keyakinan tentang gambaran hidup yang lebih baik.