Mohon tunggu...
Mazmur Prasetya Aji
Mazmur Prasetya Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Tuan rumah dari Podcast Happietalkie

Selanjutnya

Tutup

Music

PUAN: Feminisme Ala Distorsi Akustik

14 Oktober 2019   21:54 Diperbarui: 20 November 2021   00:49 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak banyak musisi yang mengusung spirit feminisme dalam karya mereka, lantang menyuarakan emansipasi dalam kesetaraan gender lewat lagu-lagu mereka. Sejarah mencatat setiap generasi memiliki simbolnya masing-masing. Janis Joplin mewakili generasi akhir 60-an hingga 70-an awal, Madonna mewakili generasi 80-an dan Alanis Morissette mewakili generasi 90-an. Semuanya memang solois perempuan, belum pernah ada band mancanegara atau lokal yang terang-terangan memakai perempuan sebagai tema besar karya mereka.

Sampai akhirnya, akhir Agustus lalu Distorsi Akustik, band asal Semarang, di bawah label Sorus Records merilis album kedua mereka berjudul PUAN --- etimologi yang berarti "perempuan". Album ini berani karena segmentatif mengungkap isu aktual sekitar perempuan.

Pada suatu Rabu siang yang terik, saya berkesempatan melakukan obrolan mendalam (in-depth interview) dengan Viko Yudha Prasetya, vokalis Distorsi Akustik, salah satu band lokal Semarang paling berbahaya saat ini, di sebuah kedai miras terkenal di Jalan Kusumawardani, Semarang. Kami ngobrol banyak tentang album baru, pandangannya tentang perempuan, dan banyak lagi. Berikut isi obrolannya.

 

Aji (A): Kenapa judul albumnya PUAN?

Viko (V): Semua track di album tersebut secara garis besar bercerita tentang perempuan dengan segala perjuangan dan perlawanannya. Termasuk di lagu "Tuhan Baru Bernama Gadget" walaupun temanya tidak secara genital, namun lagu tersebut terinspirasi dari curhat istri gara-gara sering mainan gawai ketimbang bercengkrama dengan keluarga di kala senggang. 

 

A: Apa pesan yang hendak disampaikan?

V: Baik perempuan dan lelaki adalah setara, dan bekerja sama demi kelangsungan dunia yang lebih baik. Karena kita hidup di dunia yang tidak baik-baik saja.

A: Berapa lama proses kreatifnya?

V: Ide awal muncul sekitar tahun 2015, sebelum merilis album pertama. Baru di tahun 2017 mulailah mengumpulkan materi untuk album PUAN. Butuh waktu sekitar satu tahun mengumpulkan materi. Dan seperti grup musik pada umumnya, yang kurang beruntung dalam hal finansial, kami pun mengalaminya. Akhirnya baru terealisasi pada tahun ini 2019.

 

A: Siapa saja yang terlibat?

V: Kami mengajak teman musisi, perupa dan penulis lokal. Seperti Garna Raditya di lagu "Tuhan Baru Bernama Gadget", Asrida Ulinuha dan Yus Ariyanto di lagu "Tak Ada Tempat Untuk Warna Abu-abu di Kotak Pastel" dan beberapa teman yang lain.

 

A: Referensi selama pembuatan album apa saja?

V: Beberapa novel Stephen King, yang juga dirilis versi filmnya seperti The Cell, Bumi Manusia, Marsinah, Film Senyap, Last Train Home, puisi-puisi Wiji Tukul, NOFX, Sunny Day Real Estate, U2. Banyak hal, apapun bisa jadi referensi dalam penulisan lagu. Termasuk sekedar obrolan setengah sadar di kedai miras seperti ini.

Album ini adalah bagian kedua dari rangkaian trilogi Distorsi Akustik setelah debut PU7I UTOMO (Valetna Records, 2016). Para buruh berkedok musisi, begitu mereka kerap memperkenalkan diri, masih digawangi Viko Yudha Prasetya (vokal, synth), Hersan Dipta Putra (gitar), Bahar Syafi'i (gitar), Taufik Adi (bas), Muhammad Fajar Pandu (kibor, gitar) dan Ragil Pamungkas (drum). Album PUAN memuat lima lagu baru dan dua trek bonus.

 

A: Sempat disebut pengusung post-rock, post-grunge dan sebagainya di album pertama, apa genre musik Distorsi Akustik sekarang?

V: (Terdiam sejenak) Alternatif. Ya, sebut saja musik kami sekarang alternatif.

 

A: Nggak capek bikin lagu kritis melulu? Nggak berniat bikin lagu cinta?

V: (Tertawa) Ada. Tunggu di album ketiga.

A: Apa bedanya PUAN dibandingkan album sebelumnya?

V: Di album ini kami lebih santun, lebih tenang. 

 

A: Ada rencana konser promo album ke beberapa kota?

V: Segera mungkin kami akan kabari di medsos kami.

Selain bermusik di Distorsi Akustik, Viko memiliki proyek sampingan Lilin Semasa Hujan yang terbentuk tahun 2014. Kecintaannya pada musik sudah tumbuh sejak di bangku sekolah, dia pernah tergabung dalam Sekte, band black metal asal Surabaya. Di kota kelahirannya Solo, dia pernah bermain di Youth Disorder (hard core) dan Not For Sale (melodic punk). Saya pertama kali mengenalnya sekitar tahun 2003, saat itu dia datang ke lapak saya dengan baju penuh paku dan pin, sepatu boot dan warna rambut menyala khas anak punk. Sama-sama berstatus orphan membentuk kedekatan kami kala itu.

 

A: Bahagia mana, era sebagai anak punk atau sekarang?

V: Punk. Life sucks nowdays.

 

A: Soundtrack of your life?

V: Linoleum, NOFX. (Bersenandung) Possesions never meant anything to me.

 

A: Untuk album berikutnya, pengen kolaborasi dengan siapa?

V: Rudy Murdock. Dia salah satu yang terbaik. Saya juga banyak mendengar band indie lokal akhir-akhir ini, beberapa bagus, seperti Soegi Bornean, Rrefal. Mandoors juga keren.

 

A: Pertanyaan terakhir. Dalam satu kata, deskripsikan kata "perempuan".

V: Ibu.

 

 

*****

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun