Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lamakera Itu, Hanya Sebuah "Kampung"

23 April 2023   17:31 Diperbarui: 26 April 2023   07:01 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kemarin, Sabtu, 22 April 2023, pascalebaran, sekitar pukul 13-an lewat, tepatnya 13.23 Wita (setidaknya seperti yang terbaca dalam pesan itu), saya mendapat kiriman terusan (file PDF) surat penyampian dengan lampiran Panduan Reuni melalui pesan whatsApp. Saya sedikit masygul ketika membuka whatsApp dan melihat isi pesan itu. Tidak ada pesan (keterangan) tambahan terkait surat yang diteruskan ke saya tersebut. Tapi terbaca jelas melalui judul file surat itu, "Surat Penyampaian Panduan Reuni 2023".

Lantas? Karena ingin tahu reasoning dan kerangka kegiatan, saya pun membuka file surat, sekaligus membaca panduannya. Sepintas sangat "rasional" dan memiliki pijakan yang kuat sebagai alasan rekomendatif untuk melaksanakan reuni itu. Tapi, ada tapinya?

Target?

Sore hari, setelah Ashar, saya kedatangan "tamu" (saya memberi tanda petik, karena tamu itu bukan tamu jauh), adik sepupu, inisial MSG, sek. untuk silaturahmi pascalebaran. Dalam obrolan kami  ala keluarga, sempat pula menyinggung tentang kegiatan reuni tersebut. Begitu pula dengan malam harinya, saya kedatangan lagi "tamu", Adik AEM dan istri.

Lagi-lagi dalam obrolan itu muncul pula tema reuni. Sedikit perlu ada penjelasan! Adik A(EM) (meski dia memanggil saya Nana, dalam  relasi adat, konteks hubungan ponakan dan om, tapi karena saya juga masih sangat paham dengan pola hubungan dan nilai-nilai adat, adatisme, sebut saja penganut mazhab adat), sehingga saya tetap memanggilnya dengan sebutan adik dalam komunikasi tulisan. Tapi jika secara lisan dan verbalistik, tetap saya menyapanya dengan menyebut namanya langsung, A(EM).

Tidak terlewatkan pula dalam perbincangan hangat ala keluarga, muncul pula topik Reuni. Adik A(EM) bertanya kepada saya, "Menurut Nana, bagaimana dengan rencana reuni pada Juli 2023 nanti?" Entah dengan maksud apa dengan pertanyaan itu? Tapi saya yakin, adik A(EM) bertanya seperti itu karena, selain rasa respek, juga ingin memperoleh gambaran dari pandangan saya terkait reuni itu. Bahkan secara lugas, A(EM), "meminta" saya, "Mungkin Nana perlu menulis tentang reuni itu dari persepktif Nana".

Mendengar permintaan itu, saya tidak langsung mengiyakan, maupun menolaknya. Tapi secara singkat saya menyampaikan bahwa saya sudah membaca panduan (tepatnya proposal) reuni itu, dan saya belum mendapatkan kesimpulan apa-apa. Hanya satu yang bisa saya sampaikan setelah membaca proposal itu, target (masih) belum jelas.  

Visi Lamakera sebagai Epicentrum Peradaban Islam

Saya tahu bahwa kegiatan reuni ini sebagai kelanjutan dari kegiatan pra-reuni pada Oktober 2022 di Kupang, yang digagas dan diprakarsai oleh adik Ahmad Johan, seorang putra Lamakera, yang saat ini sedang mengemban amanah sebagai anggota DPR RI, Fraksi PAN. Juga kegiatan Reuni Warga Lamakera ini sebagai perwujudan appresiasi melanjutkan gagasan besar almarhum Kakanda Dr. M. Ali Taher Parasong, yang mempunyai asa (hope) sekaligus keprihatinan dan concern (baca: perhatian = care) beliau yang sungguh sangat besar terhadap eksistensi Lamakera. Dalam pandangan sepintas saya, almarhum adalah peletak dasar  ikrar kebersamaan Warga Lamakera dan pelopor awal ingin mewujudkan visi besar, menjadikan Lamakera sebagai Epicentrum Peradaban Islam di kancah regional Nusa Tenggara Timur (NTT). Sayangnya, dalam mengawal visi besarnya tersebut, kakanda almarhum menjemput ajal di tengah masih mengemban amanat sebagai Ketua Fraksi PAN di MPR karena menderita covid sepulangnya dari lawatan ke Argentina.

dokpri
dokpri

Saya sempat pesimistis ketika mendapati kenyataan bahwa visi besar almarhum ingin menjadikan Lamakera sebagai Epicentrum Peradaban Islam di NTT akan tenggelam seiring berpulangnya almarhum. Tapi pesimisme saya tersebut sedikit tertepis, ketika dari celah-celah harapan yang nyaris punah itu, muncul secercah sinar terang yang akan kembali memberi suluh (sinar) untuk mengibarkan kembali semangat, spirit perubahan menuju Era Baru Lamakera, melalui adik Ahmad Johan.

dokpri
dokpri

Saya juga percaya bahwa adik Ahmad Johan, meski sedikit dengan langgam dan gaya berbeda, tapi substansinya tetap sama, ingin melakukan tajdid, perubahan (tepatnya pembaruan) ke arah suasana yang lebih baik bagi Lamakera sebagai sebuah entitas sosial dan juga entitas politik. Politik dalam konteks dan pengertian yang luas, tidak terjebak pada politik sekteraian, politik sectoral, apalagi politik praktis-parokial tanpa norma dan etika. Pendek kata ingin membentuk Lamakera sebagai entitas yang civilized society, sebagai komunitas sosial yang berkeadaban dengan menerapkan politik tingkat tinggi (high politic).

Romantisme Historis

Judul artikel (tulisan) ini, secara sepintas dapat membuat siapa saja yang merasa sebagai anak Lewotanah Lamakera akan merasa gerah, geram dan marah! Tapi dengan tanpa mengurangi rasa hormat, saya menggunakan frase, seperti tertulis pada judul, sebagai sebuah otokritik. Meski dengan apologie otokritik, sebagai orang terdidik, saya perlu menyampaikan permohonan maaf, jika dan kalau, ada yang merasa risih dengan judul tulisan ini.

Pernah pula (baca di sini), saya mengingatkan agar dalam rangka ingin mewujudkan "kebesaran" Lamakera, maka jangan hanya terjebak pada romanstime historis, yang cenderung hanya memberi sensasi temporer. Jangan terlalu "mengkerdilkan" Lamakera dengan mencoba meng-glorifikasi Lamakera, "seolah-olah!" semua harus berpusat di Lamakaera (Lamakera centries). Karena hal itu hanya memberi efek simptomatis, yang bersifat tidak ajeg (tidak langgeng dan sementara).

Bahwa dalam latar sejarah, Lamakera pernah dikenal dan menjadi pelopor peradaban Islam regional NTT. Kepeloporan itu terekam secara jelas dalam dokumentasi pustaka (tekstual), visual, maupun dalam budaya tutur (lisan, verbal). Itu memang satu fakta historis.

Tapi fakta lain hari ini, seiring dengan gerak perubahan yang terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat dan komunitas lain di luar Lamakera sebagai sebuah entitas (sosial) budaya maupun politik, maka romatisme historis itu hendaknya perlu kaji ulang. Muncul tanya, "Mengapa demikian?" Katakanlah sebagai sebuah kilas balik introspekif,  supaya kita tidak terjebak pada romantisme yang bersifat semu. Romantisme sentimental yang hanya memberi efek kebanggaan simbolik yang tidak mengakar, dan tidak pula membekas (menyejarah).

Anomali Lamakera sebagai Epicetrum Peradaban 

Lamakera, jauh sebelum kemunculan Kakanda alm. Dr. M. Ali Taher Parasong, kemudian dilanjutkan oleh adik Ahmad Johan, juga pernah memiliki tokoh-tokoh kharismatik dalam klan suku Kampung Lamakera (Sinun Ona dan Parak Ona, mohon koreksi kalau saya keliru!). Hal itu bisa terjadi karena secara faktual dari dua klan inilah yang memiliki akses yang paling besar dan memungkinkan untuk mendapatkan pencerahan melalui transformasi pendidikan dan budaya (juga spiritualitas). Mengapa demikian? Karena mereka memiliki setidaknya dua keuntungan sejarah, sebagai otoritas pemerintahan (kerajaan), yang beresonansi secara linier dan positif terhadap keuntungan sebagai otoritas keagamaan.      

Melalui sayap pendidikan dan institusi keagamaan para "tokoh" dari dua klan ini melakukan transformasi pendidikan dan budaya terhadap entitas dan komunitas budaya dan politik di luar Lamakera. Sehingga wajar melalui investasi pendidikan dan keagamaan ini kemudian secara tidak langsung memberi dan atau mendapat appresiasi sebagai implikasi positif, terhadap nama Lamakera dalam konteks regional NTT, yang terekam secara apik dalam catatan historis.  

Sayangnya keuntungan historis ini tidak dimanfaatkan secara optimal bagi anak Lewotanah Lamakera pascamendiang almukarram alm. Aba H. Abdul Syukur Ibrahim Dasi (dkk). Beliau tidak hanya memiliki titisan sebagai otoritas kerajaan, tapi memiliki kepiawaian dalam ilmu keagamaan.  Keunggulan kompetensi dalam kedua bidang ini ditambah kemampuan dalam bidang sosial budaya dan politik, yang aspirasi dan afiliasi politiknya disalurkan melalui parpol Islam, khususnya PPP, tidak lantas di-ambilalih (ditransfer secara estafet) dan secara utuh oleh generasi sesudahnya untuk dapat menempatkan posisi Lamakera sebagai Pusat Peradaban Islam (Centre of Islamic Civis) di regional NTT.

Tradisi mengkap Ikan Paus oleh Nelayan Lamakera (sumber: https://www.voa-islam.com/)
Tradisi mengkap Ikan Paus oleh Nelayan Lamakera (sumber: https://www.voa-islam.com/)

Tidak hanya gagap dalam memposisikan diri secara politik dan keagamaan, kita sebagai generasi Lamakera juga gagal dalam mentranformasikan Lamakera pada aspek budaya dan ekonomi. Kita gagal mengambil peran dan membuat posisi tawar (bargaining position) yang memadai untuk dapat diperhitungkan secara politik.

Harus diakui secara jujur bahwa sampai hari ini, Lamakera yang kita glorifikasi sebagai sebuah Lewotanah kebanggaan, dan ekspektasi ini bagi saya sedikit berlebihan, bila dibandingkan dengan kontribusi konkrit dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Lamakera sejauh ini tidak mempunyai resources yang cukup dapat dijadikan bargaining, bahkan nyaris tidak memberi kontribusi sama sekali terhadap PAD bagi Kabupaten Flores Timur. Sehingga bagi saya, adalah sebuah keberkahan Lamakera bisa mendapatkan akses jaringan instalasi listrik dan air bersih berkat kontribusi luar biasa dari Kakanda alm. Dr. M. Ali Taher Parasong dan adik Ahmad Johan dengan memanfaatkan posisi dan konektivitas politik di tingkat nasional. Begitu pula dengan infrastruktur pendidikan, jalan, pelabuhan (dermaga), dan tanggul penahan rob (ombak pantai), dll.

Karena itu, agar tidak menjadi distorsi yang mengarah pada anomaly reuni nanti, kita perlu sepakat sejak awal untuk memperkuat dan melakukan pemberdayaan ekonomi Lamakera, berbasis perikanan. Pengembangan dapat dimulai, dengan melakukan diversifikasi dan pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan, melalui industri-industri tradisional dan rumah tangga,  antara lain dengan membangun Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Lamakera, wisata Bahari, memperkenalkan wata bitti (jagung titi) sebagai kuliner berwawasan kearifan lokal. Seiring dengan pengembangan TPI, geliat pasar tradisional per pekan dapat dibuka di Lamakera. Tentu saja kita tidak harus bergerak sendiri, tapi perlu juga melibatkan daerah-daerah sekitarnya yang secara ekonomi selangkah lebih maju untuk menopang gerak maju Lamakera.

Wata Bitti (Jagung Titi), Makanan pokok warga Lamaholot, Flores Timur
Wata Bitti (Jagung Titi), Makanan pokok warga Lamaholot, Flores Timur
Infrastuktur pelabuhan (dermaga) yang menjadi legacy alm. Kanda Dr. M. Ali Taher Parasong dan adik Ahmad Johan akan semakin menunjukkan urgensinya jika kita bisa melakukan pengembangan, "revitalisasi" dan diversifikasi, minimal secara ekonomi. Juga hal itu pula sebagai titik point untuk pengembangan wisata budaya dan wisata Bahari, di samping infrastruktur pendidikan yang sudah sangat memadai. Maka saya optimis visi alm. Kakanda Dr. M. Ali Taher Parasong ingin mengawali peradaban baru Islam dari Lamakera bukan sesuatu bersifat muspra. Karena sangat realistic dan visiable. Tapi jika kita gagal menangkap sinyal itu, maka kita hanya mampu menggantang asap. Inilah yang saya sebut di atas sebagai harus punya target jelas. 

Epilog : Reuni "Musiman" 

Rencana reuni Warga Lamakera II yang akan dilaksanakan pada Juli 2023 nanti, jangan hanya sebagai momentum musiman. Maksud saya, tidak menjadi ritual temporer yang bertepatan dengan musim electoral, pelaksanaan hajat Nasional, Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres), dan Kepala Daerah tahun 2024. Premis ini sebagai bentuk koreksi, mengingat pada Reuni I telah disepakati bahwa kegiatan reuni ini akan dilaksanakan secara rutin setiap interval waktu tertentu (jika tidak salah mengingat, setiap empat (4) tahun sekali). Hanya saja tanpa ada alasan yang jelas, sejak pascareuni I, seiring berbilang tahun, rencana Reuni II, yang semula ditunjuk Kupang sebagai pelaksana, tidak pernah terwujud, hingga kemudian muncul gagasan dan prakarsa dari adik Ahmad Johan, mengajak warga Lamakera di mana saja di pelosok negeri ini, untuk kembali bertemu, menghidupkan kembali "asa", membangun peradaban baru, melalui Reuni II pada Juli 2023 yang akan datang.

Saya tidak sedang mencoba  melakukan delegitimasi, atau setidak-tidaknya dereunisasi, framing untuk memberi stigma bahwa kegiatan reuni yang sedang digagas dan akan dilaksanakan nanti sarat dengan muatan dan motif tertentu, katakanlah motif elektoral. Seperti sudah saya jelaskan di atas, apa yang menjadi pokok pikiran (reasoning) pada tulisan ini, adalah sebagai sebuah otokritik. Sehingga saya berharap, deskripsi narasi dari paparan ini tidak diinterpretasi secara tidak proporsional sebagai sebuah upaya terselubung untuk melakukan pembusukan (delegitimasi). Anggap saja sebagai obat penyemangat untuk memberikan nutrisi dan vitamin, spirit untuk tetap fight dalam keterbatasan sumber daya, sehingga tidak melahirkan penilaian sebagai dialektika apologetic semata.     

Meski demikian, perlu pula saya tegaskan bahwa tidaklah menjadi sesuatu yang haram, kalau kegiatan ini memberi implikasi positif pada tataran elektabilitas electoral. Secara jangka pendek, itu sah-sah saja, sebagai pemberi efek tambahan (double effect).

Bahwa merupakan sebuah hal yang niscaya jika kita ingin mengangkat dan mengorbit Lamakera sebagai epicentrum (pusat) peradaban, baik bersifat sosial budaya, politik, dan atau ekonomi, sehingga tidak hanya dikenal sebagai sebuah entitas sosial dan politik untuk sebuah tujuan tertentu pada suatu musim tertentu. Apakah tujuan itu bersifat jangka pendek, sementara (temporer) maupun bersifat jangka panjang, berkelanjutan (sustainable). 

Di sinilah pentingnya standing positioning kita, merawat dan memanfaatkan momentum reuni ini sebagai titik awal melangkah, membangun komitmen bersama untuk maju bersama, dalam kebersamaan yang mengikat atas alas kekeluargaan dan perubahan. Perubahan dalam arti "tajdid", pembaruan secara berkelanjutan dengan memberi manfaat secara sosial seluas-luasnya.

Mudah-mudahn ikhtiar kita sebagai anak kandung Lamakera, yang dari tanah gersang nan tandus itu,  telah melahirkan generasi "emas" yang memberi harapan untuk kemajuan Lewotanah Lamakera. Meski kita juga harus secara fair mengakui bahwa komunitas lain di sekitar Lamakera, per hari ini, secara pendidikan sudah jauh melampui generasi Lamakera.

Secara populasi Lamakera sudah kalah jauh dengan Lamahala dan Lohayong pada aspek pendidikan (baca juga artikel relevan). Secara persentasi, dari segi pendidikan strata satu, kita bisa bangga membandingkan (compare) dengan dua daerah Islam pesisir itu, tapi bila kita melangkah pada dua strata berikutnya, magister dan doctor, apalagi guru besar di perguruan tinggi, Lamakera sudah kalah jauh. Momentum reuni ini harus menjadi batu lompatan untuk kembali memperbarui komitmen "kekitaan", tidak lagi "dia dan mereka", tanpa ada lagi budaya "menggunting dalam lipatan, menjegal kawan seiring!"

Wallahu a'lam bishawab

Makassar, 23 Mei 2023/2 Syawal 1444 H.

eN-Te        

Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun