Kemuning terlihat menunggu jawabanku. "Siapa dia, Kang. Apa aku mengenalnya?"
 Aku menatap lekat wanita di hadapan, mencoba meyakinkan hati kalau dia bisa dipercaya. Kemuning mengangguk, meyakinkan bahwa rahasia besar ini aman padanya.Â
"Juragan Barja, suami kamu." Bibir merekah itu tampak ternganga. Dia terlihat sangat kaget. Aku tak bisa menafsirkan ekspresi wajahnya.Â
"Maafkan aku, Dek. Dulu aku mendapatkanmu hanya untuk balas dendam. Namun, aku sadar bila kau telah merebut seluruh cinta di hati ini. Aku ingin membebaskanmu, agar tak menjadi simpanan bajingan sialan itu. Aku ingin menikah denganmu. Bukankah kau mencintaiku?"
 Kemuning terdiam, wajahnya terlihat aneh. Kudekap kembali ia dalam pelukan. "Apa ... apa Kang Tama juga yang membunuh orang-orang kepercayaan Juragan Barja?" Suara Kemuning terdengar gemetar.Â
Aku mengangguk. "Jangan membenciku, Ning. Bantulah aku. Kau tak layak menjadi milik si Barja. Bantu aku tuk melepas segala amarah ini. Hanya dengan membunuh Barja maka dendamku akan selesai. Setelahnya kita akan menikah, punya anak, dan bahagia selamanya." Kemuning tak menjawab. Pandangan matanya kosong. Malam ini dia sangat berbeda. Namun, perempuan ini tak menolak ketika aku kembali mencumbunya, membawanya kembali menapaki surga dunia.Â
#Â
Kemuning bersedia membantuku. Segala rencana jadi lebih mudah karena bantuanya. Dia memberikan info yang berguna mengenai suaminya. Mengalahkan Juragan Barja harus melalui hitungan yang matang. Dia orang paling berpengaruh di kawedanan ini, bahkan juga di kadipaten. Dengan kekayaan yang dimilikinya, mudah saja bagi dia menyumpal mulut para penguasa. Bajingan ini benar-benar kebal hukum. Aku yakin, akan tiba waktunya bisa membunuh laki-laki ini. Beberapa orang kepercayaan si bangsat berhasil kusuap. Mereka tergiur pundi-pundi emas yang ditawarkan. Mereka siap menjadi budakku.Â
Mulailah aku menabur bencana untuk musuhku ini. Kawedanan geger, ketika tetiba ternak Juragan Barja bertumbangan, mati karena diracun. Prajurit kadipaten tidak bisa menangkap pelakunya. Bukan hanya sampai di situ, begal bayaranku sukses merampok kereta kuda yang mengangkut dagangan milik si Barja. Pertanian tembakau milik dia habis kubakar. Si tua bangka di ambang kebangkrutan.
 Keberuntungan mulai menjauhinya. Kemenangan mulai menampakkan senyumnya untukku. Malam ini aku berhasil menculik laki-laki sialan itu dari rumahnya. Kemuning berhasil membuat tidur pengawal di bangunan gedong itu. Aku pandangi wajah laki-laki tua yang kini terikat di tiang besar salah satu gudangku. Dalam kondisi tak berdaya, wajahnya masih terlihat arogan. Tak ada sorot takut di kedua matanya.Â
"Siapa kamu anak muda, apa maumu?" tanyanya dengan tatapan tajam.Â